SAWITO bukan orang pendiam. Ia dapat berbicara panjang dengan
gaya terbuka. Tinggi sekitar 168 senti dan berat sekitar 67
dengan cambang yang dibiarkan menggaris pipinya yang montok
cembung, ia tidak memikat. Tapi ia bisa persuasif. Orang mudah
terbawa mengikuti permintaannya -- meskipun kemudian mungkin
menyesal.
Watak seperti ini bukan luar biasa. Sebuah sumber yang dekat
dengannya menyatakan bahwa ia tak memakai sirep atau sihir
apapun dalam memperoleh tandatangan para tokoh untuk naskahnya
yang "menghebohkan" itu. Kalau bisa pakai sihir. Kenapa tak
disihirnya saja tokoh-tokoh lain?
Tanpa keanehan itu pun isi pikiran Sawito mungkin agak ganjil
bagi banyak orang. Ini ternyata dari karangan-karangannya.
Beberapa karyanya dimuat dalam majalah Mawas Diri, bulanan yang
dipimpin Dra. S.K. Trimurti dan banyak membuat tulisan filsafat
terutama yang mencerminkan pandangsn hidup kebatinan dan
keagamaan. Sawito menulis memakai beberapa nama samaran,
misalnya Dharmakusuma dan D. Switz
Atau pakai nama sendiri. Misalnya untuk tulisannya. Evolusi
Kesadaran Hidup Berjazad dalam, Mawas Diri September 1973.
Karangan ini -- kira-kira ditulis setelah ia merasa menerima
"perintah Tuhan di Gunung Muria 1972 -- nampaknya ia anggap
sebagai tulisannya yang terpenting.
"Tak Ada Taranya"
Di dalamnya dengan segera terpantul pola pikiran yang tak asing
di kalangan kebatinan. Ada kecenderungan mencocok-cocokkan
arti suatu kata dengan tafsiran yang dikehendaki. Kata
"Nusantara" misalnya, ia tafsirkan sebagai berasal dari
kata"Nusa-n-Tara". Artinya, "kepulauan yang tak ada taranya".
Kecenderungan lain adalah menganggap bahwa Indonesia -- atau
khususnya Jawa -- sebagai pusat dan titik mula dunia serta
perkembangannya. Anggapan negeri sendiri sebagai pusat dunia
yang menurut seorang ahli sejarah sering terdapat di Asia
Tenggara, memang banyak ditemui di sini. Babad Tanah Jawi
misalnya menyatakan bahwa Batara Wishnu salah satu keturunan
Nabi Adam. begitu katanya -- bertahta di Pulau Jawa. Bahkan
beberapa tahun yang lalu Nilakentjana seorang tokoh kebatinan
menyatakan bahwa "dunia Adam" tempat manusia pertama adalah di
Jawa. Hingga bisa disimpulkan bahwa Nabi Adam itu orang Jawa"
(TEMPO 12 Pebruari 1972).
Tapi yang menarik adalah ramalan-ramalan Sawito di dalam tulisan
itu. Untuk mengatasi "perkembangan kemanusiaan sekarang ini" dan
untuk mengakhiri "kesesatan manusia", begitu Sawito. Tuhan akan
menurunkan KUASANYA. Sekaligus sebagai Pemimpin. Pandu dan
Tauladan". Tapi berbeda dari masa-masa yang lampau, di mana
Tuhan hanya cukup mengirimkan utusan-utusan-NYA", kali ini
mengingat sangat parahnya keadaan "DIA sendiri berkenan turun
tangan dalam wujud KUASANYA".
Tuhan juga sudah siap dengan cara memperbaiki keadaan kembali.
Dan dalam rangka pembangunan kembali inilah "NUSANTARA memegang
peran yang MAHA penting, sebagai CIKAL BAKAL peradaban
BARU,PANGKALAN PERTAMA PERINTIS KERAJAAN TUHAN YANG BARU".
Selain itu, Sawito juga menyatakan bahwa bahasa Indonesia, dalam
perkembangan bahasa berikutnya, "akan menjelma sebagai bahasa
dunia yang akan dilengkapi pula dengan AKSARA INDONESIA".
Sawito dan Ajisaka
Menurut ramalan Sawito kemudian Indonesia akan merupakan contoh
bagi seluruh dunia, "untuk merubah susunan lama dan menggantinya
dengan susunan yang serba SERASI, harmonis yang disebut zaman
SAWITAN". Menurut Sawito, kata sawitan berarti "pasangan hidup
yang harmonis dan hidup rukun". Dalam bahasa Jawa kata itu
umumnya diartikan, kurang-lebih, pakaian batik yang sesuai,
khususnya buat sepasang pengantin. Mungkin sekali -- sesuai
dengan kepandaian orang Jawa dalam bermain kata-kata sawitan di
situ dipasang dengan makna yang mengarah kepada nama Sawito.
Hingga "zaman SAWITAN" bisa berarti pula "zamannya Sawito".
Adapun zaman baru itu akan "menggantikan zaman lama, susunan
tatasurya lama", yang dikenal sebagai "zaman AJISAKA". Mengapa
zaman lama itu disebut "Ajisaka" tak jelas: tapi Ajisaka dalam
dongeng rakyat Jawa adalah orang asing (dari India) yang datang
ke Jawa, berhasil mengalahkan raja Dewatacengkar dengan cara
meminta tanah sampai sang raja terdesak ke tepi laut dan
terjungkel. Ajisaka, menurut yang empunya cerita, kemudian
menyusun humor dan alfabet yang kini dipakai orang Jawa.
Apakah dengan sebutan "Ajisaka" diartikan sesuatu yang datang
dari luar dan tak asli, tidak jelas. Tapi Sawito meramal bahwa
zaman SAWITAN" yang menggantikan "zaman AJISAKA itu akan
"melahirkan peradaban baru". Dan ini, katanya, merupakan
KEASLIAN baru yang UNGGUL".
Bagi Sawilo -- dengan menggunakan istilah 'nassionaris' -- apa
yang diramalkannya adalah "berita" bagi khalayak. Dan
dianjurkannya kita, "setelah menerima berita di atas", untuk
suka rela menjadi barisan mssion sacre Ilahi". Tapi harap
dicatat: di bagian lain Sawito menyatakan: "Cara kekerasan
tidak dapat digunakan dalam menempuh pembangunan evolusi ini".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini