Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menilai belum banyak Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang secara agresif melakukan penetrasi di media sosial. Ia mengimbau agar PTKIN membentuk sebuah tim yang secara khusus mengelola media sosial mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yaqut berujar tenaga pendidik tak cukup hanya mengandalkan forum offline untuk mempromosikan PTKIN kepada orang tua maupun calon siswa. "Berapa yang bisa kita jangkau? Intervensi ke media sosial itu penting dan yang tidak kalah penting adalah kontennya," dikutip dari Antara pada Kamis, 27 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebetulnya, kata Yaqut, sistem seleksi ujian berbasis elektronik untuk masuk PTKIN sudah tepat atau sesuai dengan perkembangan zaman, di mana anak muda melek teknologi. Namun, PTKIN justru masih menggunakan cara lama untuk mempromosikan kampus mereka.
Upaya ini diambil karena Yaqut miris terhadap kondisi PTKIN yang sepi peminat. "Pasti ada sesuatu yang kurang dari kita, bisa jadi cara kita mensyiarkan pentingnya kuliah di PTKIN ini masih kurang, atau kita masih sering menggunakan cara-cara lama dari cara-cara baru agar anak-anak SMA itu tertarik masuk UIN atau PTKIN," kata Yaqut
Kemenag mencatat jumlah pendaftar PTKIN menurun dalam rentang waktu tiga tahun terakhir. Jumlah pendaftar pada tahun 2022 berjumlah 100.879 siswa, tahun 2023 sebanyak 97.115 siswa, dan tahun 2024 berjumlah 93.819 siswa.
Sementara itu, peminat PTKIN pada tahun 2022 berjumlah 111.452 siswa, tahun 2023 berjumlah 110.101 siswa, dan tahun 2024 berjumlah 111.124 siswa.
Yaqut mengatakan PTKIN perlu mencontohkan cara madrasah-madrasah di Indonesia yang sukses menarik orang tua untuk memasukkan anak mereka ke sana. Bahkan madrasah itu mampu mendapatkan gelar madrasah favorit.
Ia berharap PTKIN perlu meningkatkan kolaborasi dengan sekolah-sekolah menengah atas atau sekolah umum maupun madrasah, serta memberikan beasiswa yang menarik minat calon peserta didik.
Yaqut optimis PTKIN masih diminati, sebab pembelajarannya berbeda dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN). “Kita memiliki kekhususan yang tidak dimiliki oleh PTN. Dan saya percaya di tengah gempuran ideologi budaya yang serba borderless, tidak ada batasan, ilmu-ilmu yang diajarkan di PTKIN itu bisa menjadi benteng pertahanan terakhir,” kata dia.