Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Pak guru mondar-mandir

Di ja-teng,33,69% guru sd menderita stres,dengan tingkat yang berbeda-beda. ikip pgri semarang menurunkan tim untuk memberikan penyembuhan.biaya yang disediakan rp 15 juta. bantuan bappeda ja-teng rp 5 juta.

11 Agustus 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APA tanda seorang guru menderita stres? Ini dia contoh dari Solo. Seorang guru SD di kota itu saban hari hanya mondar-mandir dari ruang kelas yang satu ke kelas yang lain. Ia tak mau mengajar, meski beberapa kali ditegur. Harap maklum, pak guru ini memang sedang mengalami tekanan jiwa berat. Di rumah, ayah satu anak itu tidak diperlakukan seperti layaknya seorang suami. Martabatnya sebagai guru direndahkan bila dibandingkan istrinya yang pedagang. Celakanya, sang istri sering "digosok" antara lain -- oleh orangtuanya agar bercerai saja dengan pak guru malang itu. Tapi, sebagai penganut Kristen yang baik, pak guru ini tak mau berpisah dengan istrinya. Ia tak bisa menyelesaikan persoalan sampai hidupnya berat tertekan. "Ketika kami datang, keadaan guru seperti itu sudah berlangsung dua bulan," ucap Dr. Soepriyono P.S., koordinator penelitian guru stres di Jawa Tengah. Contoh dari Solo itu hanya satu dari sekian banyak guru SD penderita stres. IKIP PGRI Semarang, yang bulan lalu mulai menurunkan tim untuk menyembuhkan mereka, menemukan bahwa sekitar 33,69% guru SD di Jawa Tengah menderita stres. Memang, sebelumnya sebuah tim telah diturunkan untuk meneliti secara acak 802 guru SD dari 4 tipologi daerah kabupaten. Pegunungan diwakili Temanggung dan Boyolali, dataran rendah, Semarang dan Surakarta. Hutan diwakili Blora dan Batang, sementara Cilacap dan Jepara untuk daerah pantai. Para responden dikumpulkan di kecamatan masing-masing. Mereka diminta mengisi dua jenis angket. Yang tertutup 100 buah pertanyaan dan yang terbuka 10 kuesioner. Responden cuma mengisi jawaban yang disediakan, yakni sering, kadang-kadang, tak pernah. Penelitian dilakukan akhir 1989 sampai Mei 1990. Ada tiga tingkat stres yang diderita guru SD Jawa Tengah. Stres tingkat I (12,73%) ditandai dengan gejala waswas, cemas, dan tak percaya diri. Sedang orang yang selalu merasa ditindih beban berat seperti pekerjaan menumpuk, kebutuhan ekonomi, atau tekanan keluarga termasuk stres tingkat II (12,73%). Gejala tingkat III (5,56%) -- paling berat -- adalah pesimistis, patah semangat, tak punya gairah hidup, mengabaikan tugas dan keluarga. Peneliti juga berhasil merekam penyebab stres pak guru itu. Yang paling banyak adalah kemampuan guru menghadapi pertumbuhan fisik dan psikologis, terutama menjelang masa pensiun dan kesehatan menurun. "Penyebab ini meliputi 31,3 persen," kata Supriyono. Yang kedua, terutama di daerah kota, adalah stres akibat tekanan ekonomi (16,8%). Penyebab ketiga (12,7%) adalah perasaan frustrasi berkepanjangan yang tak dapat diatasi. Ada lagi stres yang disebabkan oleh ambisi yang tak kesampaian (10,92%), misalnya ingin menjadi kepala desa. "Biasanya ini dialami oleh guru-guru di desa," kata Supriyono. Dari hasil penelitian itu, tingkat stres guru SD memang belum sampai tingkat psikosa (gila). "Paling berat cuma tingkat neurosa dengan gejala bengong, lupa mengajar, dan tak tahu apa yang dikerjakan," katanya. Berdasarkan kenyataan itu, IKIP PGRI Semarang ingin memberikan pertolongan. Tim yang diturunkan -- sebanyak 11 orang -- untuk menyembuhkan para guru stres akan dipimpin Dra. Soeprapti, psikiater alumni Fakultas Psikologi dan Bimbingan IKIP Semarang. "Guru yang stres berat akan ditangani secara khusus oleh psikolog dan psikiatri," ujar Soeprapti. Biaya penyembuhan disediakan IKIP PGRI Semarang Rp 15 juta dan bantuan Bappeda Jawa Tengah Rp 5 juta. Tentu saja, diharapkan ada pihak lain lagi yang mau mengulurkan pertolongan. "Masalah guru stres kan tanggung jawab semua orang," kata Taruna, S.H., Rektor IKIP PGRI Semarang. Syahrir Chili (Yogya) dan Nanik Ismiani (Semarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus