USAI melapor kepada Presiden Soeharto di Istana Merdeka Sabtu pekan lalu, Kepala Bakin Yoga Sugomo mengungkapkan, "Akhir-akhir ini ada usaha yang makin nyata untuk menunggangi masalah-masalah politik yang bisa dianggap rawan." Sisa PKI? Ternyata bukan. Yoga memberikan contoh Al Ikan, majalah terbitan Yogyakarta yang pada edisi nomor 4 Tahun 1984 menyanjung tokoh-tokoh pemberontak Kartosuwirjo, Kahar Muakar dan Daud Beureueh. Menurut Yoga, isi tulisan majalah itu bahkan membenarkan perjuangan ketiga orang itu. Hal ini, kata Yoga, sangat berbahaya karena bisa menimbulkan kerawanan bila dibaca dan dipercayai anak-anak muda yang tidak mengerti sejarah serta latar belakang pemberontakan orang-orang itu. "Gambaran yang keliru itu dapat memberikan pandangan yang salah terhadap generasl muda," katanya. Karena itu. ia menyesalkan para pengasuh Al-Ikhwan yang dianggapnya tidak memikirkan lebih jauh akibat tulisan itu yang bisa menimbulkan informasi yang keliru. Menurut Kepala Bakin, mereka yang bertanggung jawab terhadap penerbitan itu belum diminta keterangannya. Tapl kelompok yang menunggangi itu sudah bisa diidentifikasikan, karena Al-Ikhwan merupakan penjelmaan Ar-Risalah, penerbitan yang tahun lalu sudah dilarang. Adakah unsur luar yang membiayai mereka? "Saya tidak berani bicara," jawab Yoga. Al-Ikhwan memang penjelmaan ArRisalah. "Nama Ar-Risalah memang kami ganti karena dilarang terbit," kata salah seorang pengasuh majalah itu. Seperti Ar-Risalah, Al-Ikhwan juga diterbitkan oleh BKPM (Badan Koordinasi Pemuda Masjid) Yogyakarta yang beralamat di Jalan Rajawali. "Alamatnya memang di sini, tapi pengasuhnya entah di mana. Mereka datang hanya untuk mengambil wesel dari para langganan," kata seorang penghuni alamat tadi. Al-Ikhwan (persaudaraan) memang tak jauh berbeda dengan Ar-Risalah. Ukuran buletin delapan halaman ini sama dengan pendahulunya, kecuali nomor 5 (nomor terakhir yang terbit Maret lalu) yang ukurannya lebih kecil. Dengan kop judul Untuk Kalangan Seniri, yang menurut seorang pengasuhnya berarti: untuk umat Islam atau yang mau mendengarkan suara Islam. Kabarnya, buletin ini dicetak 20.000 eksemplar, 12.000 di antaranya beredar di Jakarta. Peredarannya dilakukan lewat organisasi pemuda masjid di seluruh Indonesia. Artikel tentang tiga tokoh pemberontakyang dituding Yoga sebenarnya bukan khusus menupas ketia tokoh itu. Foto ketiga orang tadi dimuat di halaman depan, sebagai ilustrasi artikel mengenai "Tuduhan Subversif terhadap NII". Teks foto itu sendiri menyebut Kartosuwirjo "Bapak Proklamartor Negara Islam Indonesia beserta para penggantinya, Kahar Muzakar dan Daut Beureueh." Pembenaran terhadap perjuangan Kartosuwirjo juga muncul dalam resensi buku otobiografi Al Banna, tokoh Ikhwanul Muslimin, antara lain lewat kutipan tulisan beberapa penulis asing. Tulisan tersebut, kata seorang pengasuh Al Ikhwan, bertujuan "meluruskan sejarah", karena"sejarah sekarang banyak yang dikaburkan atau dipenggal". Sumber ini mengakui leblh mempercayai versi sumber luar negeri dibanding "versi pemerintah". Artikel lain dalam Al-Ikhwan mengejutkan juga, dipandang dari kaca mata awam saat ini. Dalam edisi nomor 4 itu, misalnya, ada artikel berjudul "Pancasila Berhala Penghalang Islam", yang konon diterjemahkan dari majalah Muslim Media terbitan London. Komandan Kodim 0734 Yogyakarta Letnan Kolonel M. Hasbi menilai cara kerja pengasuh buletin itu rapi. Artinya, tidak tergantung tokoh tertentu. Begitu pemimpinnya tertangkap, muncul penggantinya. Hingga kini tujuh pengasuh Ar-Risalah masih ditahan. Yang terakhir Irfan Suryahadi, pemimpin redaksi Ar-Risalah dan kemudian juga Al-lkhwan, yang ditahan sejak 8 Februari 1984.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini