Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik
Masih Ada Harapan

Berita Tempo Plus

Para Perempuan Penggerak Aksi Massa 'Indonesia Gelap'

Para perempuan yang mewarnai massa aksi Indonesia Gelap bertebaran dari Jakarta hingga Yogyakarta. Bagaimana peran mereka?

25 Februari 2025 | 09.00 WIB

Perempuan Penggerak ‘Indonesia Gelap’
Perbesar
Perempuan Penggerak ‘Indonesia Gelap’

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Di utara Jakarta, ibu-ibu Kampung Akuarium sibuk menyiapkan makanan bagi peserta aksi massa Indonesia Gelap.

  • Perempuan lain ikut menggalang dukungan lewat media sosial.

  • Kini para aktivis perempuan menghadapi tantangan berbeda dengan aksi massa era Orde Baru.

KAMPUNG Susun Akuarium di Penjaringan, Jakarta Utara, pada Jumat, 21 Februari 2025, ramai sejak subuh. Para ibu heboh memasak beragam makanan untuk peserta demonstrasi mahasiswa "Indonesia Gelap", yang berkumpul di dekat Patung Arjuna Wiwaha, kawasan Monumen Nasional, Jakarta Pusat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Sebanyak 500 bungkus makanan berat dan 300 makanan ringan itu di bawah ke sekitar Monas untuk dibagikan secara gratis. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Para ibu yang memasak itu tergabung dalam Koperasi Akuarium Bangkit Mandiri. Mereka bekerja sama dengan gerakan Bareng Warga serta NCTzen Humanity & Help Indonesia membuka posko medis dan makanan di lokasi demo.

“Ibu-ibu merasa memiliki nilai yang sama dengan kami, dan itu cara mereka bersolidaritas dalam gerakan tersebut,” kata Icad, perwakilan Bareng Warga, kepada Tempo pada Senin, 24 Februari 2025.

Sementara itu, seorang perempuan bernama Nada Arini, 44 tahun, juga ikut turun ke jalan bergabung dengan ribuan mahasiswa selama dua hari berturut-turut pada 20-21 Februari 2025. Nada ikut menggalang teman-temannya di media sosial untuk turun ke jalan membagikan makanan kepada para peserta demo.

Aksi Indonesia Gelap di depan DPRD Provinsi Jawa Barat, Bandung, 21 Februari 2025. Tempo/Prima Mulia

Makanan yang mereka bawa, dari gorengan hingga buah-buahan, diminati para pendemo. Meski tidak berada di garis depan, Nada merasa berbagi makanan merupakan caranya ikut berkontribusi dalam aksi Indonesia Gelap. “Kan, itu hak kita. Kita berhak ada di sana,” kata perempuan yang tinggal di Jakarta Selatan itu.
 
Aksi bertajuk Indonesia Gelap digelar di Jakarta dan berbagai kota lain pada pekan lalu, 17, 20, dan 21 Februari 2025. Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia atau BEM SI serta elemen masyarakat lain yang menggagas aksi ini terinspirasi oleh tanda pagar #IndonesiaGelap yang viral di media sosial. Warganet awalnya menggunakan tagar itu setelah pemerintah membatasi peredaran gas elpiji 3 kilogram, yang menimbulkan antrean panjang di berbagai daerah.
 
Keresahan masyarakat terhadap kebijakan itu memantik tuntutan-tuntutan lain. Massa aksi mendesak pemerintahan Prabowo Subianto mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang dinilai bermasalah. Beberapa di antaranya adalah pemangkasan anggaran, program makan bergizi gratis, dan tidak cairnya tunjangan kinerja untuk dosen.
 
Pada puncak aksi, massa juga menyatakan solidaritas kepada band punk Sukatani, yang menarik lagu Bayar Bayar Bayar dari semua platform pemutar musik. Banyak pihak menduga polisi mengintimidasi band tersebut lantaran lagu mereka mengkritik kepolisian.
 
Ramainya aksi Indonesia Gelap tak terlepas dari media sosial. Keresahan masyarakat yang tertuang lewat tagar #IndonesiaGelap, #KaburAjaDulu, serta seruan solidaritas untuk Sukatani berawal dari media sosial dan bermuara di demonstrasi tersebut. 

Eno Liska Walini, 25 tahun, ikut meramaikan aksi itu. Ajakannya kepada warganet untuk ikut aksi Indonesia Gelap disukai 64 ribu orang dan diunggah ulang oleh 8,6 ribu orang. “Udah to the point aja, tentuin tanggal kapan kita cuti bareng. Ini masalah sebanyak ini gabisa selesai kalau kita aja misah-misah,” demikian dia menulis di X. Dalam cuitan selanjutnya, ia mengumumkan waktu dan tempat puncak aksi Indonesia Gelap, yakni Jumat, 21 Februari 2025, pukul 13.00 WIB di Istana Negara.
 
Setelah cuitannya viral, perempuan yang berdomisili di Jakarta itu berkata bahwa ada beberapa orang di media sosial yang mulai mencari teman untuk ikut aksi bersama. Menurut Eno, mereka membuat grup dan mengumpulkan massa hingga ratusan orang.
 
“Ada sekitar tiga orang yang saya kenal. Mereka mengumpulkan orang-orang yang baru mereka temui, dan itu membawa peserta aksinya sampai 130-an,” kata Eno kepada Tempo lewat telepon. “Mereka baru kenal, dan penggeraknya, yang menghubungi 130 orang itu, perempuan semua.”
 
Perempuan lain yang memimpin massa ke aksi Indonesia Gelap adalah Fidela Marwa Huwaida, Presiden Kabinet Keluarga Institut Teknologi Bandung (KM ITB). Sebanyak 80 mahasiswa dari berbagai jurusan di ITB naik bus pukul 08.00 WIB dari Kampus Ganesha menuju Jakarta pada Senin, 17 Februari 2025. Mereka, yang berasal dari ITB Ganesha, Jatinangor, dan Cirebon, sebelumnya mengisi formulir pendaftaran daring untuk ikut serta dengan KM ITB ke Ibu Kota. 

Aksi Indonesia Gelap di sekitar Patung Arjuna Wijaya, Jakarta, 21 Februari 2025. Tempo/Ilham Balindra

Fidela mengatakan banyak teman perempuannya yang ikut berunjuk rasa. Bagi dia, hal itu merupakan tanda bahwa kesempatan makin luas untuk perempuan menyampaikan aspirasi dan terjun ke dunia aktivisme. Bahkan, menurut dia, perempuan bisa menjadi poros pergerakan.
 
Setibanya di Jakarta, mahasiswa 22 tahun itu melihat banyak perempuan yang juga ikut bersuara dalam aksi Indonesia Gelap. “Aku rasa di sini aku melihat banyak teman perempuan yang berani. Bahkan waktu hari Jumat melihat banyak ibu-ibu yang ikut bersuara, yang ikut menyampaikan kritiknya, yang ikut berorasi,” ujar Fidela.

Nun di Yogyakarta, kawasan Jalan Malioboro juga dipenuhi massa yang tergabung dalam Aliansi Jogja Memanggil. Diah Kusumaningrum ikut dalam barisan mahasiswa dan aktivis di tengah terik Kota Gudeg tersebut.
 
Dosen Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itu juga bergabung dengan beberapa dosen kampusnya yang ikut turun ke jalan pada Kamis, 20 Februari 2025. Para dosen UGM mendukung mahasiswa mereka ikut aksi Indonesia Gelap, salah satunya dengan menyebarkan poster di media sosial. 

Contohnya, akun Instagram Serikat Pekerja Fisipol atau SPF UGM yang diinisiasi sejumlah dosen perempuan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Mereka mengunggah seruan agar sivitas akademika ikut serta dalam demonstrasi Indonesia Gelap. Ada juga dosen yang memindahkan kuliah mahasiswanya ke jam lain atau membatalkan kelas dan menggantinya dengan tugas khusus.

Di Sumatera Barat, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Padang (LBH Padang) Indira Suryani mendampingi mahasiswa yang berunjuk rasa di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Padang, Selasa, 18 Februari 2025.
 
Dalam aksi Indonesia Gelap, kata Indira, LBH Padang melakukan kampanye publik dan mendukung gerakan masyarakat sipil yang menyuarakan tuntutan. Selain itu, LBH Padang membentuk tim advokasi untuk massa aksi dan membuka hotline pengaduan.
 
“Kami membentuk tim advokasi untuk demonstran. Situasi cukup kondusif. Tidak ada kekerasan atau intimidasi yang dirasakan oleh massa aksi,” katanya saat ditemui di kantor LBH Padang, Jalan Pekanbaru 11A, Ulak Karang, Kota Padang.

Aksi Indonesia Gelap di depan DPRD Provinsi Jawa Barat, Bandung, 21 Februari 2025. Tempo/Prima Mulia

Yuniyanti Chuzaifah, pegiat hak perempuan yang meriset gerakan perempuan pada era Orde Baru, menilai saat ini aktivis perempuan menghadapi tantangan berbeda. Pada masa Soeharto, gerakan perempuan kerap harus menggunakan taktik politik halus untuk menyampaikan aspirasinya. 
 
Yuni berkata, dulu perempuan dibatasi sehingga hanya bisa memprotes isu-isu tertentu, seperti yang dilakukan Suara Ibu Peduli. Organisasi masyarakat sipil itu terkenal karena memprotes isu langkanya stok susu bagi anak pada zaman Soeharto. Isu tersebut menjadi pintu masuk mereka untuk menyuarakan kritik lain. Kini, menurut Yuni, pola gerakan perempuan bisa lebih masif dan beragam.
 
Hal yang masih sama adalah kontribusi para aktivis perempuan selalu ada. Jika para aktivis perempuan pada Orde Baru membuka pos logistik bagi para mahasiswa pada Mei 1998, kini para perempuan membuka posko medis dan konsumsi dalam aksi Indonesia Gelap. Jika para aktivis Suara Ibu Peduli menggunakan taktik memprotes harga susu, kini aktivis perempuan banyak menyuarakan berbagai isu.
 
Yuni menilai gerakan perempuan merupakan gerakan yang memperjuangkan nilai alih-alih figur tertentu. “Jadi, kalau rezimnya merusak nilai, tetap akan banyak kelompok yang resistan,” ujar eks komisioner Komisi Nasional Perempuan itu.

Shinta Maharani dari Yogyakarta dan Fachri Hamzah dari Padang berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Nabiila Azzahra

Nabiila Azzahra

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini menjadi reporter Tempo sejak 2023 dengan liputan isu internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus