Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pertanyaan Dijawab Tanpa Menuding

Jawaban pemerintah di depan d.p.r mengenai masalah pertamina, atas pertanyaan 7 anggota d.p.r dari fkp setelah kasus h.thahir terungkap. pemerintah tidak menuding ibnu sutowo sebagai koruptor.

24 Mei 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KASUS Pertamina ramai lagi. Pekan ini di DPR pemerintah memberi jawaban atas pertanyaan 7 anggota DPR dari Fraksi Karya Pembangunan mengenai masalah Pertamina. Diajukan pada 14 Februari 1980 -- 10 hari setelah kasus Haji Thahir terungkap, sebagian pertanyaan itu menyangkut banyak hal. Misalnya: Apakah di samping kasus H. Thabir pemerintah tidak menemukan kasus-kasus yang sama atau sejenis? Bagaimana kesimpulan pemerintah mengenai kepemimpinan Dr. Ibnu Sutowo selama menjadi Dir-Ut Pertamina? Baaimana penyelesaian utang Pertamina sampai sekarang ini? Munculnya pertanyaan itu menunjukkan bahwa penyelesaian masalah Pertamina ternyata dianggap belum tuntas. Terungkapnya kasus Thahir telah memunculkan banyak pertanyaan lama di antara masyarakat yang selama mi menggantung tanpa jawab. Misalnya Siapa yang dianggap paling bertanggung jawab atas terjadinya krisis Pertamina, Ibnu Sutowo ataukah Dewan Komisaris? Mengapa bekas Dir-Ut Ibnu Sutowo tampaknya tak tersenggol tuntutan hukum? Ada yang menganggap pertanyaan F-KP itu "lunak" dan hanya merupakan "permainan politik" menjelang pemilu 1982. "Pertanyaan itu tidak kami ajukan untuk mencari creditoint menjelang pemilu," bantah Djoko Sudjatmiko, salah seorang dari 7 anggota F-KP yang mengajukan pertanyaan. Motif pengauan pertanyaan itu menurutnya, didasarkan atas "politik nasional dan bukannya golongan." "Kami melihat adanya sesuatu yang tidak beres di Pertamina," kata Rachmat Witular, juga salah seorang penanya. Pengelolaan administrasi perusahaan negara itu harus dipertanggungjawabkan pada rakyat. "Karena dulu ada masalah yang menggantung, kami ingin tahu apakah pelaksanaan amanat itu sudah ada atau belum." Juga, "agar kita jangan terantuk batu yang sama lagi," lanjut Rachmat. Lunak atau tidak, toh masyarakat mengharap kali ini pertanyaan tersebut tak menguap. Sesuai dengan peraturan tata tertib DPR pasal 34 dan 35, anggota DPR secara perseorangan maupun bersama-sama -- lewat pimpinan DPR dapat mengajukan pertanyaan pada pemerintah. Namun tidak semua pertanyaan DPR harus dijawab. "Dilihat lebih dulu pertanyaannya. Kalau memang pantas dijawab, pemerintah pasti menjawabnya," kata Sekretaris Kabinet Ismail Saleh. Rupanya pertanyaan F-KP kali ini dianggap pantas dijawab. Malah Presiden tampaknya menanggapinya secara serius. Kurang dari 10 hari setelah pertanyaan itu disampaikan pada Presiden pada 25 Februari lalu sejumlah menteri dan pejabat tinggi berembuk di gedung Sekretariat Negara, Jalan Veteran Jakarta. Dengan dibekali petunjuk Presiden agar pertanyaan itu dijawab "selengkap mungkin", mereka -- antara lain menteri-menteri Widjojo Nitisastro, Radius Prawiro, Subroto, Sumarlin, Sudharmono, Jaksa Agung Ali Said dan Dir-Ut Pertamina Piet Haryono -- menggodok jawaban pemerintah. Kabarnya pertemuan serupa diadakan sampai 4 kali. Dan hasilnya sebuah jawaban pemerintah setebal lebih kurang 25 halaman. Itu yang pada 21 Mei ini dibacakan oleh Menteri Sekretaris Negara Sudharmono di depan sidang pleno DPR. Mungkin yang paling ingin diketahui dari jawaban tersebut adalah kesimpulan pemerintah tentang kepemimpinan Ibnu Sutowo selama menjabat Dir-Ut Pertamina. Ketua DPR Daryatmo pertengahan Februari lalu pernah mengatakan: "Masalah Pertamina perlu dilacak secara keseluruhan, agar diketahui apakah Ibnu Sutowo seorang koruptor atau pahlawan." Mereka yang mengharapkan sikap pemerintah yang galak terhadap bekas Dir-Ut ini mungkin bakal kecewa. Sebah pemerintah cenderung untuk tidak menuding Ibnu Sutowo sebagai koruptor. Beberapa kesalahannya memang diakui, namun jasajasanya tak pula diabaikan. Ada pengakuan tak langsung bahwa semua tindakan Ibnu Sutowo itu didasari atas iktikad baik: untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan. Misalnya diakui jasa Ibnu Sutowo yang berhasil membangun Pertamina dari sebuah lapangan minyak tua menjadi perusahaan raksasa. Toh diakui, kesulitan besar Pertamina terjadi pada masa kepemimpinan Ibnu Sutowo: Diakui juga adanya iktikad baik Ibnu Sutowo untuk berperan lebih besar dalam pembangunan baik secara pribadi maupun lewat Pertamina. Namun karena kelemahan di bidang manajerial, serta melesetnya dugaan pada perkembangan situasi ekonomi internasional, usaha tersebut gagal. Dan pemerintah tak lupa: Ibnu Sutowo -- yang sekarang berstatus bebas -- telah memberi bantuan sepenuhnya usaha pemerintah, dalam mengatasi krisis Pertamina dengan memberi kesaksian-kesaksian yang diperlukan. PUASKAH fraksi-fraksi di DPR menghadapi sikap semacam itu? Kalau tidak puas, apa yang akan dilakukan? Dari F-PDI Sabam Sirait mengungkapkan." Bisa saja kami membikin pertanyaan yang lebih dalam dari itu." Sedang Hamzah Haz, dari F-PP, punya pendapat yang lebih keras. "Kalau ternyata penjelasan pemerintah belum memuaskan, kami bisa memakai hak angket," ujarnya. Hak angket dilaksanakan DPR -- kalau usul angket diterima -- dengan membentuk suatu Panitia Khusus Penyelidikan. Sikap yang empunya pertanyaan sendiri tampaknya lebih berhati-hati. "Harus dilihat segi efektivitasnya. Kalau kita mengangket, tapi salah arah, nanti bisa jadi kayak badut saja," kata Rachmat Witular. Puas atau tidak, bersama rekan sefraksinya Rachmat tidak akan tinggal diam. Mereka merencanakan akan mengecek jawaban pemerintah itu dari sumber lain. F-KP, menurut Rachmat, akan memperdalam pertanyaannya sektor per sektor. Namun diakuinya bahwafraksinya tidak akan bertindak terlalu jauh, yang bisa "merusak strategi yang lebih luas." Pertanyaan F-KP tentang Pertamina bukan satu-satunya pertanyaan dari I)PR. F-PDI juga mengajukan pertanyaan tentang penyelesaian masalah Garuda, serta mengenai kebijaksanaan ekonomi serta pengawasan pembangunan nasional. Sedang F-PP menanyakan tentang manipulasi yang terjadi di BNI 1946. Belum dipastikan kapan pemerintah akan menjawab kedua pertanyaan tersebut. Namun dari pihak pemerintah sudah terdengar keluhan: "Repot, nantinya kalau DPR terus membombardir dengan pertanyaan," kata seorang pejabat tinggi ". Mending kalau pertanyaannya jelas dan tidak kabur." Tapi pihak DPR rupanya tak mau mengalah. "Lho, menjawab pertanyaan itu kan tugas pemerintah," kata seorang anggota DPR dari F-KP. Memang mungkin akan merepotkan pemerintah, kalau DPR memberondong pertanyaan. Lebih-lebih bila itu hanya "sekedar bertanya". Namun bila memang dianggap tidak pantas, pemerintah bisa saja tidak meladeninya. DPR boleh kesal, atau pura-pura kesal, tapi buat apa?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus