Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penjabat Gubernur Daerah Khusus Jakarta Teguh Setyabudi mengatakan belum ada pembahasan soal penutupan layanan Transjakarta Koridor 1 yang bersinggungan 100 persen dengan MRT Fase 2A. “Sebenarnya belum ada keputusan tentang itu, bahkan belum sampai ke meja saya juga,” kata Teguh kepada wartawan di Gedung Sarinah, Jakarta Pusat, pada Senin, 23 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Teguh mengatakan wacana soal penghapusan rute bus yang telah disahkan sejak era pemerintahan Gubernur Sutiyoso itu baru sekadar pembahasan di antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta dan organisasi perangkat daerah atau OPD.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia pun mengaku belum menerima surat nota dinas ihwal usulan itu, sehingga belum berada di tahap untuk mengeluarkan kebijakan. “Naskah akademis yang masuk ke kami itu belum, saya belum bisa mencermati lebih jauh,” ujar dia.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan Daerah Khusus Jakarta Syafrin Liputo berencana melakukan penyesuaian rute atau rerouting terhadap layanan Transjakarta seperti Koridor 1 Blok M-Kota.
“Ketika MRT Fase 2A selesai dan beroperasi penuh dari Lebak Bulus hingga Kota, layanan Transjakarta yang berhimpitan 100 persen dengan jalur MRT, seperti Koridor 1 Blok M-Kota, akan di-reroute,” kata Syafrin dalam keterangan resmi, pada Sabtu, 21 Desember 2024.
Ia mengatakan pengadaan MRT Fase 2A tidak akan menghapuskan layanan Transjakarta. Layanan Transjakarta, kata Syafrin, akan berperan sebagai penghubung atau feeder untuk angkutan rel, termasuk MRT dan LRT, sesuai dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Jakarta yang menjadikan transportasi berbasis rel sebagai tulang punggung sistem transportasi massal.
“Rute Transjakarta akan tetap termanfaatkan dengan pola integrasi, misalnya dari Semanggi, Kebon Sirih, hingga Tanah Abang, untuk mendukung konektivitas,” tutur Syafrin.
Adapun pertimbangan pengelolaan subsidi transportasi umum seperti public service obligation atau PSO menjadi alasan Dishub Jakarta untuk melakukan penyesuaian ulang terhadap rute itu. “Jakarta memiliki rencana induk transportasi yang mengedepankan efisiensi pengelolaan subsidi,” ujar dia.
Syafrin mengatakan, Dishub juga akan melakukan evaluasi terhadap tarif MRT yang dianggap mahal oleh sebagian masyarakat untuk memastikan keterjangkauan. “Kami akan melakukan penyesuaian tarif agar tetap terjangkau dan mendukung integrasi transportasi massal di Jakarta,” kata dia.
Ia berdalih penyesuaian rute tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menghadirkan sistem transportasi publik yang efisien, terintegrasi, dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.
“Kami pastikan tidak ada fasilitas yang menjadi mubazir. Semua rute dan halte akan tetap dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung mobilitas warga Jakarta,” imbuhnya.
Adapun proyek pembangunan MRT Jakarta Fase 2 membentang sepanjang 11,8 kilometer dari kawasan Bundaran HI hingga Ancol Barat. Fase 2 tersebut melanjutkan koridor utara-selatan fase 1 yang telah beroperasi sejak 2019 lalu, yaitu dari Lebak Bulus sampai Bundaran HI.
Dengan fase 2, total panjang jalur utara-selatan bertambah menjadi 27,8 kilometer dengan total waktu perjalanan dari Stasiun Lebak Bulus hingga Stasiun Kota sekitar 45 menit. Sementara jarak antarstasiun sekitar 0,6-1 kilometer dengan sistem persinyalan kendali kereta berbasis komunikasi (CBTC) dan sistem operasi otomatis tingkat 2.
Situs jakartamrt.co.id menyebutkan fase 2 ini terdiri atas dua tahap, yaitu fase 2A dan fase 2B. Fase 2A terdiri atas tujuh stasiun bawah tanah yakni Thamrin, Monas, Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, Glodok, dan Kota dengan total panjang jalur 5,8 kilometer.
Sementara pada fase 2B terdiri atas dua stasiun bawah tanah yaitu Mangga Dua dan Ancol dan satu depo di Ancol Marina dengan total panjang jalur enam kilometer. Sedangkan, fase 2B sedang dalam tahap studi kelayakan.