Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Partai Ummat besutan politisi Amien Rais tengah bergejolak. Kisruh internal partai itu dipicu keputusan Musyawarah Majelis Syura yang digelar 16 Februari 2025 di Yogyakarta, yang hasilnya menetapkan kembali menantu Amien Rais, Ridho Rahmadi, sebagai Ketua Umum Partai Ummat periode 2025-2023. Di Partai Ummat, Amien Rais sendiri menjabat sebagai Ketua Majelis Syura.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebanyak 20 pengurus di tingkat provinsi (dewan pimpinan wilayah) se- Indonesia pun akhirnya menyerukan penolakannya. Mereka menuangkan sikap dalam bentuk tandatangan demi melawan keputusan yang dinilai cacat prosedur dan menyalahi Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Keputusan Majelis Syura Partai Ummat telah merusak tatanan demokrasi dan organisasi partai," kata Ketua DPW Partai Ummat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Dwi Kuswantoro, Selasa 18 Februari 2025.
Dwi membeberkan, setelah munculnya Surat Keputusan Majelis Syura Nomor :05/MS-Partai Ummat/Kpts/KS/lI/2025 Tentang Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Partai Ummat Periode 2025 - 2030, maka implikasi formal yang ditimbulkannya adalah Kepengurusan DPP Partai Ummat Periode 2021 - 2025 yang sebelumnya ditetapkan melalui Surat Keputusan Majelis Syura Nomor 02/MSPartai Ummat/Kpts/K-S/VIII2023, menjadi tidak berlaku.
"Hal itu juga tentu berlaku untuk kepengurusan Dewan Pengurus Wilayah, Dewan Pengurus Daerah, Dewan Pengurus Cabang dan Dewan Pengurus Ranting," kata dia.
"Sehingga praktis saat ini di jajaran Dewan Pengurus secara formal yang eksis dan legal hanyalah Ketua Umum. Dengan kata lain, hanya terdapat Ketua Umum sebagai satu-satunya pengurus yang sah di seluruh Indonesia," kata dia.
Kondisi ini, kata Dwi, memunculkan pertanyaan besar, tentang bagaimana tugas-tugas keseharian partai akan dijalankan. Juga bagaimana urusan administrasi internal dan eksternal partai. Khususnya yang berkaitan dengan lembaga pemerintahan.
"Dampak yuridis dan administratif akibat kekosongan kepengurusan ini sama sekali tidak dipikirkan dan diantisipasi," ujarnya.
"Semua ini merupakan akibat dari upaya perubahan AD/ART yang dilakukan secara terburu-buru dan sembrono semata-mata demi menghindari forum Musyawarah Nasional dan Laporan Pertanggungjawaban yang seharusnya disampaikan oleh ketua umum dalam forum tersebut," kata dia.
Dwi mengklaim penetapan Ridho Rahmadi sebagai Ketua Umum Periode 2025-2030 tidak sah. "Penetapan ketua umum jadi bermasalah dan tidak sah karena didasarkan pada AD/ART yang belum mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM," kata dia.
Ridho Rahmadi sebagai Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat periode 2021-2025 juga belum memberikan laporan pertanggungjawaban kepada Forum Musyawarah Nasional.
"Oleh sebab itu kami, DPW-DPW Partai Ummat se-Indonesia menolak dan tidak mengakui penetapan Ridho Rahmadi sebagai ketua umum," kata dia.
Dwi melanjutkan pihaknya juga menyesalkan sikap Majelis Syura dan langkah-langkahnya dengan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 05/MS-Partai Ummat/Kpts/K-S/II/2025, yang dinilai terlalu terburu-buru dan gegabah dalam mengambil keputusan. "Keputusan Majelis Syura diduga menjadi upaya memuluskan Ridho Rahmadi agar yang bersangkutan terhindar dan tidak memberikan laporan pertanggungjawaban sebagai ketua umum yang telah gagal menjalankan tugas," kata dia.
Dwi menduga keputusan ini bagian dari upaya memberikan legalitas kepada Ridho Rahmadi sehingga yang bersangkutan dapat menghindari kewajibannya sebagai ketua umum periode 2021-2025. "Yaitu mempertanggungjawabkan amanah yang diemban jabatannya tersebut," kata dia.
Tak adanya laporan pertanggungjawaban dari Ridho, kata Dwi, artinya membuat kegagalannya sebagai ketua umum tidak dapat dievaluasi dan dikritisi.
Tempo telah mencoba mengkonfirmasi Ridho soal penolakan pengurus atas penetapannya kembali sebagai ketua umum. Namun nomer telepon selulernya tidak aktif dan pesan yang dikirimkan tidak terkirim.