Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Rektor Unair Mengaku Pernah Usulkan Kampus Kelola Tambang

Rektor Unair mengatakan usulan kampus bisa mengelola tambang sudah muncu sebelum Presiden Prabowo dilantik.

24 Januari 2025 | 18.28 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Rektor Unair M. Nasih sebut guru besar tidak perlu tulis gelar di luar kepentingan akademik, Jumat, 19 Juli 2024. Foto: Hanaa Septiana/TEMPO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Rektor Universitas Airlangga (Unair) Mohammad Nasih mengaku pernah mengusulkan kampus bisa mengelola pertambangan. Dia juga memberikan pandangannya terhadap rencana kebijakan ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nasih mengatakan wacana perguruan tinggi bisa mengelola tambang sudah bergulir sejak sebelum revisi Undang-undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) itu disahkan sebagai usulan inisiatif DPR. Bahkan, menurut dia, usulan tersebut ada sebelum Presiden Prabowo Subianto dilantik. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Saya juga pernah melontarkan bahwa perguruan tinggi mestinya dapat diberi kesempatan (mengelola tambang). Kami juga menyampaikan bahwa Unair salah satu kampus yang diusulkan mendapatkan tambang itu,” kata Nasih kepada awak media, Jumat, 24 Januari 2025.

Nasih mengatakan kampus akan mudah mengelola jika kondisi kandungan tambang masih normal dan baik. Terlebih, Indonesia dinilai kaya sumber daya alam. “Tentu saja bayangan kami adalah (tambang) dalam kondisi normal, karena kita (Indonesia) memang kaya,” ujarnya.

Pandangan Rektor Unair soal kampus mengelola bisnis tambang

Nasih menilai bahwa rencana kebijakan kampus yang bisa mengelola tambang ini baik, karena bisa membantu perguruan tinggi. Namun, dia mengaku bahwa pertambangan membutuhkan pengorbanan yang banyak, termasuk investasinya.

“Persoalannya, mampukah perguruan tinggi mengambil investasi itu?” kata Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unair itu.

Nasih menyatakan ada jalan pintas yang bisa ditempuh agar bisa berinvestasi pada bisnis pertambangan. Contohnya sistem maklon, yakni perguruan tinggi bisa menyerahkan pada perusahaan tertentu yang biasa mengelola tambang. 

Nasih juga menyadari bahwa bisnis pertambangan tidak akan menguntungkan dalam waktu singkat, minimal tiga hingga empat tahun. “Itu pun kalau kondisi depositnya atau kandungan tambangnya masih normal dan bukan tambang bekas,” kata dia.

Catatan lain dari Nasih adalah urusan konservasi lingkungan, manfaat jangka panjang dan pengelolaan bisnisnya. Terlebih, lokasi pertambangan biasanya di daerah terpencil yang jangkauannya sangat sulit. Hal ini membutuhkan modal yang sangat banyak.

Meski begitu, Nasih percaya diri bahwa Unair mampu mengelola bisnis tambang tersebut. Dengan catatan, investasi yang masuk harus sesuai. “Kalau bagi Unair sih sebenarnya gampang saja, tapi lagi-lagi persoalannya tentu dengan investasi. Kalau hitung-hitungannya cocok, tentu perguruan tinggi akan senang menerimanya ,” kata Nasih.

Usulan perguruan tinggi bisa mengelola tambang tertuang dalam revisi UU Minerba. Beleid itu menyatakan bahwa wilayah izin usaha pertambangan untuk perguruan tinggi bisa diberikan dengan cara prioritas.

Dalam ketentuan itu, ada tiga hal yang menjadi pertimbangan pemberian izin tambang untuk kampus, yakni mempertimbangkan luas wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) mineral logam, mempertimbangkan akreditasi perguruan tinggi, dan mempertimbangkan peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi masyarakat. Sampai saat ini, draf UU tersebut masih dibahas.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus