Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Perhimpunan Pendidikan Minta Pelaksanaan Kurikulum Sekolah Penggerak Ditunda

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) meminta Kemendikbudristek menunda pelaksanaan kurikulum sekolah penggerak.

13 Juli 2021 | 21.52 WIB

Seorang anak memakai seragam sekolah saat diperiksa tekanan darah sebelum menjalani vaksinasi Covid-19 di Kantor Walikota Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa, 6 Juli 2021. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menargetkan 1,3 juta anak usia 12 tahun ke atas untuk disuntik vaksin Covid-19 guna mencapai herd immunity pada Agustus mendatang. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Perbesar
Seorang anak memakai seragam sekolah saat diperiksa tekanan darah sebelum menjalani vaksinasi Covid-19 di Kantor Walikota Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa, 6 Juli 2021. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menargetkan 1,3 juta anak usia 12 tahun ke atas untuk disuntik vaksin Covid-19 guna mencapai herd immunity pada Agustus mendatang. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menunda implementasi kurikulum Sekolah Penggerak di 2.500 sekolah seluruh Indonesia. “Momentumnya tidak tepat untuk mengubah kurikulum,” kata Satriwan kepada Tempo, Selasa, 13 Juli 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Satriwan mengatakan Kemendikbudristek belum optimal menyiapkan konsep ini. Misalnya, buku teks pelajaran kurikulum baru yang belum ada hingga 11 Juli. Padahal, 12 Juli sudah dimulai tahun ajaran baru. “Sekolah Penggerak di 2.500 sekolah apa bisa mengakses internet? Sedangkan Kemendikbud menyampaikan buku-buku via WhatsApp, website,” katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Alasan lainnya, Satriwan menilai perangkat pembelajaran kurikulum Sekolah Penggerak belum tersedia lengkap. Pemahaman guru terhadap kurikulum baru ini juga masih minim dan meraba-raba, karena pelatihannya yang kurang maksimal. Para guru di SMP maupun SMA hanya mendapat pelatihan intens selama 10 hari secara daring. Bahkan, pelatihan terhadap guru SMP baru selesai pada 5 Juli lalu atau sepekan sebelum tahun ajaran baru.

Satriwan yang juga mengikuti pelatihan terkait kurikulum baru ini mengatakan, banyak guru yang mendapatkan nilai tes rendah terkait pemahamannya atas kurikulum baru tersebut. “Ketika post test, nilainya kecil-kecil. Bayangkan nilai mereka 50, 55, 40, apa layak untuk mengejar kurikulum baru?” ujarnya.

Satriwan sendiri setuju dengan ide penyederhanaan kurikulum Sekolah Penggerak. Namun, persiapannya masih belum matang. Menurut dia, implementasi kurikulum ini bisa membebani orang tua dan siswa jika kompetensi guru masih bermasalah.

Semestinya, kata Satriwan, Kemendikbudristek melakukan uji publik, sosialisasi, dan pelatihan bagi guru yang optimal. “Jika kondisi di atas tetap dipaksakan, anak akan menjadi korban kebijakan yang tidak konstruktif di masa krisis,” ucapnya soal rencana pelaksanaan kurikulum baru sekolah penggerak.

Friski Riana

Lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana pada 2013. Bergabung dengan Tempo pada 2015 di desk hukum. Kini menulis untuk desk jeda yang mencakup isu gaya hidup, hobi, dan tren. Pernah terlibat dalam proyek liputan Round Earth Media dari International Women’s Media Foundation dan menulis tentang tantangan berkarier para difabel.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus