Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Profil Kiai Sadrach, Pemimpin Gereja di Tanah Jawa yang Wafat 99 Tahun Lalu

Pada masa hidupnya, ia merupakan seorang pemimpin terhormat dari gereja terbesar di Jawa sehingga menjadikannya sebuah figur yang berpengaruh.

15 November 2023 | 08.26 WIB

Kiai Sadrach. Wikipedia
Perbesar
Kiai Sadrach. Wikipedia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kiai Sadrach adalah salah satu contoh yang sukses dalam kepemimpinan Kristen yang berhasil mengembangkan komunitas pribumi yang erat dengan kebudayaan Jawa.

Pada masa hidupnya, ia merupakan seorang pemimpin terhormat dari gereja terbesar di Jawa sehingga menjadikannya sebuah figur yang berpengaruh dalam masyarakat. Kiai Sadrach diketahui meninggal pada 14 November 1924.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Dilahirkan dengan nama Radin di Purworejo sekitar tahun 1835, Kiai Sadrach berasal dari keluarga Islam Jawa di Kawedanan Jepara. Setelah menyelesaikan pendidikan di sekolah umum dan mengikuti berbagai pesantren di Jawa Timur, ia menetap di daerah kauman di Semarang. Di sana, dia menambahkan nama Arab ke namanya, menjadi Radin Abas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perubahan besar terjadi dalam kehidupannya ketika Radin tertarik pada agama Kristen setelah mengetahui bahwa mantan guru ngilmunya, Kurmen, telah menjadi Kristen oleh penginjil Tunggul Wulung.

Radin sangat terkesan dengan ajaran yang diterima dari Tunggul Wulung. Bersama dengan guru ngilmunya, Kurmen, Radin pergi ke Batavia pada tahun 1866 untuk bertemu dengan Anthing. Pada tanggal 14 April 1867, Radin memutuskan untuk dibaptis dengan nama Kristen, Sadrach.

Pada awal kariernya sebagai penginjil Jawa, ia menjadi pembantu dalam pelayanan Kiai Tunggul Wulung di Semarang. Dengan menerapkan metode yang sama seperti yang digunakan oleh Kiai Tunggul Wulung, dia mempraktikkan debat umum yang merupakan cara yang umum digunakan oleh guru ngilmu Jawa, di mana guru yang dikalahkan bersama dengan murid-muridnya harus menjadi murid dari guru ngilmu yang menang.

Kiai Sadrach menunjukkan bakat besar dalam pekerjaannya sebagai penginjil. Pada akhir 1870-an, jumlah anggota jemaatnya hampir mencapai 2.500 orang, sebuah pencapaian yang luar biasa dalam sejarah penyebaran Injil di Jawa. Namun, aturan pemerintah kolonial Belanda yang melarang penyebaran Injil kepada orang-orang yang telah memeluk agama Islam menjadi sebuah hambatan.

Dengan segala prestasi yang dicapainya, Kiai Sadrach ditahbiskan sebagai Rasul Jawa pada 1899 di Batavia. Posisi ini diakui secara internasional, memberinya hak untuk memberikan sakramen. Sejak saat itu, kedudukan Kiai Sadrach dalam gereja sejajar dengan pemimpin gereja lainnya, dan jemaatnya diakui sejajar dengan kelompok jemaat lainnya.

Namun, popularitasnya juga membuat posisinya terancam. Dia dituduh melakukan sinkretisme antara Kristen dan Kejawen, juga dianggap tidak memahami esensi dari ajaran ortodoks Kristen. Tuduhan yang lebih berat menyebutkan bahwa Kiai Sadrach mengklaim dirinya sebagai manifestasi Kristus atau konsep Ratu Adil yang akan datang.

Isu-isu negatif seputar Kiai Sadrach membuat NGZV (Nederlandsche Gereformeerde Zendings Vereenigin) melakukan penyelidikan, meskipun tanpa melakukan wawancara langsung dengan Kiai Sadrach. Dia bahkan dituduh menentang kebijakan pemerintah Belanda terkait vaksinasi cacar dan sempat dipenjara, namun kemudian dibebaskan. Konflik semakin memuncak pada 1891 ketika para misionaris Belanda memisahkan diri dari jemaat Kiai Sadrach. Sejak saat itu, hubungan antara orang Kristen Eropa dan Kristen Jawa terputus, dan gereja yang didirikan oleh Kiai Sadrach berjalan sendiri.

Selama 30 tahun berikutnya (1894-1924), Kiai Sadrach tetap menjadi pendeta dan memimpin sakramen perjamuan kudus tanpa melibatkan pihak misi Belanda. Namun, dengan perubahan strategi misionaris Belanda yang beralih dari perkebunan di pedesaan menjadi pendekatan melalui pendidikan dan kesehatan di perkotaan, jemaat Kiai Sadrach mulai surut.

Pada akhirnya, Kiai Sadrach semakin terasing dan posisinya secara praktis kembali kepada tradisi kiai atau guru ngilmu khas dalam dunia Jawa.

INDONESIA.GO.ID | BIOKRISTI
Pilihan editor: Kisah Museum Radya Pustaka Salah Satu Museum Tertua di Indonesia

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus