Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berita Tempo Plus

Vonis Ringan Penyerang Novel

Rangkuman berita sepekan. Dari vonis ringan penyerang Novel Baswedan hingga rekomendasi resmi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk Gibran Rakabuming di pemilihan Wali Kota Solo.

18 Juli 2020 | 00.00 WIB

Persidangan pembacaan putusan kasus penyiraman penyidik KPK Novel Baswesan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara,  16 Juli 2020. TEMPO/Muhammad Hidayat
Perbesar
Persidangan pembacaan putusan kasus penyiraman penyidik KPK Novel Baswesan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, 16 Juli 2020. TEMPO/Muhammad Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGADILAN Negeri Jakarta Utara memvonis bersalah dua pelaku penyerangan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan. Kedua terdakwa, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, diganjar masing-masing dua dan satu setengah tahun penjara. “Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana,” ujar ketua majelis hakim Djuyamto pada Kamis, 16 Juli lalu.

Rahmat dan Ronny terbukti secara sengaja menyiram wajah Novel dengan air keras pada 11 April 2017. Keduanya diketahui memantau rumah Novel sebelum penyerangan tersebut. Namun hakim menilai tindakan tersebut bukan penganiayaan berat. Sebab, air aki yang digunakan untuk menyiram Novel telah dicampur dengan air biasa. Hakim menyatakan para terdakwa hanya ingin memberikan pelajaran terhadap Novel.

Vonis tersebut lebih tinggi dibanding tuntutan jaksa, yaitu satu tahun penjara. Namun jaksa masih mempertimbangkan banding. Adapun Ronny dan Rahmat menyatakan menerima vonis hakim. “Saya menerima putusan yang mulia,” kata Rahmat dalam persidangan.

Anggota tim advokasi Novel, Kurnia Ramadhana, kecewa atas vonis tersebut. Kurnia menilai hakim tak berupaya mengungkap kejahatan terorganisasi yang diduga melibatkan banyak pihak. Menurut dia, proses peradilan lebih bersifat membenarkan dalil para terdakwa dan tak mencari kebenaran materiil. “Ada upaya menyembunyikan auktor intelektualis,” ujar peneliti Indonesia Corruption Watch itu.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai persidangan tersebut gagal memberikan rasa keadilan bagi Novel. Indikasi keterlibatan petinggi kepolisian sama sekali diabaikan dalam proses persidangan. Ia meminta Presiden Joko Widodo membentuk tim independen dan memulai lagi proses penyelidikan dari awal.

Novel menilai proses pengadilan itu sebagai sandiwara. Ia juga mengkritik sikap Presiden yang tak kunjung membentuk tim pencari fakta. “Sandiwara telah selesai sesuai dengan skenario. Indonesia menjadi negara yang berbahaya bagi orang yang ingin memberantas korupsi,” ujarnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus