TIGA bulan bersidang~ sejak Oktober lalu, tak banyak berita muncul tentang rapat-rapat Badan Pekerja (BP) MPR. Maklum, kebanyakan rapat itu dinyatakan tertutup. Ternyata, sepekan sebelum sidang BP berakhir Rabu pekan ini, muncul juga sebuah kejutan. Rabu pekan lalu, tiba-tiba F-KP mengeluarkan pernyataan yang menyentak. Fraksi itu mengancam akan menempuh jalan voting di BP MPR. "Kita harus mengambil keputusan. Tapi kalau ternyata cara-cara musyawarah mufakat tidak bisa menghasilkan keputusan, F-KP akan melakukan voting," kata Akbar Tanjung, Sekretaris F-KP di MPR~. Berbagai reaksi tak setuju segera bermunculan. Bukan saja datang dari fraksi minoritas seperti FDI dan FPP-yang hampir pasti akan kalah dalam pemungutan suara - tapi juga dari fraksi lain yang selama ini dianggap satu kubu dengan F-KP. Ketua BP MPR yan~ juga Ketua Fraksi Utusan Daerah, R. Soeprapto, menilai panitia ad hoc masih intensif membicarakan berbagai materi, "Karena itu, saya yakin tidak usah melakukan votin~g karena sistem musyawarah dan mufakat selalu lebih baik buat kita," katanya. Bagaimana Fraksi ABRI? "Wah, itu bukan satu-satunya jalan," kata Mayjen. Harsudiono Hartas. Menurut Ketua F-ABRI itu, para anggota BP sudah tergalang menjadi satu dan mewakili kepentingan seluruh bangsa, tidak lagi mewakili kepentingan golongan. Jadi, sekalipun ada pertentangan, akhirnya yang harus dipentingkan adalah kekompakan keluarga. Karena itu, "Saya kok optimistis akan tercapai titlk terang. Janganlah kembali kepada politik yang berpola pada desintegrasi," ujarnya. Suara bernada sama juga datang dari Kharis Suhud. Selain menyebut tak baik cepat-cepat main "voting-votingan", Ketua DPR/MPR itu mengatakan, "Cara voting baru akan dilakukan dalam Sidang Umum, bukan di sidang Badan Pekerja." Yang jelas, di tingkat sidang-sidang Panitia Ad Hoc (PAH) - yang dibentuk BP memang sempat terjadi kemacetan dalam mengambil keputusan. Itu ditemukan terutama di PAH II yang membicarakan rancangan ketetapan (Rantap) dan rancangan keputusan (Rantus) yang sifatnya non GBHN. Di sini terdapat 11 materi yang dibahas sejak 26 Oktober yang lalu, dan sebagian besar sudah dapat diselesaikan dengan suara bulat. Kemudian terjadilan kemacetan yang menyangkut beberapa materi. Di sini F-KP, F-ABRI, dan F-Utusan Daerah bertikai dengan fraksi F-PP dan F-DI, terutama menyangkut pelaksanaan Pemilu. Kedua fraksi ItU, misalnya, mengusulkan agar hari pencoblosan suara dinyatakan sebagai libur umum. "Supaya orang nggak stres, bisa memilih dengan tenang di dekat rumah masing-masing," kata Nico Daryanto, Sekjen PDI. Selain itu, PDI juga mengusulkan agar kekuatan Sospol diikutsertakan dalam pelaksanan Pemilu, agar Pemilu berlangsung jujur dan adil. Persilangan pendapat yang menyolok datang dari F-PP. "Terlalu banyak kalau cuma bikin usul, lebih baik bikin saja Rantap baru," kata Aisyah Amini, Ketua F-PP di MPR. Memang F-PP muncul dengan usulan dua Rantap. Yang pertama tentang pemilihan umum, dan satu lagi membahas kedudukan, wilayah, kegiatan dan pembiayaan Parpol serta Golkar. Selain itu F-PP sendiri masih punya usul lain. Misalnya dalam Rantap tentang pelimpahan tugas dan wewenang kepada Presiden/Mandataris MPR dalam rangka penyuksesan dan pengamanan pembangunan nasional. F-PP mengusulkan tambahan kata-kata "dan pelaksanaan UUD '45"~ setelah kalimat ". . . Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila . . .", yang tertera pada konsiderans Rantap itu. Soalnya, menurut fraksi itu, dalam pembangunan perlu dilaksanakan demokratisasi ekonomi seperti tercantum dalam Pasal 33 UUD '45. "'Kan sudah tekad Orde Baru untuk menjalankan UUD '45 secara murni dan konsekuen, kenapa kok mau ditinggal?" ujar Aisyah Amini. Fraksi itu menuntut pula agar soal Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan agama, yang dalam GBHN tercantum dalam bab yang sama, dipisahkan, dengan alasan keduanya diurus oleh departemen yang berbeda. Padahal, fraksi lainnya, termasuk F-DI -- kecuali beberapa materi menyangkut Pemilu -- tak bisa menerima usulan F-PP. "Bab agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan YM~E itu kami anggap sudah cukup baik," kata Akbar Tanjung. Tentang UUD '45 ? "Soalnya 'kan berkaitan dengan nilai pembangunan, jadi pemasukan UUD '45 di situ di luar konteks," jawab Akbar. PDI nampaknya tak berminat melayani tantangan ~voting. Menurut Nico Daryanto, dalam kasus ini mereka memilih bersikap demokratis. Yang dimaksudnya ialah memilih berkorban demi kepentingan orang banyak atau kehendak mayoritas. "Ada kalanya kita juga harus berani mengorbankan diri," katanya. Yang terus bertahan sampai Senin pekan ini tampaknya cuma PPP. Senin siang, sebuah pertemuan antara F-KP yang dihadiri Soegandhi (ketua F-KP di MPR), Machmud Subarkah, Jacob Tobing, dan Akbar Tanjung, dengan F-PP yang diwakili Darusamin, seperti diungkapkan Akbar, tetap menemui jalan buntu. Namun, belum tentu voting akan terjadi. Aisyah Amini memberi isyarat, "Kalau pihak lain menghendaki voting, pihaknya akan menerima." Tapi bila itu dilakukan di tingkat Badan Pekerja (sekalipun dibolehkan oleh Pasal 92 TAP MPR 1983) akan merugikan. Sampai dimulainya SU MPR, 1 Maret, sebetulnya masih bisa digunakan untuk berembuk. "l~alau sudah voting, 'kan nggak bisa lagi bicara?" ujarnya. Sebetulnya, sekaiipun sudah diputuskan dengan pemungutan suara di BP, fraksi yang ~alah masih bisa mempersoalkan usulannya di SU MPR. Menurut jadwal, sidang pleno BP MPR Rabu pekan ini akan mengesahkan hasil yang diperoleh BP selama ini. Keesokan harinya hasil itu akan diserahkan oleh pimpinan BP kepada pimpinan MPR, untuk dibawa ke SU MPR nanti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini