Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Partai belum mati, tapi nanti dulu parpol: parantos siap ?

Kehidupan parpol di indonesia menghadapi banyak persoalan. di zaman orde lama maupun orde baru, peranannya tetap saja lemah. wawancara tempo dengan pemimpin parpol. (nas)

10 April 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APAPUN yang terjadi dengan partai politik di Indonesia, yang pasti mereka belum mau mati. Mungkin ngantuk pun tidak. Senin depan misalnya di Senayan, Jakarta, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) akan membuka kongrrsnya yang pertama. Partai hasil penggabungan atau fusi dari sejumlah partai lama (PNI, Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia, Murba, IPKI) itu dengan demikian mungkin sedang memulai satu babakan sejarahnya -- yang mungkin tidak rata. Tiga tahun yang lalu, sesuai dengan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang menentukan ada dua "kekuatan politik" dan satu Golkar di negeri ini, fusi dilakukan. Tentu saja dengan banyak diusahakan pemerintah, sebab bank dan koran saja susah bergabung, apalagi partai. Segera setelah partai-partai tadi, partai-partai Islam dapat giliran. Nahdhatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi). Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dan Persatuan Tarikat Islam (Perti) menyatukan diri dalam wadah yang bergelar Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Berbeda dengan fusi kelima partai dalam PDI, lahirnya PPP didahului dengan sedikit ramai-ramai. PSII pecah dua antara kelompok almarhum Anwar (Cokroaminoto dengan kelompok H.M. CH. Ibrahim, yang dipilih Muktamar partai di Majalaya. Yang terakhir ini tak dapat "restu" dari pemerintah, hingga kelompok Anwar-lah yang teken piagam fusi. Kedudukan partai-partai memang tidak kuat. Paling sedikit sejak masa pemerintahan aktif Presiden Soekarno yang tujuh tahun, zaman "demokrasi terpimpin" (1958-1965), partai sudah dicoba disisihkan dari kabinet maupun di parlemen peranan partai tak kuasa. di bawah bayang-bayang kekuasaan dan wibawa Bung Karno. Tapi sementara itu militansi dan kerapian organisasi meningkat, walaupun pemilu tak pernah dijanjikan. Tanpa mengurangi peranan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam menggalakkan persaingan antar partai, dapat dilihat juga bahwa zaman itu memang zaman efektifnya mobilisasi rakyat. Dan pemerintah "demokrasi terpimpin" tak punya saluran untuk itu, kecuali lewat partai. Zaman "Orde Baru" setelah jatuhnya Bung Karno dan rontoknya PKI membuka lembaran yang lebih tidak sedap lagi partai. Nama mereka jatuh karena kegagalan masa lalu -- dan tambah terpojok. Dalam pemilu pertama sejak Orde Baru, 1971, Golkar memperoleh 27 kursi, sementara tak satu partai pun yang bisa mencapai 100 kursi. PNI yang pernah jadi partai terbesar dalam pemilu 1955, cuma dapat 20 kursi.Nah, partai besar lain, 58 kursi. Kini dijumlah menurut fusi masing-masing, PDI punya hanya 30 kursi dan MP 94 kursi. Sementara peranan mereka di lembaga legislatif hampir nihil, kehidupan mereka di masyarakat praktis pudar. Masa ini memang bukan masa ketika mobilisasi rakyat dibutuhkan, atau pun disadari sepenuhnya caranya. Di masa ini, banyak kerja besar -- bukan "revolusi" atau "pengganyangan" seperti di waktu lalu, tapi peningkatan produksi dan keluarga berencana misalnya -- praktis dipertaruhkan kepada aparat pemerintah sendiri. Apakah jadinya nanti partai-partai? Barangkali, siapa tahu, kongres pertama PDI di Senayan itu akan bisa menjawab, sedikit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus