Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPP PDIP bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional Ronny Talapessy menjelaskan kronologi kejadian dugaan intervensi dan kekerasan aparat kepolisian saat proses rekapitulasi hasil Pilkada di Paniai, Papua Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Telah terjadi kekerasan oleh aparat kepolisian kepada komisioner yang sedang bertugas yang ada di Kabupaten Paniai,” kata Ronny kepada wartawan di gedung DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat, 13 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Partai berlogo banteng itu telah menyusun kronologi kejadian versi mereka dalam dokumen berisi tiga halaman yang diterima Tempo melalui WhatsApp.
Peristiwa yang melibatkan aparat kepolisian itu terjadi pada Rabu, 11 Desember 2024. Kala itu Komisi Pemilihan Umum atau KPU Paniai sedang melakukan proses rekapitulasi suara di tingkat kabupaten/distrik untuk calon bupati atau wakil bupati dan calon gubernur atau wakil gubernur.
Ronny berujar, mulanya proses rekapitulasi berjalan lancar. Akan tetapi, timbul keributan yang melibatkan saksi dari lima kandidat bupati hingga pemaksaan agar rapat pleno ditunda atau dibatalkan. Kejadian cekcok itu berlangsung sekitar pukul 10.30 WIT.
Saksi yang terlibat di antaranya Yunus Eki Gobai dan Abraham Gobai selalu saksi untuk Natalis Tabunu; Naftali Kobepa, Abet Kobepa, dan Aser Kadepa selaku saksi untuk Wilem Wandik; Marius Gobai selaku saksi untuk Oktopianus Gobai; Yunus Eki Gobai selaku saksi untuk Roby Kayeme; serta Naftali Kobepa dan Abet Kobepa selaku saksi untuk Nason Uti.
Mereka diyakini PDIP sebagai saksi yang membuat keributan saat proses rekapitulasi. Cekcok berlanjut hingga terjadi perusakan fasilitas dengan menghancurkan kursi dan meja pimpinan sidang pleno. Peristiwa itu berlangsung ketika para saksi menyampaikan tanggapan keberatan sekitar pukul 11.30 WIT.
Ronny mengatakan, saat itu situasi rapat tidak berangsur kondusif meskipun KPU Paniai telah memberikan tanggapan kepada para saksi. Ketika itu, Ronny berkata aparat keamanan masuk ke dalam ruang pleno tanpa diminta.
Kepolisian yang berada di dalam ruangan adalah Kapolres Paniai, Kompol Deddy A. Puhiri dan sejumlah personel lain. Menurut Ronny, Deddy telah menginstruksikan agar rapat pleno bisa dilaksanakan secara damai, tetapi keributan kembali terulang.
Pada pukul 13.40 WIT, Kabag OPS Polres Kabupaten Paniai, AKP Hendry Joedo Manurung memasuki ruang rapat dan berbicara kepada pimpinan rapat.
“Kesepakatan kita Dapil tiga jangan dulu. Luruskan yang bermasalah yang tidak bermasalah lanjut, ternyata kalian bolak–balik, kamu jebak kami aparat, luar biasa, salut, hormat kalian komisioner, kamu tunggu, kamu bikin,” kata Hendry mengutip dari dokumen kronologis PDIP.
Akibat kejadian itu, rapat pleno mengalami skorsing dan dilanjutkan dua hari setelahnya yakni pada Jumat, 13 Desember 2024 dan berpindah lokasi di Nabire.
Atas kejadian itu, politikus PDIP Deddy Yevri Sitorus, meminta Presiden Prabowo Subianto agar menginstruksikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bertanggung jawab atas dugaan intervensi dan kekerasan oleh aparat kepolisian saat proses rekapitulasi pilkada di Paniai, Papua Tengah.
“Meminta perhatian dari Presiden Republik Indonesia Bapak Prabowo Subianto terutama agar meminta pertanggungjawaban dari Kapolri,” kata Deddy kepada wartawan, di gedung DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat, 13 Desember 2024.
Di kesempatan yang sama, Ronny menduga tindak kekerasan oleh kepolisian itu sebagai upaya menggagalkan proses rekapitulasi. “Dan kami menduga aparat kepolisian telah melakukan keberpihakan kepada salah satu pasangan calon gubernur,” kata Ronny.
Buntut kejadian tersebut, Ronny meminta agar Listyo dan atau Prabowo agar mencopot Kapolda Papua Tengah Brigjen Alfred Papera; Kapolres Paniai Kompol Deddy A. Buri; dan Kabag OPS Polres Paniai AKP Hendri Jodo Manuru.
Adapun nama-nama aparat tersebut merupakan personel kepolisian yang diduga terlibat langsung dalam peristiwa kekerasan itu.
Tempo sempat memeriksa rekaman video berdurasi empat menit 22 detik yang memperlihatkan situasi di ruang rekapitulasi Paniai. Dalam video itu, peserta dan polisi terlihat cekcok. Rekaman video itu tak utuh sehingga belum jelas apa sebab pertikaian itu dimulai.
Pada menit-menit awal video, terlihat situasi ruangan nampak tidak kondusif. Dua meja tergeletak di lantai dengan posisi terbalik. Seorang peserta rapat terekam melemparkan sebuah meja yang berada di area panggung ke arah seorang polisi. Ketegangan terpantau mulai mereda sekitar tiga menit setelahnya. Sejumlah peserta rapat kemudian membenahi meja.
Tempo sudah mencoba menghubungi Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Sandi Nugroho untuk memberikan keterangan soal tudingan ini. Namun, hingga artikel ini diterbitkan, dia belum merespons pesan WhatsApp dan panggilan telepon Tempo.