Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Sejak hujan september

Beberapa ruas jalan di aceh barat dan aceh selatan mengalami rusak berat. untuk membenahinya, pihak pemda belum mampu. rencana poros jalan banda aceh- meulaboh-tapaktuan dibicarakan masyarakat. (dh)

31 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

POROS jalan Banda Aceh-Meulaboh, Tapaktuan sepanjang 200 Km lebih, ia menjadi buah bibir masyarakat Aceh. Jalur jalan ini melintasi wilayah Aceh Barat dan terus ke Aceh Selatan. Ini tentu karena semenjak hujan mengguyur daerah ini mulai September lalu, jalan itu jadi hancur. Terutama di Kilometer 68-74 dan Kilometer 311-322. Perjalanan terpaksa dilakukan dengan estafet. Sebab di bagian-bagian itu, bukan saja tanah jalan sudah tergerogoti di mana-mana, juga air seldlu menggenang 1 hingga 3 meter di atas permukaan tanah. Di tempat-tempat itu pula alat angkutan darurat mulai tumbuh dengan ramainya. Namanya rakit batang pisang. Jarak yang biasanya dapat ditempuh dalam waktu hanya 10 jam, karena kerusakan itu paling untung jika 3 hari 3 malam dapat sampai di tempat tujuan. Betapa tidak, jika di tempat-tempat gawat bis maupun truk dapat terbenam sampai atap - satu tontonan gratis yang mengasikkan bagi penduduk sekitar. Tapi tak kalah dari itu, penduduk-penduduk di tepi jalan itu kebagian rezeki pula karena rumah mereka sering dijadikan penginapan sekaligus restoran bagi penumpang-penumpang kendaraan. Terkurung Keadaan serupa itu tentu dengan cepat menyusahkan Bupati Aceh Barat, Syamsunan dan Bupati Sukardi dari Aceh Selatan. "Saya telah lapor pada gubernur, tapi apa yang bisa kita buat" tutur Syamsunan beberapa saat setelah ia meninjau jalan rusak di wilayahnya. Sebab, "paling-paling yang bisa kita kerjakan menimbun bopeng-bopeng di permukaan" tambah Kepala PU Aceh Barat, Syarifuddin. Rahasianya tentu soal biaya juga. Karena untuk membenahi jalan sepanjang itu kantong propinsi maupun kabupaten tak bisa menolong. Apalagi karena selama ini jalan di sana memang bukan tergolong jalan bermutu. Yang paling menderita akibat kerusakan itu tentulah para warga Kabupaten Aceh Selatan. Sebab hanya satu-satunya jalur jalan ini saja yang mampu menghubungkan mereka ke dunia luar - terutama karena jalan laut hanya dilalui kapal perintis sebulan sekali. Mereka praktis terkurung. Harga-harga kebutuhan mulai membubung. Untung karena wilayah ini tergolong gudang beras, harga pangan ini malah menurun karena tak ada saingan pembeli dari luar. Tapi apakah mereka akan betah bertahan dalam keadaan terkurung begitu, yang menurut perkiraan akan berlangsung hingga Pebruari tahun depan? Yaitu saat hujan mulai reda. Tapi jalan-jalan itu toh tetap parah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus