Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Partai Buruh akan Ajukan Judicial Review UU PPP ke Mahkamah Konstitusi

Partai Buruh akan mendaftarkan judicial review UU PPP ke MK. Pembahasan aturan yang baru disahkan ini masih dinilai tidak terbuka dengan publik.

21 Juni 2022 | 22.58 WIB

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal berorasi di depan peserta aksi May Day Fiesta di Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu 14 Mei 2022. TEMPO/ Cristian Hansen
Perbesar
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal berorasi di depan peserta aksi May Day Fiesta di Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu 14 Mei 2022. TEMPO/ Cristian Hansen

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Partai Buruh bersama serikat buruh dan petani menolak revisi Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP). Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengatakan pihaknya akan melakukan judicial review secara formil dan materil ke Mahkamah Konstitusi pada pekan ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Gugatan akan dimasukkan pada hari Kamis, paling lambat Minggu ini,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa, 21 Juni 2022.

 

Said Iqbal menjelaskan sejumlah alasan terkait penolakan Undang-Undang itu. Pertama, revisi UU PPP dianggap intrik politik dari pemerintah dan DPR untuk pembenaran dari UU Cipta Kerja yang dinyatakan Mahkamah Konstitusi inkonstitusional bersyarat.

 

Kedua, revisi UU PPP dinilai mengulang lagi metode pembahasan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Selain penuntasannya kejar tayang dan minim partisipasi publik, proses revisinya pun hanya menghabiskan waktu 10 hari saja.

 

“Bagaimana mungkin ibu dari sebuah Undang-Undang dibuat hanya 10 hari? Padahal Undang-Undang ini adalah dasar dari pembentukan Undang-Undang. Tetapi dibahas dengan cara kejar tayang,” kata Iqbal.

 

Ketiga, Iqbal memaklumi bahwa Ketua Panitia Kerja Badan Legislasi dan anggotanya adalah orang-orang yang membahas Omnibus Law yang dinyatakan cacat formil. Sehingga Iqbal tidak merasa heran soal itu.

 

Keempat, revisi UU PPP dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum. Alasannya adalah ada satu pasal yang menyatakan dalam waktu 2x7 hari setelah sidang paripurna, sebuah produk Undang-Undang bisa dilakukan perbaikan.

Selanjutnya: Ada sejumlah pasal yang diduga berubah

Iqbal menjelaskan mestinya sidang paripurna adalah puncak pembahasan dan tidak boleh ada revisi setelah itu. Maka dia menganggap ketentuan ini hanya mengakali apa yang pernah terjadi dalam UU Cipta Kerja.

 

Menurut Iqbal, ada sejumlah halaman dan pasal yang berubah. Bahkan diduga mengubah makna beberapa pasal yang telah disepakati. “Semua itu menimbulkan ketidakpastian hukum. Partai Buruh bersama serikat buruh dan serikat petani, berkepentingan untuk menggagalkan dan menolak UU PPP yang sudah direvisi,” tuturnya.

 

Partai buruh dan sejumlah elemen serikat buruh dan petani, kata Said Iqbal, bakal melakukan kampanye internasional soal UU Cipta Kerja. Menurut dia, Omnibus Law UU Cipta Kerja melanggar sekurang-kurangnya tiga Konvensi ILO, yaitu: Konvensi ILO Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat, Konvensi ILO Nomor 98 tentang Hak Berunding, dan Konvensi ILO Nomor 133 tentang Upah Minimum.

 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan atau UU PPP pada 16 Juni 2022. Partai Buruh bersikap menolak sejak sebelum revisi Undang-Undang itu disahkan.

 

 

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

M. Faiz Zaki

Menjadi wartawan di Tempo sejak 2022. Lulus dari Program Studi Antropologi Universitas Airlangga Surabaya. Biasa meliput isu hukum dan kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus