LAIN yang direncanakan, lain yang dibangun. Ini terjadi di atas tanah 4.000 meter persegi di kawasan Malioboro, Yogyakarta. Awalnya di situ akan dibangun hotel bintang empat dengan 200 kamar, tapi yang muncul pusat perbelanjaan. Penyimpangan tersebut lantas diprotes. Sri Sultan Hamengku Buwono X mensinyalir ada yang tak beres dengan perubahan itu. Tudingan yang sama dilancarkan DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta. Pihak DPRD berpegang pada Surat Keputusan (SK) DPRD Nomor 17 Tahun 1991, yang isinya menyetujui penyertaan modal Pemda DIY dengan swasta. Pihak swasta, yakni PT Yogya Indah Sejahtera, diperkenankan memanfaatkan aset Pemda. Dengan sistem kontrak bagi hasil, di atas tanah yang sudah disebut tadi akan dibangun hotel berikut fasilitasnya, di antaranya areal parkir di lantai dasar. Ternyata, hotel yang direncanakan itu tak muncul. Yang nongol di sisi timur Jalan Malioboro adalah Malioboro Mall, pusat perbelanjaan, yang diresmikan setengah tahun lalu. "Hotel Malioboro mana?" tanya Abdurachman, anggota DPRD dari Fraksi Persatuan Pembangunan. Sementara itu, Sultan melayangkan surat kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Yogyakarta dan tembusannya ke Gubernur DIY Paku Alam VIII. Dalam surat Sultan itu, antara lain disebutkan selama ini terjadi banyak penyimpangan dalam pemanfaatan aset Pemda. Misalnya pada kasus pembebasan tanah bekas Hotel Trio dan pemanfaatan tanah bekas kompleks Colombo. Yang terbaru: pembangunan Malioboro Mall. "Dalam berbagai kasus, pemerintah daerah banyak dirugikan. Sebaliknya, oknum tertentu diuntungkan," ujar Sultan kepada TEMPO. Menanggapi tudingan tersebut, Samirin, Asisten II Sekretaris Wilayah Daerah yang juga Ketua Pengawas Pembangunan Malioboro Hotel, mengatakan tidak ada penyimpangan. Malioboro Mall, menurut Samirin, merupakan bagian dari Hotel Malioboro. Dan yang dimaksud dengan klausul fasilitas hotel antara lain arcade shop. Dalam pembangunannya, Pemda mendahulukan pusat perbelanjaan, dan hotelnya menyusul. Tapi pernyataan itu dibantah. "Mereka mau membangun di mana? La wong tanah yang dipakai sudah dua pertiga dari tanah yang ada," ujar Abdurachman. Reaksi Sri Sultan dan anggota DPRD akhirnya mengundang perhatian anggota DPR RI dari Komisi III. April lalu mereka berkunjung ke Kota Gudek dan menemui berbagai pihak untuk meneliti seberapa jauh penyimpangan yang terjadi dalam kasus Malioboro Mall. Kemudian disusul munculnya Panitia Khusus (Pansus) yang dibentuk DPRD. Selain menanyakan soal pembangunan Malioboro Mall, Pansus mempertanyakan soal penyertaan modal dari Pemda: awalnya dihitung sebesar 9,2 miliar rupiah lebih, turun menjadi 6,5 miliar rupiah. Pansus juga menyorot soal areal parkir: diharapkan memberikan masukan Rp 1 miliar setahun, tapi bakal merosot mengingat areal yang ada lebih sempit dari yang ditetapkan. Dalam pertemuan antara Samirin dan DPRD, Kamis pekan lalu, menurut sebuah sumber, kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan dalam pembangunan proyek tersebut makin terkuak. Yakni munculnya mall -- antara lain diisi oleh Matahari Shopping Center dan Mac Donald's -- merupakan terjemahan dari arcade shop, yang artinya adalah ruang yang disewakan. Juga diakui, kelak jika hotel dibangun, pihak proyek hanya membangun 151 kamar. Pertemuan hari itu baru menjawab tiga pertanyaan. Ada sembilan pertanyaan lain dari DPRD yang akan diajukan dalam pertemuan berikutnya dengan Samirin. Jadi, cerita Malioboro Mall itu belum selesai.Rustam F. Mandayun dan Heddy Lugito (Yogya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini