Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Respons Kasus Satu Keluarga Jatuh dari Apartemen, Kemen PPPA Tekankan Pentingnya Ketahanan Keluarga

Kemen PPPA merespons kasus satu keluarga jatuh dari Apartemen Teluk Intan Tower Topas, Penjaringan, Jakarta Utara.

14 Maret 2024 | 14.25 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Nahar menekankan pentingnya ketahanan keluarga untuk mencegah berulangnya kasus bunuh diri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kalau misal ketahanan keluarganya bagus, maka keluarga itu bisa sama-sama melawan kondisi yang tidak mengenakan," kata Nahar di Jakarta, Kamis, 14 Maret 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Untuk membentuk ketahanan keluarga yang baik, kata Nahar, dapat dibangun melalui pola pengasuhan yang positif.

Hal itu dikatakan Nahar menanggapi kasus satu keluarga jatuh dari apartemen Teluk Intan Tower Topas, Penjaringan, Jakarta Utara pada Sabtu, 3 Maret 2024 lalu.

Diwartakan sebelumnya, satu keluarga yang terdiri dari ayah berinisial AE (50), ibu berinisial AIL (52), anak laki-laki berinisial JWA (13) dan anak perempuan berinisial JL (16), tewas usai jatuh dari lantai 22 atau roof top apartemen.

Nahar pun meminta pihak kepolisian untuk mendalami motif kasus ini. Menurut dia, motif kasus ini penting untuk mencegah terulangnya kasus pada keluarga-keluarga lain yang memiliki masalah serupa.

"Kalau motifnya bisa diungkap maka akan jadi bahan untuk upaya-upaya pencegahan di kemudian hari agar kasus ini tidak terulang lagi," kata Nahar.

Pihaknya menegaskan bahwa kasus serupa tidak boleh terjadi lagi, terlebih melibatkan anak sebagai korban.

"Ini anak ikut terjun, otomatis ada hak hidup anak yang dilanggar. Anak lebih tepat ditempatkan sebagai korban," kata Nahar.

Sebelumnya, Psikolog Forensik Reza Indragiri tidak sepakat soal istilah bunuh diri sekeluarga dalam peristiwa tersebut.

Ia menjelaskan, pernyataan bunuh diri sekeluarga bisa dipakai ketika masing-masing anggota keluarga itu sepakat untuk melakukannya. Namun katanya, peristiwa ini tak hanya melibatkan orang tua atau dewasa.

“Ingat, pada kejadian yang menyedihkan dan mengerikan itu ada dua orang anak-anak,” kata Reza lewat keterangan tertulis pada Senin, 11 Maret 2024.

Dia meragukan keputusan anak-anak untuk melakukan bunuh diri. Menurut dia, dalam situasi apa pun, anak-anak tidak memiliki kehendak dan kesepakatan untuk melakukan tindakan semacam itu.

Reza menjelaskan, analogi yang melibatkan anak dalam kasus bunuh diri sama dengan kasus aktivitas seksual.

Dari segi hukum, lanjut Reza, anak-anak yang terlibat dalam aktivitas seksual harus selalu didudukkan sebagai individu yang tidak ingin dan tidak bersepakat melakukan aktivitas itu. Sehingga menurut Reza, anak-anak dalam peristiwa kejahatan seksual adalah korban.

Anak-anak dalam peristiwa satu keluarga tewas jatuh dari apartemen ini harus tetap diposisikan sebagai orang yang tidak mau atau tidak setuju. Mereka, kata dia, dipaksa untuk melakukan tindakan ekstrem yang menghilangkan nyawa.

Kedua anak itu tidak bisa dikatakan bunuh diri, sebab mereka dipaksa untuk melompat dari apartemen. Oleh karena itu, kedua anak itu bisa disebut sebagai korban pembunuhan.

“Pelaku pembunuhannya adalah pihak yang harus diasumsikan, telah memaksa anak-anak tersebut untuk melompat sedemikian rupa,” ucap Reza.

Ahli psikologi forensik itu memahami polisi tetap tidak bisa memproses lebih lanjut kejadian ini meski kasus berubah menjadi bunuh diri dan pembunuhan, sebab terduga pelaku, yaitu orang tua anak tersebut juga tewas. Namun, seluruh pihak seharusnya mencatat bahwa kasus semacam ini bisa menjadi pidana.

“Baik dalam pendataan polisi maupun keinsafan bagi seluruh pihak,” kata dia. Sayangnya, menurut Reza, Indonesia memang belum mengenal posthumous trial atau proses pidana terhadap pelaku yang sudah mati.

Jangan remehkan depresi. Untuk bantuan krisis kejiwaan atau tindak pencegahan bunuh diri:

Dinas Kesehatan Jakarta menyediakan psikolog GRATIS bagi warga yang ingin melakukan konsultasi kesehatan jiwa.

Terdapat 23 lokasi konsultasi gratis di 23 Puskesmas Jakarta dengan BPJS. Bisa konsultasi online melalui laman https://sahabatjiwa-dinkes.jakarta.go.id dan bisa dijadwalkan konsultasi lanjutan dengan psikolog di Puskesmas apabila diperlukan.

Selain Dinkes DKI, Anda juga dapat menghubungi lembaga berikut untuk berkonsultasi:
Yayasan Pulih: (021) 78842580.
Hotline Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan: (021) 500454
LSM Jangan Bunuh Diri: (021) 9696 9293

AISYAH AMIRA WAKANG | ANTARA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus