Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ragam Tanggapan terhadap Usulan Menempatkan Polri di Bawah Kemendagri atau TNI

GP Ansor menyatakan wacana penggabungan Polri ke dalam TNI bertentangan dengan amanat Reformasi 1998.

2 Desember 2024 | 08.28 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Muncul usulan dari berbagai kalangan, termasuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP, agar Polri ditempatkan di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau TNI. Usulan itu disampaikan berkaitan dengan isu netralitas dan juga agar memperkuat keamanan nasional. 

Usulan tersebut mendapat tanggapan dari berbagai pihak, yang antara lain menganggap usulan tersebut adalah sebuah kemunduran dalam reformasi Polri dan bertentangan dengan konstitusi.

GP Ansor: Wacana Penggabungan Polri ke Dalam TNI Bertentangan dengan Amanat Reformasi 1998

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda atau GP Ansor, A. Rifqi Al-Mubarok, misalnya, mengatakan wacana penggabungan Polri ke dalam TNI bertentangan dengan amanat Reformasi 1998.

Rifqi mengatakan amanat Reformasi 1998 tertuang dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) Nomor VI dan VII Tahun 2000 serta keputusan Presiden RI Ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang memisahkan Polri dan TNI.

Reformasi 1998, kata dia, adalah tonggak penting bagi demokrasi Indonesia. Salah satu capaian utama gerakan mahasiswa dan elemen masyarakat sipil kala itu adalah memisahkan peran dan fungsi Polri dari TNI. 

“Langkah ini menjadi simbol reformasi sektor keamanan yang mendukung supremasi sipil, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan penguatan demokrasi,” ujar Rifqi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Ahad, 1 Desember 2024.

Pernyataan itu untuk menanggapi anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Deddy Sitorus dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menyampaikan wacana terkait penempatan Polri di bawah TNI ataupun Kemendagri.

Dia mengungkapkan keputusan Gus Dur yang memisahkan Polri dari TNI adalah untuk menjadikan Korps Bhayangkara sebagai institusi sipil yang berfokus pada penegakan hukum dan keamanan dalam negeri, sedangkan TNI diarahkan untuk menjaga kedaulatan negara dari ancaman eksternal.

“Keputusan itu bukan sekadar kebijakan, melainkan fondasi untuk membangun sistem demokrasi yang lebih sehat,” ucap Rifqi.

Menurut dia, menggabungkan Polri ke dalam TNI akan mengkhianati semangat reformasi dan berpotensi melemahkan demokrasi. “Langkah itu hanya akan memperbesar risiko penyalahgunaan kekuasaan dan mengaburkan fungsi masing-masing institusi dalam sistem demokrasi kita,” ujarnya.

Karena itu, Rifqi mengajak generasi muda terus mengawal demokrasi “Sebagai generasi penerus, kita tidak boleh membiarkan perjuangan para pendahulu sia-sia. Reformasi bukan akhir, melainkan awal perjalanan menuju demokrasi yang lebih matang,” kata dia, yang menolak setiap upaya ataupun wacana mengenai penggabungan Polri ke dalam TNI. 

Hal senada juga diutarakan oleh Ketua Umum GP Ansor Addin Jauharudin yang juga menolak tegas wacana penggabungan ini. GP Ansor, kata dia, berharap pemerintah, termasuk Presiden Prabowo Subianto, tetap berpegang pada prinsip-prinsip reformasi.

“Jangan pernah mundur. Indonesia membutuhkan komitmen kuat untuk mewujudkan negara yang adil, demokratis, dan sejahtera,” kata Addin.

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansah: Polri di Bawah Kemendagri dan TNI Tidak Tepat

Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah, mengatakan usulan Polri di bawah Kemendagri atau TNI kurang tepat karena akan ada tumpang tindih tugas pokok dan fungsi (tupoksi).

“Kalau dari pandangan kebijakan publik, meletakkan Polri di bawah TNI maupun Kemendagri itu tidaklah tepat,” kata Trubus melalui sambungan telepon di Jakarta pada Ahad.

Menurut dia, ketika Polri di bawah Kemendagri, tupoksinya akan tumpang tindih dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Polri juga sudah berperan dalam penegakan peraturan daerah bersama-sama dengan Satpol PP.

Sementara itu, ketika Polri di bawah TNI, kata Trubus, juga tidak efektif karena kedua institusi itu memiliki tupoksinya masing-masing. TNI sebagai pertahanan, sedangkan Polri mengurusi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (harkamtibmas).

“Fokus TNI ini lebih pada pertahanan dalam konteks keselamatan negara. Jadi, kalau diletakkan di situ, malah jadi tumpang tindih, malah jadi tidak efektif,” tuturnya.

Trubus mengatakan usulan meletakkan Polri di bawah Kemendagri atau TNI itu akan menjadi kemunduran sebab penggabungan TNI dan Polri sudah pernah dilakukan sebelum reformasi dan hasilnya pun tidak baik.

“Saya lihat perdebatan ini sudah lama sekitar 2-3 tahun lalu, juga pernah terjadi perdebatan ini. Ujungnya semua kembali kepada DPR itu sendiri,” katanya.

Lemkapi: Gagasan Polri di Bawah Kemendagri Langkah Mundur

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan mengatakan gagasan menempatkan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau TNI adalah langkah mundur.

“Saran kami, kedudukan Polri tetap lebih bagus berada di bawah presiden,” kata Edi dalam keterangannya di Jakarta, Ahad.

Dia menuturkan, berdasarkan kajian akademik, Polri tetap lebih ideal jika berada di bawah presiden dan bertanggung jawab kepada presiden. Dosen pascasarjana Universitas Bhayangkara Jakarta ini mengatakan, di bawah kementerian mana pun, tidak akan menjamin Polri semakin baik bahkan dikhawatirkan semakin mundur.

Menurut dia, institusi kepolisian yang berada di bawah kementerian lain juga semakin rawan intervensi pada penegakan hukum. Polri di bawah presiden saja, intervensi bertubi-tubi datang dari segala penjuru, termasuk partai politik. "Apalagi di bawah kementerian," kata dia.

Dia mengatakan semestinya yang dibahas bukan Polri di bawah kementerian, tetapi memberikan gagasan agar profesionalisme dan pengawasan Polri bisa ditingkatkan.

“Polri jangan diseret-seret ke ranah politik. Polri di bawah presiden memang itulah ciri khas Kepolisian Indonesia,” katanya.

Guru Besar Ilmu Hukum Unair Suparto Wijoyo Akademisi: Polri di Bawah Kemendagri Melenceng dari UUD 1945

Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Airlangga Surabaya Suparto Wijoyo menyebutkan wacana penempatan Polri di bawah TNI atau Kemendagri melenceng dari Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

“Ini sesuai dengan UUD 1945 Pasal 30, Polri berada di bawah Presiden dan bertanggung jawab langsung pada Presiden,” ujarnya di Surabaya, Ahad.

Suparto menjelaskan Polri sebagai lembaga negara yang independen bertugas menjaga ketertiban dan keamanan, penegakan hukum, serta perlindungan terhadap masyarakat, tanpa campur tangan langsung dari pemerintah atau kementerian lainnya.

Bila keberadaan Polri di bawah Kemendagri maupun kementerian lainnya, kata dia, ada kekhawatiran keputusan-keputusan yang diambil bisa dipengaruhi oleh kepentingan politik atau kebijakan kementerian tertentu. Dia menuturkan ini bisa mengganggu objektivitas dan profesionalisme kepolisian sebagai lembaga penegakan hukum di Indonesia.

“Hal ini sesuai dengan prinsip pemisahan kekuasaan dalam negara demokrasi untuk memastikan bahwa kekuasaan negara tidak disalahgunakan,” kata dia.

ANTARA

Pilihan editor: Alasan PDIP Sebut Jawa Tengah Masih Jadi Kandang Banteng

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sapto Yunus

Sapto Yunus

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus