Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bunyi mesin pemotong dan penghalus kayu senantiasa mengusik ketenangan Dusun Ngubalan, Desa Banjarbanggi, Kecamatan Pitu, Ngawi, Jawa Timur.
Dusun itu merupakan sentra kerajinan limbah kayu jati. Batang, ranting, dan gembol sisa penebangan pohon jati menumpuk di halaman rumah yang merangkap tempat usaha kerajinan. Belasan pekerja tampak lihai memainkan gergaji mesin untuk memotong limbah pohon jati itu. Di antara mereka ada juga yang menggosokkan ampelas ke salah satu potongan pohon.
Di sini semua bagian pohon jati—dari batang, dahan, ranting, hingga gembol jati—dimanfaatkan. Semua bagian pohon dikerjakan secara terpisah. Gembol jati adalah sebutan pangkal pohon jati beserta akar sisa penebangan. Tunggak jati ini kemudian dibentuk menjadi pohon Natal.
Salah satu perusahaan kerajinan limbah pohon jati itu adalah Usaha Dagang Java Alam Esa milik Somo Midi, 40 tahun. Agar produknya kuat dan tahan lama, Somo selalu menggunakan akar yang berusia puluhan tahun. Perajin, ujar dia, harus teliti memilih lekukan akar yang sesuai dengan bagian yang akan dibuat. "Agar lebih alami dan mirip dengan pohon cemara asli," katanya Kamis pekan lalu.
Perajin tidak menggunakan paku untuk menggabungkan setiap bagian pangkal, batang, dan daun. Mereka memanfaatkan bentuk tanaman dan lem kayu digunakan manakala potongan kayu harus disambung. Sebagai penyangga, digunakan potongan bambu yang juga diberi lem kayu. Supaya produk lebih menarik, sejumlah aksesori ditambahkan.
Pohon Natal dibuat dalam berbagai ukuran, dari di bawah satu meter hingga empat meter. Pohon di bawah satu meter biasa dipasang di dalam rumah. Sedangkan yang berukuran empat meter biasa dipasang di dalam gereja atau hiasan di ruang terbuka. Semakin besar ukurannya tentu semakin mahal, karena dibutuhkan bahan baku yang lebih banyak. Ia mencontohkan pohon Natal bertinggi 60 sentimeter dihargai Rp 120 ribu, satu meter Rp 200 ribu, dan empat meter Rp 1 juta per buah.
Kerajinan pohon Natal itu laris manis. Somo mampu mengirim 50-60 buah pohon Natal dengan berbagai ukuran setiap bulan. Namun, menjelang Natal, pesanan itu bisa berlipat. Pada November-Desember tahun lalu, ia mampu menjual 300 buah. Omzet bisa menembus Rp 20 juta per bulan menjelang Natal, sedangkan di luar itu tak sampai Rp 10 juta. Bahkan produk itu mampu menembus pasar Eropa, seperti Belanda dan Prancis. "Yang terbanyak pernah mengirim sampai dua kontainer ke Prancis ukuran 1-2,5 meter," ujarnya.
Ketenaran kerajinan Somo berawal dari seorang pengepul di Jepara yang menawarkan jasa untuk membantu membuat pohon Natal dari kayu jati. Rekannya itu menerima pesanan pohon Natal unik dari pemilik galeri seni di Prancis pada perayaan Natal 2011. Maklum, Jepara terkenal dengan kreasi ukiran kayu jati. Tak lama kemudian, order juga datang dari distributor di Yogyakarta. Pesanan itu berasal dari galeri seni di Belanda. "Semula ide membuat pohon Natal dari akar jati itu dari pengepul," kata Somo.
Biasanya usaha kerajinan terhambat pasokan bahan baku. Untungnya, Somo mendapat pasokan dari warga pencari bonggol jati sisa penebangan. Menurut dia, warga melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan telah mendapat izin memanfaatkan limbah penebangan pohon jati dari Perhutani.
Sekretaris Unit dan Kepatuhan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur Yahya Amin mengatakan sisa penebangan pohon jati itu memang sebagian dihibahkan kepada masyarakat. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Ngawi juga mendukung usaha kerajinan dari akar kayu jati yang sudah jadi komoditas ekspor. "Kami akan membantu permodalannya," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Kabupaten Ngawi Joko Santoso.
Eko Ari Wibowo, Ishomuddin (Ngawi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo