Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Peneliti BRIN: Otsus Papua Tidak Selesaikan Masalah

Otsus Papua bukan merupakan penyelesaian atau resolusi konflik Papua.

29 April 2024 | 18.23 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mahasiswa Papua melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, 7 April 2021. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Adriana Elizabeth, mengatakan, kebijakan Otonomi khusus atau Otsus Papua, tidak menyelesaikan masalah di Bumi Cenderawasih. Alasannya, selama 20 tahun berjalan Otsus tidak menyentuh akar masalah di Papua. Karena itu, Otsus Papua bukan merupakan penyelesaian atau resolusi konflik Papua.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Otsus hanya menyelesaikan sebagian resolusi pembangunan. Tidak ada ruang untuk memikirkan desain untuk menyelesaikan konflik di Papua,” kata Adriana dalam diskusi yang diadakan Koalisi Kemanusiaan untuk Papua di Graha Oikumene, Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Adriana, masalah Papua semakin komplek. Berdasarkan kajian LIPI – sekarang BRIN, ada empat akar masalah di Papua. Keempatnya yakni aspek pembangunan, diskriminasi, pemenuhan soal Hak Asasi Manusia (HAM), dan masalah politik sejarah integrasi Papua.

Dalam konteks pembangunan, Papua sudah mulai ada perubahan fisik. Namun, Adriana ragu pembangunan itu dilakukan atas keinginan masyarakat Papua. Dari aspek diskriminasi, masyarakat Papua juga masih mengalami diskriminasi rasial. “Kejadian pengepungan asrama Papua di Surabaya pada 2019 merupakan buktinya,” kata Adriana.

Selain itu, Adriana memandang, masih banyak masyarakat Papua menjadi korban pelanggaran HAM. Pemenuhan HAM juga tak ada kemajuan bahkan semakin memburuk. “Pelakunya juga semakin banyak,” kata Adriana. “Lalu masalah politik sejarah integritas juga belum tuntas.”

Selain empat masalah itu, Adriana melihat, masalah Papua semakin rumit. Ia menilai, muncul konflik sumber daya alam, konflik sosial, dan konflik politik.

Di sisi lain, pemerintah selama ini hanya menggunakan dua pendekatan untuk mengatasi masalah di Papua. Pendekatan itu justru tidak menyelesaikan masalah Papua. Keduanya yakni pendekatan pembangunan dan pendekatan keamanan yang sifatnya represif.

Melihat keadaan itu, Adriana lantas bertanya, apakah konflik Papua dirancang atau memang terjadi secara natural. Bila sengaja dirancang, konflik ini hanya bisa diselesaikan oleh si perancang. Tanpa ada niat si perancang untuk menghentikan, masalah di Tanah Papua tidak akan berhenti.

Hendrik Yaputra

Hendrik Yaputra

Bergabung dengan Tempo pada 2023. Lulusan Universitas Negeri Jakarta ini banyak meliput isu pendidikan dan konflik agraria.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus