Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

PB IDI Dorong Pemerintah Buka Identitas Pasien Positif Corona

Membuka identitas pasien positif corona dinilai tidak termasuk membuka rahasia medis.

16 Maret 2020 | 17.53 WIB

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto (kiri) bersama Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih (kanan) saat pertemuan di Kantor PB Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta, Rabu, 30 September 2019. Kunjungan ini dalam rangka bersilaturahmi dan berkoordinasi terkait program kerja. TEMPO/Muhammad Hidayat
Perbesar
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto (kiri) bersama Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih (kanan) saat pertemuan di Kantor PB Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta, Rabu, 30 September 2019. Kunjungan ini dalam rangka bersilaturahmi dan berkoordinasi terkait program kerja. TEMPO/Muhammad Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Daeng Mohammad Faqih, mengatakan pemerintah sebaiknya mulai membuka identitas pasien positif virus corona (Covid-19). Hal ini penting untuk memudahkan penelusuran kontak pasien dan memprediksi penyebaran virus serta upaya pencegahannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Faqih menjelaskan minimal pemerintah mengumumkan nama dan alamat lengkapnya. "Cukup nama dan alamat, itu cukup. Itu sudah bisa dipetakan nanti penyebarannya kemudian bisa dipagari supaya tidak menyebar," katanya dalam konferensi pers di kantor PB IDI, Jalan Dr. GSSJ Ratulangi, Jakarta, Senin, 16 Maret 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Ia menjelaskan keterbukaan informasi ini bermanfaat untuk memberikan peringatan kepada yang lain agar tidak mendekati yang sakit. "Berkaitan dengan melindungi, memagari, dan contact tracing siapa yang berhubungan dekat dengan dia. Kalau tidak dilakukan itu sudah susah penyebarannya," ucap dia.

Sementara itu, Dewan Pakar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) M Nasser, mengatakan membuka identitas pasien positif corona tidak termasuk membuka rahasia medis. Ia menjelaskan kerahasiaan medik diatur dalam empat undang-undang lex specialis, yakni Pasal 48 UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, Pasal 38 UU Nomor 36 tahun 2015 tentang Tenaga Kesehatan, Pasal 38 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dan Pasal 73 UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Secara materi, kata dia, isi pasal-pasal tersebut tidak berbeda jauh atau berulang.

"Dengan adanya empat undang-undang lex specialis ini maka kami memegang azas hukum lex specialis derogat lex generalis," tuturnya.

Menurut Nasser, dari empat UU itu rahasia medik seseorang bisa dibuka bila berhadapan dengan kepentingan kesehatan publik. "Menyembunyikan identitas pasien terinfeksi corona hanya akan mendukung penyebaran rasa takut pada masyarakat," kata Ketua Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan Indonesia itu.

Ia mencontohkan saat pemerintah mengumumkan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi positif corona. Hal tersebut dianggap menimbulkan simpati mendalam warga dan menimbulkan kesadaran kesehatan dari orang-orang yang pernah berhubungan dengannya.

Ahmad Faiz

Ahmad Faiz

Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bergabung dengan Tempo sejak 2015. Pernah ditempatkan di desk bisnis, politik, internasional, megapolitan, sekarang di hukum dan kriminalitas. Bagian The Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea 2023

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus