Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Premi Insus Atau Harga Pasar ?

Untuk merangsang insus, pemerintah menjanjikan premi rp 3,- kg gabah. Dana yang tersebia 6,4 milyar, petani Ja-tim menagih, petani Sumatera Utara tak berminat, sedang petani daerah lain tak tahu menahu.

31 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG petani menagih janji gubernurnya. "Pak, dulu kami dijanjikan premi Rp 3/kg bila mau ikut insus. Sampai sekarang premi itu belum kami terima," katanya. Pengaduan itu kontan disambut tepuk-tangan riuh dari para petani lainnya. Gubernur Ja-Tim Sunandar Prijosudarmo menjawab, ia sudah lama memperjuangkannya. "Saya sudah mengirim surat ke atasan sana," katanya sambil menunjuk ke atas. Para petani bertepuk-tangan lagi kegirangan. Hal itu terjadi pada pertemuan di Balai Pertemuan Kecamatan Prambon, Kabupaten Sidoarjo dua pekan lalu. Para petani Ja-Tim memang pantas menagih janji itu karena dewasa ini, berkat insus, provinsi tersebut berhasil tampil sebagai salah satu gudang beras nasional. "Produksinya meliputi 925.000 ton, jadi hampir 50% dari stok nasional," kata Sunandar. Premi itu memang dimaksud untuk merangsang pelaksanaan program insus, seperti tercantum dalam Keppres 36/80. Karena itu, seperti kata Menmud Urusan Produksi Pangan, Affandi, "kalau ada yang belum dibayar, akan kami bayar, sebab uang itu memang uang rakyat." Jumlah dana seluruhnya yang disediakan meliputi Rp 6,4 milyar. Premi itu diberikan untuk 50% dari tiap produksi yang dijual oleh kelompok insus kepada Dolog lewat KUD. Petani perorangan, meskipun menjual gabah kepada KUD, tidak mendapat premi. Tidak Tahu Bila kelompok insus menjual gabah kepada KUD, mereka mendapat formulir tanda-terima yang ditanda-tangani petugas KUD dan Sub Dolog setempat. Juga surat keterangan yang menyatakan bahwa gabah yang dijual benar-benar merupakan hasil insus, ditanda-tangani oleh PPL (petugas penyuluh lapangan). Selanjutnya petani juga mendapat formulir untuk pengambilan premi. Premi bisa diambil di BRI setempat dengan membawa surat-surat tersebut. Di Ja-Tim usaha memancing pengumpulan gabah dengan umpan premi tersebut ada hasilnya. Menurut Kepala Dolog Ja-Tim, A. Jaffar, di daerah ini telah terkumpul, sekitar 480.000 ton yang mendapat premi. "Itu berarti preminya lebih dari Rp 1 milyar," kata Jaffar. Uang inilah rupanya yang belum diterima para petani. Di daerah lain, ternyta banyak petani yang tidak memanfaatkan kesempatan mendapat premi, bahkan ada yang tidak tahu ada premi perangsang itu. Misalnya Johan Daeng Lira dari Desa Cambaya, Kelurahan BorongloE, Kecamatan Bontomarannu (Goa, Sul-Sel). "Selama ikut insus saya tak pernah menerima premi. Saya [idak tahu," katanya. Hanung Daeng Talli, Ketua Kelompok Tani Minasa Taji, memperkuat pengakuan anggota kelompoknya itu. Desa BorongloE nampaknya lagi naas. Dua tahun lalu desa ini pernah jadi juara II insus sekabupaten, tapi tahun berikutnya panen gagal. "Selain itu KUD di sini menanggung utang Rp 800. 000," kata Galib Daeng Ngati, kepala desanya. Menurut Ir. Sennang Ima Bathik, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Goa, petani bukannya tak tahu adanya premi. "Soalnya mereka lebih suka menjual hasil panen ke pasar Ujungpandang," katanya. Tiga kali Kabupaten Goa mengkuti insus sejak 1978/79, tapi realisasi preminya nihil. Padahal menurut sumber Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sul-Sel, premi yang tersedia untuk 1978/79 ada Rp 230 juta, tapi yang dibayarkan hanya Rp 14 juta. Tahun berikutnya tersedia Rp 290 juta, realisasinya nihil. Di Ja-Bar, pemberian premi insus baru merupakan rencana. "Pemda belum menjanjikan apa-apa," kata Drs. Dod Soewondo, Kepala Humas Pemda Ja-Bar. Di Provinsi ini malah ada petani yang heran mendengar adanya premi. Haji Masykur misalnya, koordinator insus Desa Kianroke, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung. "Sebenarnya tak usah dijanjikan apa-apa. Janganjangan kalau diberi premi semangat insus malah kendur," katanya. Tiga kelompok insus di desa ini pernah dinyatakan sebagai yang terbaik di Ja-Bar. Di Sum-Ut, ada petani yang tidak berminat mengambil prenni. Tak seorang petani pun di Desa Pardamean, Kecamatan Tanjung Morawa, Deli Serdang, yang menjual hasil panennya kepada KUD. Sebab seperti pengakuan Siahaau, Ketua KUD Setia di sana, "harga yang ditetapkan KUD lebih murah dari harga pasar." Harga KUD Rp 120/kg harga pasar antara Rp 137 sampai Rp 140/kg. Pernahharga pasar anjlok jadi Rp 95/kg. tapi KUD Setia tak berani menampung, sebab tak punya mesin pengering. Kepala Bagian Penyuluhan Dinas Pertanian Sum-Ut, Ir. Sinulingga sendiri mengakui, "premi insus di sini tidak jalan sebab harga pasar lebih tinggi dari harga pemerintah." Di Daerah Istimewa Yogyakarta juga ada petani yang tidak tertarik akan premi. "Petani di sini menjual gabah kepada tengkulak yang lebih berani membayar harga tinggi," kata Marsudi, petani dari Dukuh Kebitan, Kelurahan Sendangarum, Kecamatan Minggir. Sleman. Para tengkulak di sana berani membayar Rp 140/kg, sedang harga di KUD hanya Rp 135/kg. Beberapa alasan lain dikemukakan oleh Marsudi. Antara lain, letak KUD 3 km dari desa, hingga untuk mengangkut gabah ke sana memerlukan ongkos lagi. "Selain itu peraturannya berbelit-belit, preminya pun harus diambil di BRI-antre lagi. Ini kan perlu ongkos tambahan," katanya. Martodiharjo sendiri, kepala dukuhnya, juga mengaku tidak menjual hasil sawahnya ke KUD. Meski begitu Marsudi maupun Martodiharjo berharap agar premi insus tetap dipertahankan. Cuma saran mereka, agar premi tersebut dihitung dari jumlah hasil panen--bukan semata-mata karena dijual secara kelompok kepada KUD. Maksud saran ini mudah ditebak. Yaitu agar setiap peserta insus, apalagi yang juara, tetap mendapat premi tinggi tapi juga bebas menjual hasil panen ke pasar dengan harga lebih tinggi. Saran seperti itu tentu saja tak bisa dilaksanakan, sebab tak sesuai dengan Keppres 36/80.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus