Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perempuan korban narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (napza) menanggung stigma yang berat. "Perempuan pengguna napza memiliki double atau triple stigma, satu sebagai perempuan, kedua sebagai pengguna, ketiga sebagai kriminal," kata Fiona Putri Hasyim dari Perempuan Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PPNKI) dalam konferensi pers di Gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta Pusat, pada Selasa, 6 Maret 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal ini disuarakan Fiona menjelang Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret 2016. Dari penelitian Perempuan Bersuara pada 2014 dan 2015, kekerasan terhadap perempuan di atas 18 tahun pengguna Napza suntik di wilayah Jawa Barat, Banten, dan Jakarta masih tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga: Kisah Gadis Pengguna Narkoba di Bandung
Sebanyak 60 persen perempuan itu mendapat kontak fisik oleh petugas penegak hukum dan mendapat kekerasan secara verbal seperti dihina, dicaci dan dimaki. Sebanyak 27 persen dilecehkan secara fisik seperti ditampar, ditendang atau dipukuli. Dan lima persen lainnya dilecehkan secara seksual dalam proses penangkapan.
Perempuan korban napza juga mendapatkan kekerasan dari pasangan intim. Sekitar 90 persen perempuan yang menyuntikan napza mengalami kekerasan baik secara fisik, psikologis, maupun seksual. "Kami ingin menyuarakan tujuh tuntutan kepada pemerintah," kata Fiona.
Tuntutannya antara lain ialah melibatkan perempuan korban napza dalam menyusun kebijakan hukum dan rehabilitasi. "Karena perempuan memiliki kebutuhan yang berbeda dari laki-laki," kata Fiona.
Tuntutan lain ialah hak kesehatan bagi perempuan korban napza sampai di lapas, hapuskan stigma, diskriminasi, dan kekerasan terhadap perempuan korban napza, baik dari masyarakat, maupun negara.
Selain itu, mereka juga menuntut praktek dekriminalisasi korban Napza dalam sistem peradilan pidana. "Pengguna napza itu pengguna bukan kriminal tapi korban," kata Fiona.
Tuntutan ini akan disuarakan pada Kamis, 8 Maret 2018, dalam Parade Juang Perempuan Indonesia yang akan diselenggarakan di Jakarta bersama berbagai organisasi dan kelompok masyarakat.
FADIYAH