BENDERA putih tanda menyerah akhirnya dikibaskan Arnold Jan Ochtman. Pekan lalu, ayah Samantha Deborah itu mencabut permohonan hak perwaliannya atas Samantha di Pengadilan Dordrecht, dekat Rotterdam, Belanda. Ia artinya menghentikan upayanya merenggut Samantha dari pangkuan ibunya. Dan untuk sementara merelakan anaknya tinggal di Indonesia, bersama bekas istrinya, Erna Wouthuijzen. "Arnold menarik perkara itu karena sudah jemu. Perkaranya pasti masih akan panjang dan bertele-tele," kata pengacaranya, J.P. van Maurik, kepada TEMPO. Perkara perebutan hak perwalian atas Samantha memang sudah berlangsung setahun lebih. Anak itu diperebutkan segera setelah orang tuanya bercerai Arnold Jan Ochtman, 39 tahun, Warga Belanda, dan Erna Wouthuijzen, 27 tahun, WNI. Pengadilan Dordrecht, pada Maret 1992, menetapkan Samantha berada di bawah perwalian ibunya. Sejak saat itu, Samantha resmi diasuh oleh Erna di Bandung. Pihak Arnold agaknya tak puas dengan putusan itu. Karena itu, sejak Samantha dibawa ke Indonesia, ia terus berupaya untuk mengubah status perwalian (custody). Satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah dengan membuktikan bahwa kehidupan dan cara hidup Samantha tidak sebaik jika ia hidup di Belanda. Untuk keperluan itulah, pihak Arnold menyewa jasa Pengacara Yan Apul di Jakarta. Yan Apul melakukan tugas itu lewat dua anak buahnya yang menyamar sebagai mahasiswa yang hendak menulis skripsi tentang kasus Samantha. Ternyata, diam-diam, hasil "investigasi" yang dikecam berbagai kalangan itu dipakai untuk membuat affidavit (surat keterangan yang bernilai kesaksian). Affidavit itu beberapa pekan lalu sudah dikirim ke Pengadilan Dordrecht. Hakim Mr. Nyonya Maria Moolenburg, yang menangani kasus Samantha, bereaksi dengan menyebut bahwa pihaknya tak akan menggubris affidavit Arnold bila cara mendapatkan affidavit itu ilegal atau tidak jujur (TEMPO, 5 September 1992). Namun, agaknya bukan karena itu Arnold menjelang persidangan pemeriksaan affidavit -- tiba-tiba mencabut perkaranya. "Arnold merasa sudah letih, dan ingin memulai sebuah kehidupan baru. Jadi, bukan karena takut affidavitnya ditolak hakim," kata pengacaranya, Van Maurik. "Affidavit Arnold itu bagus, dan sewaktu-waktu masih bisa digunakan kalau kami harus meminta custody," tambahnya. Kendati Arnold mencabut permohonan hak perwalian, tak berarti ia akan membiarkan begitu saja anaknya dikuasai sepenuhnya oleh Erna. Arnold kini tengah mengupayakan ke Pengadilan Dordrecht, agar hak bertemu dengan Samantha -- sebagai ayah diatur secara rinci melalui putusan hakim. Menurut Van Maurik, persidangan untuk memeriksa permohonan baru itu baru bisa dilangsungkan April 1993. Ia juga akan minta agar Samantha bisa datang ke Belanda, tanpa diantar ibunya. Mereka akan mengusahakan pramugari penerbangan untuk mengawal dan mengantarkan kembali Samantha. Pelayanan ini memang umum pada perusahaan penerbangan. "Arnold berharap bisa bertemu Samantha pada liburan musim panas tahun depan," kata Van Maurik. Maurik juga akan meminta hakim agar International Social Service (ISS) Belanda turun tangan, membantu mengusahakan kedatangan Samantha ke Belanda. "Kami mengajukan permohonan itu untuk menjamin hak anak bertemu dengan ayahnya, dan sekaligus memberikan hak kepada sang ayah untuk bertemu dengan anaknya," ujarnya. Sementara itu, Erna Wouthuijzen merasa gembira atas dicabutnya permohonan perwalian Arnold. "Kini masalah perwalian sudah tuntas. Dan itu yang saya harapkan." Erna juga menyatakan siap untuk memberikan hak berkunjung pada Arnold." Hak menengok itu memang haknya, saya tak akan menghalangi. Tapi, Arnold yang harus datang ke Bandung, bukan Samantha yang ke sana. Masa, anak kecil yang harus datang ke Belanda," katanya. Perang sementara surut. Namun, soal hak menengok masih bisa jadi persoalan. Sejauh kepentingan orangtua lebih diutamakan ketimbang kepentingan anak, sengketa masih saja mengintip. Kenapa tak ada damai demi Samantha? Aries Margono, Ahmad Taufik (Bandung), dan Asbari N. Krisna (Belanda)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini