Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemilihan Wali Kota Banjarbaru 2024 sedang disorot oleh masyarakat. Pasangan nomor urut 01 Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah Alkaff unggul dibandingkan pasangan nomor urut 02, Erna Lisa Halaby-Wartono. Aditya-Said sudah didiskualifikasi oleh KPU satu bulan sebelum hari pemungutan suara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, surat suara masih menggunakan gambar Aditya - Said. KPU Banjarbaru menafsirkan pemilih yang mencoblos Aditya-Said sebagai suara tidak sah. KPU Banjarbaru tidak menetapkan mekanisme kotak kosong. Adapun mekanisme kotak kosong diberlakukan bila hanya ada satu pasangan calon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta, mengatakan Pilwakot Banjarbaru seharusnya diperlakukan sebagai calon tunggal versus kotak kosong. Sebab, Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah didiskualifikasi. Karena itu, ketika banyak masyarakat mencoblos paslon nomor urut 01 dapat diartikan sebagai memilih kotak kosong.
"Jadi harus diperlakukan calon tunggal. Ketika kotak kosong yang kebetulan gambarnya dipilih. Ini yang dianggap," kata Kaka saat dihubungi, Jumat, 29 November 2024.
Kaka mengatakan, KPU tidak boleh menafsirkan sendiri menjadi suara tidak sah. Apalagi tafsiran KPU tidak logis.
"Ini logika publik. Artinya, tidak memilih calon tunggal. Mana mungkin bisa memulihkan ketika sudah didiskualifikasi," kata Kaka.
Kaka mengatakan, KPU seharusnya bisa menggantisipasi adanya calon tunggal dengan mengganti surat suara. Pergantian logistik surat suara pilkada Banjarbaru juga lebih mudah karena pemilih tak sebanyak pemilih di Pulau Jawa.
"Ini salah KPU juga tak bisa menghadirkan kotak kosong dalam surat suara. Harusnya sudah diperhitungkan," kata Kaka.
Pun bila hanya melakukan sosialisasi, artinya KPU menyampaikan informasi hanya ada satu calon. Sehingga, logika masyarakat memilih kotak kosong.
Kaka menjelaskan, calon tunggal sudah diatur dalam Pasal 107 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Aturan itu menjelaskan satu pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen ditetapkan pemenang.
Namun, PKPU tak mengatur soal calon tunggal itu. Tepatnya pada PKPU Nomor 17 Tahun 2024 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota,
Kaka mengatakan, masalah ini berpeluang menjadi bahan gugatan kepada MK. Bila KPU tetap bersikukuh menafsirkan masyarakat memilih suara tidak sah, maka sejumlah pemantau Pilkada berpeluang untuk menggugat keputusan itu.
"Karena kita melawan argumen tidak logis. Ini harus diperlakukan kotak kosong sejak didiskualifikasi," kata Kaka.
Peneliti Perludem, Haykal mengatakan, masalah di Pilwalkot Banjarbaru unik dan spesifik. Menurut dia, perlu dilihat kronologi diskualifikasi itu apakah sudah sudah atau belum putusan inkrah. Kalau sudah inkrah, regulasi mengharuskan pasangan calon tidak bisa diganti kotak kosong. Apalagi diskualifikasi dilakukan berdekatan dengan pelaksanaan hari pemungutan suara.
"Kalau itu artinya, tidak ada pilihan memilih pasangan calon tak terdiskualifiksi," kata Haykal saat dihubungi, kemarin.
Haykal mengatakan, regulasi ini yang menjadi masalah. Ada kekosongan hukum sehingga ketika ada diskualifikasi tetap dinyatakan dua kandidat.
Tempo sudah mencoba menghubungi Komisioner KPU RI Idham Kholid untuk dimintai keterangan. Namun, Idham belum membalas.
Menurut catatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarbaru berdasarkan penghitungan form C1 per Jumat 29 November 2024, suara tidak sah mencapai 78.322, hampir dua kali lipat suara sah. Sementara, suara sah yang diperoleh pasangan calon (paslon), Lisa-Wartono sebanyak 36.165.
Lisa-Wartono diusung Partai Golkar, PDI Perjuangan, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PKS, Gelora dan Partai Non Parlemen, PBB, Perindo, Garuda, PSI. Sementara Aditya-Said didorong PPP, Hanura, Partai Buruh, dan Ummat.
KPU membatalkan pencalonan Aditya-Said pada 31 Oktober 2024. Pengumuman pembatalan pasangan nomor urut 2 itu disampaikan Ketua KPU Kota Banjarbaru Dahtiar di Kantor KPU Jalan Trikora Banjarbaru, Jumat 1 November 2024.
"Keputusan pembatalan tertuang dalam SK KPU Banjarbaru Nomor 124 Tahun 2024 tentang pembatalan Muhammad Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah sebagai pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru 2024," ujar Dahtiar dikutip dari Antara, Jumat.
Aditya-Said dibatalkan pencalonannya oleh KPU berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi Kalsel. Paslon petahana itu dinilai melanggar Pasal 71 Ayat (3) UU Pilkada. Pasangan calon petahana Wali Kota dan mantan Sekda Kota Banjarbaru tersebut memenuhi unsur menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon di Pilkada Banjarbaru sebagaimana diatur Pasal 71 Ayat (3) UU Pilkada.
"Keputusan mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan 31 Oktober 2024 di Banjarbaru," ucap Dahtiar tanpa memberikan kesempatan kepada wartawan untuk bertanya lebih lanjut terkait pembatalan pencalonan itu.