Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Perubahan Sungai Dingin mulai terlihat pada Februari lalu.
Warga melaporkan PT EBH atas dugaan pencemaran lingkungan.
Lima warga kampung menjadi tersangka atas laporan dari perusahaan.
JAKARTA – Air Sungai Dingin tidak lagi jernih. Aktivitas pertambangan batu bara diduga mencemari sungai yang melintas di Kampung Dingin, Kecamatan Muara Lawa, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, itu. Padahal banyak warga kampung yang mengandalkan air sungai untuk mandi dan mencuci. "Februari lalu, saya ke lahan. Saya lihat, kok, Sungai Dingin airnya keruh?" kata Yonatan, warga Kampung Dingin yang saat ini menetap di Kampung Muara Lawa, kemarin, 15 Maret 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah pindah ke kampung sebelah, Yonatan memang tidak bisa setiap saat menengok lahannya di Kampung Dingin. Karena itu, dia baru tahu bahwa air Sungai Dingin telah berubah. Ia lantas menyampaikan informasi itu kepada Albertus Maring, warga Kampung Dingin. "Saya beri tahu dia bahwa sungai kotor dan aliran airnya kecil," ujar Yonatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Maring ternyata juga baru mengetahui informasi soal air Sungai Dingin yang telah berubah menjadi keruh tersebut. Ia buru-buru melapor kepada Ketua Umum Organisasi Masyarakat Dayak Kalimantan Timur, Erika Siluq. Mereka berdua lantas menelusuri sungai untuk mengetahui sumber masalahnya. Di hulu, mereka menemukan aktivitas penambangan batu bara yang dilakukan PT Energi Batu Hitam (EBH).
Menurut Erika, untuk mendukung aktivitas penambangan, perusahaan membangun jembatan yang menutup anak Sungai Dingin, yaitu Sungai Payang dan Sungai Bawan Jangang. "Sehingga daerah aliran sungai menjadi rusak dan tercemar," kata Erika.
Erika mengatakan, berdasarkan kesaksian seorang warga Kampung Lotaq, penimbunan aliran sungai itu dilakukan pada 11 Februari 2023. Material yang digunakan untuk menutup sungai adalah bongkahan tanah dari penambangan batu bara. "Sehingga aliran sungai menjadi keruh dan kotor," ucap perempuan berusia 38 tahun ini. "Aliran juga jadi kecil karena tertimbun."
External Affairs PT EBH, Gabriel Theofany, mengatakan, secara umum, operasi penambangan memang berdampak terhadap lingkungan. Namun ia berharap masyarakat tidak langsung menuduh perusahaannya yang harus bertanggung jawab atas kerusakan Sungai Dingin. "Yang bisa menentukan ini pencemaran atau bukan adalah pihak yang berwenang, misalnya Dinas Lingkungan Hidup," ujar Theo. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kutai Barat, kata Theo, sudah mengunjungi PT EBH yang berlokasi di Kecamatan Muara Lawa. "Setiap rekomendasi dan arahan dari Dinas Lingkungan Hidup itu pasti kami tindak lanjuti dalam rangka tindakan perbaikan."
Berdasarkan hasil pemeriksaan Dinas, Theo melanjutkan, kegiatan operasional PT EBH hanya bertanggung jawab atas perbaikan Sungai Payang dan Sungai Dingin. Bahkan, berdasarkan hasil uji sampel dari Sungai Dingin pada Desember 2022, DLH memastikan mutu air Sungai Dingin masih berada di ambang batas standar. "Baku mutu air masih dinilai standar," katanya. "Bisa dikatakan sebagai air yang layak, bukan dalam arti bisa langsung dikonsumsi karena ini kan air sungai."
Adapun langkah yang sudah dilakukan perusahaan adalah menanam cover crop (tanaman penutup tanah bekas tambang) dan membuat gorong-gorong agar aliran sungai lancar. "Kami berkomitmen untuk melakukan perbaikan lingkungan," Theo mengklaim.
Sungai Kakkah Luyus yang tertutup tanah di kampung Dingin, Kecamatan Muara Lawa, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Dok Erika Siluq
Selain itu, kata Theo, perusahaan menyediakan air bersih untuk warga Kampung Dingin. Paling tidak, saat ini perusahaan telah membangun lima titik sumur bor di sana. "Jadi, ini adalah salah satu cara kami untuk menanggulangi klaim pencemaran lingkungan," ujarnya. Di sisi lain, Theo menambahkan, PT EBH bukan satu-satunya perusahaan yang membuka aktivitas penambangan batu bara di kawasan tersebut. Karena itu, perlu ada penelitian lebih lanjut untuk memastikan apakah pencemaran Sungai Dingin memang disebabkan oleh perusahaannya. "Karena bukan hanya kami saja yang beroperasi di sini."
Erika membenarkan bahwa di kawasan hulu Sungai Dingin memang ada beberapa perusahaan pertambangan batu bara yang beroperasi. Namun dia yakin PT EBH adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas pencemaran sungai di kawasan itu. "Sejak mereka melakukan penambangan, sungai tercemar. Padahal dulu tidak pernah ada," kata Erika. "Mereka juga (perusahaan) yang paling besar di sini, makanya kami buat laporan ke DLH dan ke Polres Kutai Barat."
Bupati Kutai Barat Fransiskus Xaverius Yapan mengatakan belum mendapat laporan tentang pencemaran di Sungai Dingin tersebut. "Nanti saya tanyakan dulu benar atau tidaknya," ujar Yapan. Sementara itu, Kepala DLH Kabupaten Kutai Barat Ali Sadikin hingga semalam tidak bisa dihubungi.
Kepala Kepolisian Resor Kutai Barat, Ajun Komisaris Besar Heri Rusyaman, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima laporan dari warga Kampung Dingin tentang dugaan pencemaran sungai di tempat itu. Namun polisi tak dapat langsung bertindak karena kewenangannya terbatas dalam memproses perkara ini. "Kan yang punya kewenangan untuk menentukan ini tercemar atau tidak adalah DLH," kata Heri. "Tapi akan tetap diproses, makanya kami menggandeng pihak terkait dalam penanganan laporan ini."
Saling Lapor
Sebelum terjadi pencemaran Sungai Dingin, masyarakat kampung sebenarnya sudah memprotes kehadiran PT EBH di tempat itu. Sebab, masyarakat menilai aktivitas PT EBH berdampak pada lahan dan lingkungan tempat tinggal mereka. "Perusahaan membangun gudang bahan peledak di sekitar lahan kami," kata Erika. "Kami menuntut ganti rugi yang sesuai karena rusaknya lahan kami."
Setelah ada tuntutan itu, sempat dilakukan pertemuan antara warga dan PT EBH untuk membahas biaya ganti rugi lahan. Namun dalam pertemuan itu tidak tercapai kata sepakat. "Sampai awal 2023, kami ajukan klaim kembali, tapi tidak dipenuhi," ucap Erika.
Sekarang, kata Erika, setelah Sungai Dingin tercemar akibat aktivitas penambangan, masyarakat tidak lagi berharap mendapat ganti rugi. Mereka hanya ingin PT EBH berhenti beroperasi agar kondisi Sungai Dingin kembali seperti sebelumnya. Karena itu, pada 20 Februari lalu, Erika melaporkan PT EBH ke Polres Kutai Barat atas dugaan pencemaran lingkungan. "Tolong PT EBH pergi dari sini dan mempertanggungjawabkan perbuatannya," kata dia.
Belakangan, Erika mengetahui ternyata PT EBH juga membuat laporan ke Polres Kutai Barat. Pihak yang dilaporkan adalah dirinya dan empat warga kampung. "Kami dilaporkan dengan dugaan pasal mengancam dengan kekerasan secara melawan hukum karena kami dianggap menutup paksa PT EBH," ujar Erika. "Adik saya juga ditersangkakan dengan pasal merintangi kegiatan pertambangan."
Kapolres Kutai Barat Ajun Komisaris Besar Heri Rusyaman membenarkan bahwa kepolisian telah memeriksa Erika dan empat warga Kampung Dingin sebagai tersangka berdasarkan laporan dari PT EBH. Sejauh ini, penyidik tidak menahan mereka karena Erika dan teman-temannya dinilai kooperatif.
Bupati Kutai Barat F.X. Yapan menyarakan agar persoalan lahan antara masyarakat Kampung Dingin dan PT EBH dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Politikus PDI Perjuangan tersebut mengingatkan agar masyarakat tak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan orang lain. "Kan lebih bagus kalau saling duduk bareng menyelesaikannya," ucap Yapan.
Ketua Badan Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nasional Kalimantan Timur, Saiduani Nyuk, mendesak Pemerintah Kabupaten Kutai Barat memperhatikan kondisi masyarakat adat saat ini. Pemerintah harus segera membentuk tim khusus untuk menginvestigasi dugaan pencemaran lingkungan yang terjadi di Kampung Dingin. "Pemda harus memberi pelindungan dan melakukan advokasi kepada masyarakat adat, serta mengevaluasi izin usaha pertambangan perusahaan tersebut."
Saiduani menambahkan, konflik yang terjadi di Kampung Dingin bisa dianggap sebagai sinyal tentang wilayah masyarakat adat yang perlahan digerus korporasi. "Ini akan terus berlanjut kalau tidak segera ditangani," ujarnya.
ANDI ADAM FATURAHMAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo