Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Riwayat bekas jenderal minyak

Riwayat hidup ibnu sutowo. tokoh yang membesarkan pertamina dan menyebabkan perusahaan itu diimpit utang besar. setelah keluar dari pertamina ia terjun di bisnis keluarga.

29 Februari 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMA Ibnu Sutowo, setelah lama menghilang, kembali merebut perhatian pers. Maklum, lakilaki kelahiran Grobogan, Jawa Tengah, yang kini berusia 77 tahun ini dianggap sebagai tokoh kunci dalam perkara uang sogok di Bank Sumitomo Cabang Singapura, yang kini dengan gigih sedang diperebutkan Pertamina dan Kartika Ratna, istri kedua almarhum Haji Thahir. Tapi bekas orang nomor satu di Pertamina itu seperti tak mau ambil pusing, dan kabarnya menolak untuk diajukan sebagai saksi di pengadilan tinggi Singapura. Ia lebih memilih diam. Tokoh yang dulu banyak disanjung orang itu kini lebih suka menghabiskan waktunya di rumah bermain catur atau pergi ke lapangan golf Rawamangun, olahraga yang digemarinya. "Kalau tak hujan, tidak ada acara penting, beliau bisa main golf tiap hari," kata orang dekatnya. Ibnu agaknya memang masih bersemangat. Lepas pukul sembilan pagi dia biasa telah tiba di kantor pusat Palang Merah Indonesia (PMI), yang hingga kini dipimpinnya, di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, untuk memeriksa laporan stafnya, rapat, atau menerima tamu. Namun, orang gaek yang kelihatan masih gagah itu menyadari pula akan keterbatasan fisiknya. Pukul 12.00 siang ia pulang ke rumahnya, di Jalan Tanjung 16, Jakarta. Kalau pagi hari tak ada di PMI, gampang ditebak, Ibnu barangkali ada di lantai tiga Gedung Bank Pacific, markas besar PT Nugra Sentana Group, di Jalan Sudirman, Jakarta. Di perusahaan milik keluarga Sutowo ini, yang menjadi induk bagi sejumlah anak perusahaan, Ibnu menjabat sebagai presiden komisaris. "Saya cuma ikut-ikutan bisnis dengan anak-anak," ujar ayah dari tujuh anak itu suatu kali. Ibnu, yang oleh pers Barat pernah disebut sebagai orang kedua terkuat di Indonesia, masih menarik perhatian orang jika tampil di resepsi. Penampilannya pun necis. Dan pekan lalu, bekas jenderal minyak itu kelihatan menumpang sedan Baby Benz merah hati model mutakhir. Boleh jadi, Ibnu belakangan merasa terganggu karena namanya terpampang sebagai berita besar di berbagai media. Pengacara Kartika sampai saat ini belum berhasil memancing Ibnu Sutowo hadir di pengadilan tinggi Singapura. Dalam kasus Kartika Thahir, bekas direktur utama Pertamina itu boleh dibilang memang tertutup. Beberapa kali wartawati TEMPO Nunik Iswardhani mencegatnya, tapi siasia. Tak satu pun komentar keluar dari mulutnya. Namun, figur Ibnu Sutowo, yang selama hampir hampir 20 tahun memimpin perusahaan minyak negeri ini, dari PT Permina sampai Pertamina, rupanya tak mudah dilupakan. Dialah jenderal pengusaha yang mulai memperkenalkan sistem kontrak bagi hasil (production sharing) dalam dunia perminyakan, yang lebih mengutungkan buat Indonesia ketimbang sistem kontrak karya. Pertamina pun berkembang pesat menjadi konglomerat, yang merebak dalam berbagai bisnis di luar urusan mencari minyak. Ya mulai dari usaha pengangkutan tongkang, tanker, pesawat terbang, hotel, real estate, peternakan sapi, persawahan, hingga lapangan golf. Pada masa jayanya, tak ada bawahannya yang berani menghalangi rencananya. Golf memang dunia senggang Ibnu Sutowo di samping bercengkerama dengan keluarganya. Dan namanama anggota keluarga Sutowo pun masuk ke lapangan golf Pertamina. Ada yang bernama Ibnu Golf Corse di dekat Pangkalan Brandan, Sumatera Utara. Sebuah padang golf di Prapat bernama Sally, mengikuti nama kecil Nyonya Saleha Ibnu Sutowo. Lantas, padang golf kesayangan Ibnu di Bedugul, Bali, memakai nama putri bungsunya, Handara Country Club. Ibnu lahir dari keluarga priayi. Ayahnya, Raden Sastrodiredjo, yang konon keturunan ke13 dari Sultan Pajang Hadiwijaya alias Jokotingkir, adalah seorang wedana di Grobogan, Jawa Tengah. Sebagai putra ambtenaar, Ibnu mendapatkan kemudahan memilih sekolah. Dia menamatkan SDnya di Europesche Lagere School. Lalu melanjutkan ke Mulo, dan kemudian ke sekolah kedokteran Nias, Surabaya. Setelah menggaet gelar Indische Arts 1940, Ibnu menjalani masa dinas kedokterannya yang pertama di Palembang dan Martapura. Di tempat tugasnya itu, dia mengenal Saleha yang kemudian resmi menjadi Ny. Ibnu Sutowo, 1943. Pada awal masa kemerdekaan, Ibnu diangkat menjadi Kepala Rumah Sakit Umum Plaju, lalu pindah ke Palembang, kemudian dipercaya menjabat Kepala Jawatan Kesehatan Tentara seSumatera Selatan. Dengan pangkat mayor tituler, Ibnu bergerilya ketika pecah agresi militer Belanda II pada 19481949. Usai penyerahan kedaulatan dia tetap di dinas kemiliteran. Dia sempat pula dikirim ke Medan untuk menjabat Kepala Jawatan Kesehatan TT (Tentara Teritorium) Sumatera Utara. Tapi kemudian dia kembali ke Palembang untuk memangku jabatan Panglima TT Sumatera Selatan. Tahun 1957, Kepala Staf Angkatan Darat, yang ketika itu dijabat oleh Jendral A.H. Nasution, meminta Ibnu Sutowo memimpin Perusahaan Minyak Sumatera Utara (PMSU). Ketika itu, PMSU baru saja diserahkan oleh Menteri Perindustrian Inkiwirang kepada Angkatan Darat. Tak berapa lama kemudian, PT PMSU ini berubah nama menjadi PT Permina (Perusahaan Minyak Nasional). Kendati memiliki konsesi ladang minyak di Aceh dan pantai Timur Sumatera, Permina ketika itu bukanlah perusahaan yang mentereng. Kantor pun masih menumpang di perumahan militer. Produksi minyaknya juga tak seberapa. Perusahaan minyak ini perlu modal besar untuk meningkatkan kapasitasnya. Ibnu Sutowo lantas membuat terobosan yang berani dalam suasana politik saat itu: mengundang masuknya modal asing. Mitra bisnis yang pertama dilirik Ibnu adalah Kobayashi Group dari Jepang. Uluran tangan Ibnu mendapat sambutan. Kontrak pun diteken. Permina menerima peralatanperalatan eksplorasi, eksploitasi, mesinmesin, dan tenaga teknis. Sebagai imbalannya, Permina menyetor minyak mentah kepada Kobayashi. Dalam tempo singkat, perusahaan minyak ini telah mampu membeli dua tanker sungai. Mitra asing Permina pun bertambah, ketika tahun 1965 perusahaan minyak itu membeli Sorong Petroleum Company di Irian Jaya. Setahun kemudian Permina mengambil oper seluruh kekayaan perusahaan minyak asing Shell di Indonesia. Saat itu Permina praktis menguasai semua ladang minyak di Indonesia. Wilayah kekuasaan Ibnu Sutowo masih terus bertambah. Tahun 1968 Pemerintah menggabungkan Permina dengan Pertamin, perusahaan negara yang menguasai penjualan dan distribusi minyak dalam negeri. Lahirlah Pertamina, dan Ibnu Sutowo, melalui SK Presiden, diangkat sebagai direktur utama. Mulailah putra Wedana Grobogan ini memapaki masa-masa puncaknya. Namun, Ibnu tak lupa untuk beramal. Dia tercatat sebagai salah satu pendiri Yayasan Pendidikan Al Quran, 1969. Setahun berikutnya, yayasan ini membuka PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu Quran). Bersama dengan Thahir, suami Kartika, Ibnu juga duduk di dewan kurator perpustakaan PTIQ, yang konon kini menjadi salah satu perpustakaan Islam paling lengkap di Indonesia. Sejak yayasan itu lahir, sampai sekarang, Ibnu aktif menjadi salah satu donatur. "Sekarang ini, paling tidak Pak Ibnu menyumbang PTIQ Rp 10 juta sebulan," kata Ubaidillah Murad, Ketua Eksekutif PTIQ. Jumlah itu belum termasuk sumbangan insidentil untuk menambah sarana di PTIQ. "Pokoknya, kalau kami meminta sumbangan dan jelas peruntukannya, Pak Ibnu tak pernah menolak," tambah Ubaidillah. Kesibukan dunia perminyakan memang membuat Ibnu Sutowo tak bisa terlibat banyak dalam ABRI. Tapi kepangkatannya di dinas kemiliteran naik, mengikuti suksesnya di ladang minyak. Ibnu Sutowo sempat menikmati kehormatan sebagai perwira tinggi bintang tiga, letnan jenderal. Boleh jadi, sukses yang berentetan itu membuat lakilaki yang lahir pada Ahad Wage 23 September 1914 ini menjadi kurang waspada. Alkisah, menurut primbon Jawa, demikian antara lain Mara Karma dalam buku berjudul Ibnu Sutowo, orang yang dilahirkan pada hari itu memiliki "kemauan kuat, cita-cita yang tinggi, dan segala keinginannya pantang dirintangi": Gede karepe, yen duwe pikir ora kena dipalangi . . .. Beberapa saat setelah Ibnu Sutowo turun dari tahta kerajaan Pertamina, ia harus menghadapi kenyataan pahit. Ia dikabarkan kena cekal, dilarang pergi ke luar negeri, hampir selama dua tahun. Ia pun disebut-sebut kena tahanan rumah. Namun, Jaksa Agung, yang saat itu dijabat Ali Said, menolak istilahistilah keras itu. "Ibnu Sutowo cuma diminta kalau sewaktuwaktu diperlukan agar ada di tempat," ujarnya. Sejak itu nama Letjen. (Pur.) dr. H. Ibnu Sutowo rada tenggelam dari pentas tokoh-tokoh. Kegiatannya lebih banyak ia tumpahkan pada bisnis keluarganya. Tapi urusan di situ pun tak bisa dibilang kecil. Sebab, usaha bisnis di bawah bendera PT Graha Santana Group ini cukup besar. Sampai dua tahun lalu, dalam catatan PDBI (Pusat Data Bisnis Indonesia) ada 52 perusahaan yang bernaung di bawah Graha Santana. Sekalipun kini, kabarnya, banyak juga usahanya yang tak berjalan mulus. Dalam grup usaha Ibnu itu ada PT Indobuilco, yang mengoperasikan Hotel Hilton Indonesia, Bank Pacific, PT Agung Podomoro yang menggarap sektor real estate, PT Mudco Indo Pratama yang menjual jasa pengeboran minyak, perusahaan dok PT Adiguna Shipyard, usaha budi daya mutiara PT Bacan, misalnya. Omset Graha Santana Grup, dalam catatan PDBI, mencapai Rp 300 milyar pada 1989. Apakah Ibnu Sutowo masih mungkin untuk diminta tampil sebagai saksi oleh pihak Pertamina, seperti halnya Menteri L.B. Moerdani baru-baru ini? Itulah agaknya yang ditunggu-tunggu orang banyak. Putut Trihusodo dan Siti Nurbaiti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus