Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

P3, P4, P5, P11: Apa Itu ?

Badan pekerja mpr bersidang untuk membahas naskah rancangan p4. fraksi persatuan menolak naskah tersebut karena dianggap bisa mengurangi kemurnian uud 45. fraksi lain mengajukan usul perubahan. (nas)

7 Januari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MINGGU kedua Januari 1978 ini Panitia Ad loc II. Badan Pekerja MPR bersidang lagi. Panitia ini bertugas membahas naskah rancangan Eka Prasetya Panca Karsa alias Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), yang disampaikan Presiden Soeharto 1 Oktober 1977 lalu. Karena belum ada kesepakatan--setelah sebulan bersidang sejak 7 Nopember - masa kerja panitia diperpanjang sampai 18 Desember 1977. Tapi macet lagi dan diperpanjang 5 sampai 20 Januari 1978. Sidang-sidang itu telah berkesudahan dengan perbedaan tajam. Fraksi Persatuan menolak naskah rancangan P4 itu. Pada sidang hari pertama, semula fraksi ABRI, Daerah dan Karya menerima P4 secara utuh. Tapi ketika fraksi demokrasi mengajukan usul perubahan, ketiga fraksi itu tak mau ketinggalan. Hampir semuanya berupa perubahan redaksionil: 11 usul dari fraksi Demokrasi, 10 dari Karya, 9 dari ABRI dan 6 dari Daerah. Dan selama pembahasan, usul perubahan itu terus bertambah. Selain perubahan redaksionil, fraksi Demokrasi juga menyampaikan usul penambahan materi yang dianggap prinsipiil, agar P4 juga mengikat para pejabat dan lembaga-lembaga pemerintah. Misalnya: di setiap tempat di mana tertulis Pancasila harus dihayati dan diamalkan oleh pribadi-pribadi, setiap manusia Indonesia, diganti dengan setiap warganegara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan baik di pusat maupun di daerah. Kurangi Kemurnian Sebelumnya, fraksi Demokrasi mengajukan 6 pertanyaan, karena khawatir TAP-MPR tentang P4 akan menjadi sumber hukum yang sama dengan UUD '45. Apalagi bila materinya saling bertentangan, Tapi Menteri Sudharmono. ketua Panitia Sebelas itu menjawab bahwa P4 bukan tafsir Pancasila sebagai dasar negara tapi pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila untuk pribadi yang tidak bertentangan dengan UUD'45. Kekhawatiran fraksi Persatuan sama dengan fraksi Demokrasi. Dengan penjelasan tertulis sepanjang 10 folio, fraksi ini tak bersedia memasuki materi P4. Mereka berpendapat. pedoman seperti itu sudah terdapat dalam pembukaam batang tubuh, penjelasan umum dan penjelasan atas pasal-pasal UUD '45. Selain P4 dianggap tafsir yang belsifat sementara--seperti halnya Manipol Nasakom, Pancawardhana, Pancacinta di zaman orla--bagi fraksi Persatuan, P4 bisa mengurangi kemurnian UUD '45. Sementara itu, MPR tidak berwenang mengurusi cara hidup orang-perorang sebagai pribadi. Masih banyak lagi keberatan fraksi Persatuan. Misalnya menganggap bahwa "penjabaran sila Kerakyatan dalam P4 justru mempedoMankan agar manusia Indonesia taat saja." Padahal, UUD '45 menentukan rakyat sebagai yang berdaulat. Perbedaan lain ditunjukkan pula: UUD '45 mewajibkan negara menjamin kemerdekaan warganegara menleluk agama masing-masing. Tapi P4 memberikan kewajiban itu kepada perorangan. "Sejak aman orba kita sudah membuang berbagai tafsir yang salah, lalu kembali kepada kemurnian Pancasila. Mengapa sekarang tafsir semacam itu muncul lagi? Sudharmono boleh saja menyebut P4 bukan tafsir tapi setiap lembaga ilmiah akan menyebutnya sebagai tafsir," kata Sudardji dari fraksi Persatuan. Bagi Surowo Abdulmanap sekretaris Panitia Lima tak perlu ada tafsir resmi Pancasila. "Yang penting sekarang ialah pelaksanaan dari UUD '45 di bidang pendidikan. ekonomi, pembelaan negara, dan berupa UU, katanya. Kalau dikukuhkan menjadi TAP-MPR. k.n Surowo, harus ada peraturan pelaksanaannya. "Sedang P4 tak lebih semacam kode etik, yang sanksi pelanggarannya adalah moral," tambahnya. Apapun namanya, sejak 3 tahun terakhir ini tampaknya perhatian kepada ideologi mulai dibangkitkan lagi--setelah sejak 1966 mengandalkan pragmatisme. Dan fraksi Persatuan pun agaknya tetap pada pendiriannya. Maka tak bisa lain bagi BP MPR kecuali menyerahkan soal ini kepada sidang umum MPR bulan Maret nanti yang juga punya acara penting: pemilihan Presiden. Itu sebabnya sejak pagi-pagi, fraksi Karya sebagai mayoritas sudah bersuara akan melaksanaka voting atau pemungutan suara. Tapi fraksi Persatuan tampaknya sudah siap. "Lebih baik kalah secara lantan dari pada mengorbankan pnnsip," kata Yusuf Syakir anggota fraksi Persatuan. Nuddin Lubis, ketua fraksi Persatuan, lebih tenang: "Voting memang dibenarkan oleh tatatertib. Itu kan justru cara paling demokratis. Dan sebagai demokrat, kami harus sportif, mematuhi setiap keputusan. Walaupun kalah."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus