Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Penghapusan Jurusan di SMA, Dosen Undip: Siswa Tak Boleh Pasif

Kemendikbudristek menghapus jurusan di SMA sederajat seperti IPA, IPS dan Bahasa. Kebijakan ini mulai diterapkan di tahun ajaran 2024/2025.

28 Juli 2024 | 09.59 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA). TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Psikologi Universitas Diponegoro (Undip) Dian Ratna Sawitri mengatakan penghapusan jurusan di SMA oleh oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), membuat siswa harus lebih awal menentukan cita-cita mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Namun, cita-cita anak tidak bisa tumbuh di ruang hampa," ucapnya melalui panggilan WhatsApp pada Kamis, 25 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dian menjelaskan proses mengeksplorasi minat dan bakat siswa tak cukup jika hanya dilakukan selama satu atau dua bulan. Ia mencontohkan, di negara seperti Australia yang memiliki sistem pendidikan bagus, proses eksplorasi sudah diterapkan mulai sejak sekolah dasar (SD).

Meski begitu, kata Dian, eksplorasi saja tidak cukup. Di jenjang selanjutnya yakni SMP maupun SMA, siswa harus membentuk keyakinan terhadap kemampuan mereka. Keyakinan itu adalah proses dari mereka mencoba, pengalaman berhasil maupun gagal sejak kecil, serta timbal balik atau respons dari orang lain.

Oleh karena, Dian berujar kebijakan penghapusan jurusan di SMA perlu komprehensif dari hulu hingga hilir. "Siswa ini harus sudah ready untuk mengambil kuputusan dan siap mengesplorasi, enggak boleh pasif," ujarnya.

Dian mengusulkan, sekolah dapat menghadirkan role model bagi siswa agar terinspirasi, sebab keinginan anak untuk berkarier tidak muncul secara tiba-tiba. "Mereka mungkin terinspirasi menjadi influencer karena melihat media sosial," ucapnya.

Selain itu, sekolah dapat berkoordinasi dengan perguruan tinggi. Misalnya, untuk menjadi seorang akuntan ilmu apa saja yang dibutuhkan. Sehingga, walaupun siswa dibebaskan memilih mata pelajaran di kelas XI, tidak akan kebingungan.

Siswa kemudian perlu mendiskusikan dengan orang tua maupun guru tentang keinginan mereka ke depan. Menurut dia, budaya di Indonesia, anak-anak cenderung masih bergantung dengan orang tua mereka, misalnya dalam hal mengambil keputusan.

"Keterampilan mengambil keputusan tidak terlalu tergantung pada orang tua, meskipun harus tetap rasional dan berkomunikasi, tapi kemandirian untuk mengambil keputusan harus dipersiapkan dari awal," kata Dian.

Senada dengan itu, Pakar Pendidikan Holy Ichda Wahyuni mengatakan orang tua memegang peranan penting bagi siswa mengeksplorasi minat, bakat mereka. "Mereka yang seharusnya paling paham tentang minat, bakat, dan rencana studi anak-anak mereka," kata dia kepada Tempo, Senin, 22 Juli 2024.

Orang tua, kata Holy, seharusnya tidak menjadikan anak seperti apa yang dia mau, tetapi mengawal dan mendampingi anak untuk menemukan keinginannya. Ia berharap kebijakan ini mampu membangun kesadaran bagi orang tua bahwa tak ada lagi jurusan yang lebih unggul, tapi berbasis kebutuhan anak atau siswa.


Pilihan Editor: Penghapusan Jurusan di SMA, Kemendikbud: Banyak yang Salah Pilih Saat Kuliah

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus