Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto mengatakan, isu pertahanan merupakan masalah vital bagi suatu negara. Isu ini bahkan dituangkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 bahwa tujuan nasional adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Asas pertama adalah asas perlindungan, artinya asas pertahanan," kata Prabowo saat memberikan sambutan dalam sidang perdana Dewan Pertahanan Nasional (DPN) di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Jumat, 7 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prabowo mengatakan, ada banyak pandangan dalam bernegara di dunia. Mulai dari pandangan bernegara yang mementingkan ideologi hingga pandangan bernegara yang mementingkan kemakmuran.
Dari sejumlah pandangan itu, Kepala Negara menilai, pandangan bernegara dengan asas realis paling menonjol. Pandangan ini, kata Prabowo, menegaskan tujuan keberadaan negara untuk bisa tetap hidup. "Keberadaan negara tujuannya adalah survival," kata Prabowo.
Prabowo mengatakan, pembentukan DPN sudah diamanatkan pada pasal 15 UU Nomor 3 tahun 2002 tentang pertahanan negara. Namun, pembentukan DPN baru bisa diwujudkan pada 2024. Artinya, kata Prabowo, DPN baru bisa dibentuk setelah 22 tahun UU 3/2002 disahkan.
"Kami sekarang memiliki DPN sesuai perintah Undang-Undang, sesuai dengan amanat dari Undang-Undang nomor 3 tahun 2002," kata Prabowo.
Adapun sidang pertama ini dihadiri oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kapolri Listyo Sigit Prabowo, hingga Ketua DPN sekaligus Menhan Sjafrie Sjamsoeddin. Kegiatan ini juga dihadiri oleh anggota DPN.
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya resmi melantik Menhan Sjafrie Sjamsoeddin sebagai ketua harian DPN pada Senin, 16 Desember 2024. Pelantikan itu berdasarkan Keppres Nomor 87 Tahun 2024 tentang pengangkatan ketua harian dan sekretaris DPN.
Sjafrie sebelummya mengatakan pembentukan Dewan Pertahanan Nasional sudah ada di dalam Undang-undang tentang Pertahanan. Dalam pasal 15 beleid tersebut, Dewan Pertahanan Nasional dibentuk untuk urusan kedaulatan negara.
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan DPN akan bertugas mengobservasi seluruh permasalahan nasional di Indonesia. Ia mencontohkan DPN bahkan bisa ikut mengambil peran dalam urusan penertiban kawasan hutan, khususnya pelanggaran hukum oleh pengusaha kelapa sawit.
Menurut Sjafrie peran DPN dibutuhkan karena pelanggaran semacam itu berpotensi mengganggu kedaulatan ekonomi Indonesia. "Dalam hal ini, ada peraturan presiden untuk menertibkan kawasan hutan," kata Sjafrie dalam rapat bersama Komisi I DPR RI pada Selasa, 4 Februari 2025.
Namun Sjafrie yang juga menjabat sebagai Ketua Harian DPN, menyebut lembaganya tidak memiliki otoritas operasional. Tugas DPN akan terbatas hanya untuk memberikan rumusan solusi untuk didelegasikan kepada instansi lain yang memiliki otoritas untuk mengeksekusi persoalan di lapangan.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai, kewenangan Dewan Pertahanan Nasional (DPN) yang bisa melakukan penertiban kawasan hutan, khususnya pelanggaran hukum terhadap pengusaha kelapa sawit, mengancam demokrasi dan supremasi sipil. Perwakilan koalisi sekaligus Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra mengatakan, kewenangan DPN itu berpotensi mengembalikan otoritarianisme ala Orde Baru dan dwifungsi militer.
“Peran DPN dalam penertiban kawasan hutan juga tidak sesuai dengan UU (Undang-Undang) mengenai pertahanan,” kata Ardi dalam rilis resmi pada Kamis, 6 Februari 2024.
Dia menjelaskan, UU mengenai pertahanan secara eksplist menegaskan kebijakan pertahanan negara tidak bisa lebih jauh berurusan dengan urusan sipil. Upaya menarik DPN ke dalam ranah sipil merupakan bentuk penyimpangan. “Ini bertentangan degnan prinsip tata negara yang baik,” kata Ardi.
Menurut Ardi, pembentukan DPN seharusnya hanya untuk kepentingan pertahanan negara, memberikan nasihat serta pertimbangan kepada presiden dalam rangka menghadapi kemungkinan ancaman perang. Peran DPN tidak boleh terlibat dalam urusan sipil dan non-pertahanan. “Keterlibatan DPN dalam urusan sipil hanya akan menghidupkan dwifungsi TNI seperti masa Orde Baru,” kata Ardi.
Pilihan Editor: Sjafrie Sjamsoeddin Sebut DPN Bisa Ikut Urus Masalah Sawit
Hammam Izzuddin berkontribusi dalam tulisan ini