Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi mengatakan, penggunaan pengeras suara atau speaker masjid dan musala selama Ramadan, perlu menyesuaikan kearifan lokal. Sebab, tiap daerah memiliki cara berbeda dalam menggunakan pengeras suara. “Namun, intinya jangan berlebihan dan menganggu ketenangan masyarakat sekitar,” kata Fahrur saat dihubungi, Selasa 12 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kementerian Agama atau Kemenag sebelumnya telah menerbitkan edaran penyelenggaraan ibadah Ramadan dan Idulfitri 1445 H pada 26 Februari 2024 lalu. Edaran ini mengatur agar penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan salat tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur’an menggunakan pengeras suara dalam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Fahrur, penggunaan speaker tidak perlu terlalu kaku. Pada masyarakat perkotaan, penggunaan pengeras suara harus menjaga toleransi. Sebab, masyarakat kota sangat majemuk. “Tidak perlu adu keras speaker, yang penting sudah dapat menjangkau jama’ah hadir,” kata Fahrur.
Namun, di masyarakat desa, penggunaan pengeras suara bisa lebih longgar. Sebab, mayoritas muslim di desa memiliki tradisi syi’ar Islam.
“Intinya, semua harus tahu bagaimana volume terbaik sehingga masyarakat tetap harmonis. Ini juga bagian dari dakwah simpatik yg perlu dilakukan umat Islam,” kata Fahrur.
Soal penggunaan speaker ini, sebelumnya sempat disinggung penceramah Gus Miftah.
Saat ceramah di Bangsri, Sukodono, Sidoarjo, Jawa Timur, beberapa hari lalu, Gus Miftah membandingkan penggunaan speaker masjid itu dengan dangdutan yang disebutnya tidak dilarang bahkan hingga jam 1 pagi. Tempo mencoba menghubungi Gus Miftah mengenai hal ini. Namun, ia belum menjawab pesan Tempo.
Juru Bicara Kementerian Agama Anna Hasbie meminta Gus Miftah jangan asal bunyi (asbun) dan gagal paham soal penggunaan pengeras suara di Masjid dan Musala selama Ramadan. Ia mengatakan, imbauan penggunaan pengeras suara sudah tertuang di dalam Surat Edaran yang dikeluarkan Kemenag.
“Gus Miftah asbun dan tidak paham, apa yang disampaikan juga serampangan, tidak tepat,” kata Anna, Selasa 12 Maret 2024.
Menurut Anna, membandingkan penggunaan speaker dengan dangdutan tidak tepat. Sebab, penggunaan pengeras suara sudah diatur Kementerian Agama pada 18 Februari 2022 dengan menerbitkan Surat Edaran Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Surat edaran itu mengatur penggunaan pengeras suara dalam dan pengeras suara luar. Penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan, baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur’an menggunakan Pengeras Suara Dalam. Karena itu, Anna menegaskan, tak ada larangan menggunakan pengeras suara.
"Silakan Tadarrus Al-Qur’an menggunakan pengeras suara. Namun, untuk kenyamanan bersama, pengeras suara cukup menggunakan speaker dalam,” kata Anna.
Anna juga menegaskan, surat edaran itu bukan pertama kali dibuat. Edaran itu sudah ada sejak 1978 dalam bentuk Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978.
"Di situ juga diatur bahwa saat Ramadan, siang dan malam hari, bacaan Al-Qur’an menggunakan pengeras suara ke dalam,” kata Anna.
Menurut Anna, surat edaran itu dibuat supaya tidak membatasi syiar Ramadan. Giat tadarrus, tarawih, dan qiyamul-lail selama Ramadan sangat dianjurkan. Penggunaan pengeras suaranya saja yang diatur, justru agar suasana Ramadan menjadi lebih syahdu.
Pilihan Editor: Kemenag Respons Gus Miftah Soal Penggunaan Speaker Selama Ramadan: Jangan Asbun dan Gagal Paham