Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Revisi UU Penyiaran, DPR Kaji Opsi Platform Digital Jadi UU Terpisah

Revisi UU Penyiaran sempat dibahas di DPR periode 2019-2024 namun mengalami penundaan.

19 Maret 2025 | 15.28 WIB

Jurnalis Pontianak melakukan aksi unjuk rasa menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran di Pontianak, Kalimantan Barat, Senin, 27 Mei 2024. Sejumlah organisasi profesi jurnalis seperti AJI Pontianak, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kalbar, PFI Pontianak, Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK), FJPI Kalbar serta lainnya menolak revisi UU Penyiaran dan menuntut agar DPR mempertimbangkan kembali ketentuan-ketentuan yang berpotensi merugikan kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia. ANTARA FOTO/Jessica Wuysang
Perbesar
Jurnalis Pontianak melakukan aksi unjuk rasa menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran di Pontianak, Kalimantan Barat, Senin, 27 Mei 2024. Sejumlah organisasi profesi jurnalis seperti AJI Pontianak, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kalbar, PFI Pontianak, Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK), FJPI Kalbar serta lainnya menolak revisi UU Penyiaran dan menuntut agar DPR mempertimbangkan kembali ketentuan-ketentuan yang berpotensi merugikan kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia. ANTARA FOTO/Jessica Wuysang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Revisi UU Penyiaran tengah bergulir di Komisi I DPR. Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Akbarshah Fikarno Laksono mengatakan revisi kali ini berfokus pada platform digital dan over the top atau OTT.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adapun, OTT merupakan layanan streaming melalui internet yang saat ini populer digunakan oleh masyarakat. Dave mengatakan sebelumnya UU Penyiaran hanya membahas regulasi penyiaran analog.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Sekarang ini kan yang menjadi pembahasan OTT dan digital platform," kata Dave saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta pada Rabu, 19 Maret 2025.

Politikus Partai Golkar mengatakan pihaknya masih mengkaji apakah muatan tentang OTT dan platform digital dimasukkan ke revisi UU Penyiaran atau terpisah. "Kami masukkan dalam undang-undang (penyiaran) atau perlu kami buat undang-undang terpisah. Nah ini yang formulasinya sedang kami godok," ujar dia.

Sebelumnya, Komisi I menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara pada Senin, 10 Maret 2025. Ada sejumlah masukan yang ditampung, salah satunya permintaan dari Direktur Utama LKBN Antara Akhmad Munir agar arah transformasi revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran harus menjamin kebebasan pers.

Selain dengan LKBN Antara, Komisi I juga telah mengundang menterian Komunikasi dan Digital untuk membahas regulasi penyiaran. Dave sebelumnya mengatakan revisi UU Penyiaran saat ini diharapkan tetap dimanfaatkan hingga 50 tahun mendatang.

Revisi UU Penyiaran sempat dibahas di DPR periode 2019-2024 namun mengalami penundaan. Saat itu, usulan pelarangan tayangan ekslusif jurnalisme investigasi dalam draf, menjadi sorotan dan kritikan pelbagai kalangan.

Hammam Izzuddin

Lulus dari jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta. Menjadi jurnalis media lokal di Yogyakarta pada 2022 sebelum bergabung dengan Tempo pada 2024

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus