Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Alex Dalam Baju Hitam

Ketua PDI DKI Alex Asmasoebrata, yang dituduh terlibat perkara penculikan dan penganiayaan atas Edy Sukirman dan Agung Imam Sumanto akan diadili. Perkara tsb bermula dari kericuhan di tubuh PDI.

19 September 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ALEX Asmasoebrata kini resmi berurusan dengan polisi. Karena pidato kampanye? Tidak. Kali ini, tokoh partai banteng, yang dengusnya keras dalam pemilu yang lalu itu, dituduh polisi terlibat sebuah perkara kriminal: penculikan dan penganiayaan. Mengenakan baju "dinas" hitam, dengan bordiran kepala banteng merah diujung krah, Ketua PDI DKI itu muncul di markas Polres Jakarta Pusat, Ahad petang pekan lalu. Setelah hampir 13 jam diperam dalam ruang pemeriksaan, Alex, 41 tahun, diizinkan pulang. Perkara yang menjerat Alex ini tak bisa dibilang ringan. Dia dituduh polisi menjadi tokoh utama di balik penculikan dan penganiayaan atas Edy Sukirman dan Agung Imam Sumanto, dua bekas aktivis PDI Jakarta Timur, 11 Juli 1991. Sejak semula, nama Alex memang dikaitkan dengan kasus ini. Namun, pengusutannya tertunda gara-gara suhu politik yang menghangat di sekitar pemilu lalu. Berkas perkara penculikan itu kini kabarnya telah sampai ke Kejaksaan, dan konon dalam waktu dekat ini akan dilimpahkan ke Pengadilan. Ada lima nama yang akan dimejahijaukan untuk perkara ini. Alex menjadi tersangka utama. Ketua Umum PDI Surjadi, yang sempat pula disebut-sebut terlibat dalam perkara ini, sejauh ini tak terdaftar sebagai tersangka. Dalam laporannya kepada polisi, Agung dan Edy mengaku diciduk dari Wisma Marinda di kawasan Percetakan Negara, Jakarta Pusat, oleh puluhan lelaki yang menggunakan belasan mobil. Beberapa di antara mereka membawa senjata tajam. "Mereka mengaku utusan pengurus pusat," ujar Agung. Dari Wisma Marinda, mereka diseret ke mobil, dibawa berputar-putar kota, sementara itu para penculik menggebuki keduanya ramai-ramai di dalam mobil. Dalam keadaan babak belur, Edy dan Agung mengaku dilepas di daerah Kebayoran, Jakarta Selatan. Untunglah Agung dan Ady sempat mencatat nomor-nomor mobil penculiknya. Berbekal informasi itu polisi melacaknya. Belasan mobil disita untuk barang bukti. Di antara mobil-mobil itu ada sebuah sedan Peugeot yang tercatat atas nama Ipik Asmasoebrata, bekas Ketua PDI Jakarta yang digantikan Alex. Ipik kebetulan pula adalah ayah kandung Alex Atmasoebrata. Berdasar petunjuk itu Alex mulai disorot. Perkara penculikan ini bermula dari kericuhan yang melanda PDI empat tahun lalu, ketika kepemimpinan Ketua Umum Surjadi diguncang oleh kelompok yang dipimpin oleh Dudi Singadilaga dan Marsoesi, masing-masing Ketua PDI Jawa Barat dan Jawa Timur. Kelompok Dudi dan Marsoesi itu mencoba menggulingkan Surjadi. Tapi gagal. Buntutnya, Surjadi melancarkan pembersihan. Dudi, Marsoesi, dan pengikutnya, termasuk Agung dan Edy, korban penculikan tadi, dipecat. Namun, perlawanan Dudi-Marsoesi tak berhenti. Secara sporadis mereka masih melancarkan pernyataan menyerang kepemimpinan Surjadi. Mereka mendesak pula agar diselenggarakan kongres luar biasa Juni 1991, bertepatan dengan lima tahun masa kepengurusan Surjadi. Isu kongres luar biasa ini rupanya memperoleh dukungan lebih luas. Mulailah muncul aksi unjuk rasa anti Surjadi. Belakangan, aksi-aksi itu makin keras, bahkan Kantor Pusat PDI di Jalan Diponegoro Jakarta sempat beberapa kali diduduki kaum demonstran. Edy dan Agung terlihat memimpin aksi-aksi itu. Pada kejadian itu, seorang pengurus PDI yang pro-Surjadi sempat kena tonjok. Suasana panas. "Kami melapor ke polisi, tapi mereka tak berbuat apa-apa," ujar sebuah sumber TEMPO dari kelompok Surjadi. Surjadi tak tinggal diam. Dia membuat surat yang dialamatkan kepada Ketua PDI Jakarta Alex Asmasoebrata agar mengerahkan tenaga untuk mengamankan Kantor Pusat yang dijarah para demonstran itu. Alex pun tanggap. Dia minta kelima cabang PDI di DKI agar mengirim orang-orang "pilihan" untuk tugas khusus itu. Namun, menurut sumber TEMPO tadi, Surjadi tak menginstruksikan barisan pendukungnya untuk menggelar aksi adu fisik. "Jangan lupa, lakukan koordinasi dengan aparat keamanan," begitulah, konon, anjuran Surjadi. Maka, pada 11 Juli 1991 sore, puluhan laki-laki berpostur jagoan pasar malam berkumpul didepan kantor Alex. Mereka menunggu perintah. Sebelum berangkat, menurut sumber TEMPO itu, Alex berpesan bahwa sasaran mereka adalah mengamankan Kantor Pusat PDI, dan mengusir para demonstran. "Hindarkan adu fisik, kecuali untuk membela diri," begitu pesan Alex, versi sumber TEMPO itu. Rombongan itu menemukan Kantor Pusat PDI kosong, para demonstran yang semula menduduki kantor itu telah pergi. Tak jelas siapa yang ambil inisiatif, rombongan itu kemudian bergerak ke Wisma Marinda, yang telah diketahui sebagai markas gerakan anti Surjadi. Maka, terjadilah penculikan dan penganiayaan itu. Alex menyangkal tuduhan terlibat. "Saya bukan pemimpin gangster," ujar penggemar balap mobil, tinju, dan berkuda ini, beberapa hari setelah kejadian. Celakanya, beberapa tersangka pelaku aksi kekerasan itu, yang tak lain adalah anggota dan simpatisan PDI Jakarta, alias anak buah Alex, mengakui tuduhan menculik dan menganiaya itu. Malah mereka sempat pula menyeret Alex dengan mengatakan pada polisi bahwa tindakan mereka itu telah dilaporkan juga pada Alex. Namun, adanya kesaksian yang memberatkan itu, menurut sumber TEMPO, tak terlalu membuat Alex cemas. "Kami memiliki saksi lain yang bisa mementahkan keterangan itu," ujarnya. PTH dan Nunik Iswardhani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus