SEMULA orang tidak yakin di tanah 2,7 hektar tersebut bisa
dibangun proyek pengantongan pupuk milik PT Pupuk Sriwijaya
(PUSRI). Areal yang hampir 100 meter dari daerah perumahan
Kampung Scony Pelabuhan Belawan yang sudah digusur itu, dulunya
selain tempat perumahan penduduk, juga berawa-rawa.
Dari 5 unit pengantongan yang dibangun Pusri di beberapa kota
pelabuhan di Indonesia, ternyata proyek pengantongan di Belawan
itulah yang terbesar menelan uang. Sutardi, Kepala Proyek Sarana
Distribusi Pusri mengatakan sampai US$ 4.juta. Sebagian dari
biaya tadi berasal dari pinjaman Bank Dunia, yaitu US$ 1,5 juta.
Untuk menimbun lumpur dan pengerasan tanah agar fondasi pabrik
dapat berdiri kokoh diperlukan waktu sampai 10 bulan. Proyek ini
selesai seluruhnya selama 27 bulan.
"Akhirnya, atas keyakinan kita dan bantuan dari berbagai pihak
di Pemda Sumatera Utara, proyek pengantongan pupuk ini siap dan
dapat beroperasi mulai hari ini," kata Haji Hasan Kasim, Dir-Ut
PT Pusri.
Unit pengantongan pupuk itu pada 12 September lalu diresmikan
gubernur FWP Tambunan. Unit ini dibangun di Belawan adalah untuk
mempermudah pihak PT Pusri mensuplai pupuk untuk kawasan
Sumatera Utara dan Aceh. Kedua daerah ini setiap tahun
diperkirakan membutuhkan 100 sampai 120 ribu ton. Unit di
selawan ini juga dimaksudkan turut menopang hasrat mengekspor
pupuk ke beberapa negara tetangga.
Tanpa menyebutkan angka, gubernur Tambunan mengatakan, di
Sumatera Utara yang banyak memakai pupuk adalah perkebunan.
"Padahal seharusnya para petanilah, mengingat daerah ini
memiliki daerah pertanian yang luas," katanya. Sementara itu,
"harga pupuk yang murah belum terselesaikan secara tuntas,"
tambahnya. Termasuk juga bagaimana mendistribusikannya ke
daerah-daerah dan dapat terjangkau para petani secara mudah.
Sedang pihak Pusri sendiri, seperti dikatakan Haji Hasan Kasim,
"hanya dapat menyebarkan sampai ke daerah tingkat dua atau
kawasan kabupaten."
Tapi lain halnya para petani di Kabupaten Tanah Karo. Menurut ir
A. Rahman Rangkuty, project manager P3RSU (Proyek Pengembangan
Perkebunan Rakyat Sumatera Utara) di Aek Nabara, Labuhan satu,
"petani Karo telah pupuk-minded." Menurutnya "kegandrungan
petani-petani di Tanah Karo terhadap pupuk belum ada
tandingannya di Indonesia." Mungkin karena daerah Karo selain
memang cocok untuk persayuran dan hasilnya dulu pernah diekspor
ke Malaysia dan Singapura (sebelum zaman konfrontasi), para
petani di sana juga tak pernah patah arang dalam mengurus
pengadaan pupuk. Jadi tidak heran kalau PT Pusri perlu juga
menyediakan gudang pupuk dengan kapasitas tampung sampai 5.000
ton di Ibukota kabupaten Karo di Kabanjahe. Juga di Balige untuk
Tapanuli Utara, P. Siantar untuk kawasan Kabupaten Simalungun
dan gudang berkapasitas 3.500 ton di Padang Sidempuan di
Tapanuli Selatan.
Tambunan menyebut pula soal produksi pangan di Sumatera Utara
yang belum bisa mengimbangi pertambahan penduduk. Ucapan ini ia
ulangi lagi 1 September lalu ketika Tambunan membuka Konsultasi
dan Pertemuan Teknis Pengujian Pembangunan Pertanian Pangan
Wilayah "A" di Gedung Gohor Medan.
Menyimak pengakuan Tambunan ini agak menarik pula. Sebab, di
zaman Gubernur Marah Halim, justru disebut-sebut masalah pangan
(terutama beras) di daerah ini tak perlu dikhawatirkan. Lontaran
ini dulu diucapkan ir Effendy Salam, Inspektur dan Kepala Dinas
Pertanian Sumatera Utara. "Pengadaan pangan di Sumatera Utara
belum terpecahkan," tegas Tambunan lagi tanpa malu-malu . J adi
bertolak belakang benar dengan ucapan "kecap" Maram Halim.
Defisit beras di sana terpaksa ditutupi terus dengan beras
impor. Sedang pada tahun 1977 lalu saja Depot Logistik di Medan
harus mengimpor beras 183.876 ton, selain sebagian ditutupi dari
beras yang didatangkan dari Aceh, Sumatera Barat dan Jawa.
Sumatera Utara mulai gawat dalam urusan beras sejak tahun 1973.
Yaitu sejak wereng menggerayangi sawah-sawah petani selain
pengaruh iklim dan hal-hal yang berkaitan dengan produksinya. Di
antaranya banyak tanggul yang jebol dihantam banjir dan
irigasi-irigasi yang rusak karena pemborongnya kurang becus
akibat kurang kontrol dari Pemda setempat. Misalnya seperti yang
terjadi di Asahan dan Deli Serdang, dua daerah penghasil beras
penting di Sumatera Utara -- di samping Simalungun, Tapanuli
Selatan dan Tapanuli Utara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini