KOTA Takengon mendadak gerah Senin pagi pekan lalu. Sekitar 500 pemuda unjuk rasa di halaman gedung DPRD Kabupaten Aceh Tengah sambil membawa spanduk bertuliskan "O . . . DPRD, carilah pemimpin yang bebas skandal dan korupsi" dan "Kami tak ingin pemimpin yang rakus, serakah, dan tak bermoral". Beberapa pemuda kemudian masuk gedung dan memaksa bertemu dengan pimpinan dewan sementara, M. Yakub Sidang Temas, 64 tahun, dari Fraksi PP. Kata delegasi pemuda itu, rekan-rekan mereka akan menyampaikan petisi. Yakub lalu keluar bersama anggota termuda, Irama Bukit Putra dari Fraksi PDI. Begitu kedua pimpinan sementara DPRD itu muncul, wakil pemuda, Selamat Sukarman, 42 tahun, yang menjabat sebagai wakil ketua AMPI Aceh Tengah, tampil membacakan petisi setebal tiga halaman. Intinya: mereka menuntut DPRD Aceh Tengah mengambil langkah tegas terhadap jabatan Kolonel Teuku Moehammad Yoesoef Zainoel selaku Bupati Aceh Tengah. Soalnya, menurut petisi itu, rakyat sudah benci sama Bupati Yoesoef sebagaimana tercermin dengan pelemparan ruang kerjanya 12 Agustus silam. Dosa Bupati Yoesoef, menurut petisi tersebut, antara lain telah memutasikan beberapa pejabat pemda berlandaskan sentimen pribadi, terlampau sering bertugas ke luar kota sehingga mengganggu kelancaran kerja di kantor bupati. Terakhir, menurut mereka, Yoesoef mencoba memaksakan calonnya menjadi ketua DPRD Aceh Tengah periode 1992-1997. Petisi yang dimotori berbagai organisasi pemuda itu, seperti Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI), Forum Komunikasi Putra Putri ABRI (FKPPI), dan Pemuda Pancasila, juga dikirimkan kepada Menteri Dalam Negeri, Gubernur Daerah Istimewa Aceh, dan Panglima Kodam I Bukit Barisan. Usai pembacaan petisi, massa kirab keliling kota. Jumlah pemrotes membengkak menjadi sekitar seribu orang. Barisan pengunjuk rasa bubar setelah dibujuk Kapolres dan Komandan Kodim Aceh Tengah. Ada yang mengaitkan ketidak senangan terhadap Yoesoef karena dia bukan putra daerah. Tapi dugaan itu disangkal Sukarman, yang sehari-hari sebagai pegawai Departemen Perindustrian di Aceh Tengah. Tujuh dari 13 bupati yang pernah memimpin Aceh Tengah, katanya, adalah orang Aceh. Bukan orang Gayo (suku paling dominan di daerah itu). Toh tak pernah ada keributan. Sukarman juga membantah unjuk rasa itu direkayasa. "Petisi itu lahir karena kami sudah sangat tertekan," kata Mahyuddin Raja Yakob, bekas ketua KNPI Aceh Tengah, yang menyatakan siap dipecat sebagai pegawai negeri. Reaksi Bupati Yoesoef? "Semua tuduhan itu tidak benar. Itu kerjaan orang-orang yang kecewa karena kepentingan pribadinya tak kesampaian," ujar alumnus Ecole Militaire Paris itu kepada Munawar Chalil dari TEMPO. Selain itu Yoesoef juga membantah sewenang-wenang kepada anak buahnya. "Apa untungnya saya memutasikan mereka jika bukan karena pertimbangan efektifitas danefisiensi kerja," ia menambahkan. Benar atau tidak "tuduhan" dalam petisi organisasi pemuda tadi, Jumat pekan lalu anggota DPRD Aceh Tengah secara aklamasi memilih Letkol (Purn) Kadim A.R., Ketua DPD Golkar Aceh Tengah, sebagai pimpinan dewan. Semula Bupati Yoesoef dikabarkan menginginkan Teuku Aziz (rekan sekampungnya di Meulaboh) sebagai ketua DPRD Aceh Tengah, sehingga sidang pemilihan pimpinan baru dewan sempat macet. Sri Pudyastuti R.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini