Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar aksi bertajuk Indonesia Gelap yang dilaksanakan secara berantai pada Senin, 17 Februari 2025 hingga Rabu, 19 Februari 2025. Disertai tagar Indonesia Gelap yang viral di media sosial, aksi tersebut menuntut sejumlah permasalahan di Tanah Air yang terjadi hari-hari ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum tagar Indonesia Gelap, aksi-aksi besar yang digelar sebelum-sebelumnya juga digerakkan seiring viralnya tagar di lini masa. Beberapa hastag tersebut di antaranya Peringatan Darurat pada Agustus 2024, MahasiswaBergerak era Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi, Gejayan Memanggil, hingga belakangan #AdiliJokowi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo merangkum sederet tagar yang viral seiring terjadinya aksi, berikut ulasannya:
1. #IndonesiaGelap
Tagar Indonesia Gelap menjadi trending topic di media sosial X pada Senin kemarin. Berdasarkan pantauan Tempo, tagar yang viral tersebut merupakan slogan yang digunakan oleh warganet untuk menyoroti berbagai permasalahan dalam pemerintahan era Presiden Prabowo Subianto-Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Tagar Indonesia Gelap menggema seiring aksi para mahasiswa yang digelar pada Senin hingga Rabu. Koordinator BEM SI Satria Naufal mengatakan tajuk tersebut dimaknai sebagai ketakutan warga Indonesia terhadap nasib masa depan bangsa. Menurut dia, di bawah kepemimpinan Prabowo, masyarakat justru sering kali dibayangi oleh isu dan kebijakan yang tidak mendukung kepentingan rakyat.
“Bagi kami, Indonesia Gelap sudah cukup mewakilkan ketakutan, kekhawatiran, serta kesejahteraan warga,” kata dia saat dihubungi, Senin, 17 Februari 2025. “Teguran bagi pemerintah untuk terus melihat pada seluruh aspek dalam menjalankan pemerintahan.”
Sejumlah tuntutan yang akan dibawa dalam aksi bertajuk ini ialah efisiensi Kabinet Merah Putih secara struktural dan teknis; mendesak Prabowo keluarkan Perpuu Perampasan Aset; tolak revisi UU TNI, Polri, Kejaksaan; evaluasi total pelaksanaan Makan Bergizi Gratis; pendidikan gratis; tolak revisi UU Minerba; hapus dwifungsi militer di sektor; reformasi Polri; tolak revisi peraturan tata tertib DPR; hingga realisasi anggaran tukin dosen.
2. #PeringatanDarurat
Pada Agustus 2024, media sosial sempat ramai dengan tagar Peringatan Darurat dan video garuda berlatar biru beserta tulisan Peringatan Darurat. Peringatan itu muncul sebagai bentuk protes terhadap keputusan DPR RI dan Pemerintah yang menolak mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Warganet ramai-ramai memasang gambar ini sebagai foto profil atau mengunggahnya di status media sosial mereka.
Adapun aksi ini dipelopori oleh akun-akun terkenal seperti @narasinewsroom, akun Najwa Shihab @najwashihab, @matanajwa, dan @narasi.tv di platform Instagram dan X. Dalam unggahan tersebut, hanya tertulis peringatan darurat di atas gambar Burung Garuda, tanpa keterangan tambahan. Sejumlah pesohor turut memasang gambar serupa, di antaranya Pandji Pragiwaksono.
“Rakyat Bersatu Tak Bisa Dikalahkan. Presidennnya Gemoy, Pemerintahnya Goyang,” tulis Pandji dalam keterangan fotonya, dikutip Tempo, Rabu, 21 Agustus 2024.
Peringatan darurat ini menyebar luas di media sosial menyusul pembahasan revisi UU Pilkada oleh DPR RI sebagai respons terhadap dua putusan MK, yakni Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Kedua putusan yang diterbitkan pada 20 Agustus 2024 itu menggagalkan skenario kotak kosong dalam Pilkada 2024 dan menutup peluang Kaesang Pangarep untuk dicalonkan dalam Pilgub.
Meskipun MK telah menetapkan syarat batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon, DPR RI dalam pembahasan kilatnya memilih untuk mengikuti Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024. Putusan tersebut mengubah batas usia minimum 30 tahun untuk calon gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati atau wali kota, sehingga berlaku saat pelantikan kepala daerah terpilih.
Keputusan ini menuai kontroversi karena dianggap membuka jalan bagi Kaesang yang saat itu berusia 29 tahun untuk maju di Pilkada, mengingat ia akan genap berusia 30 tahun pada Desember 2024, beberapa bulan setelah masa pendaftaran calon kepala daerah dibuka. Kendati MK membatalkan putusan MA, dalam rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada DPR malah menyepakati bahwa batas usia calon kepala daerah tetap merujuk pada putusan MA.
Seiring viralnya tagar #PeringatanDarurat, ribuan massa menggelar aksi unjuk rasa kawal Putusan MK tersebut di depan kompleks Parlemen DPR RI, Jakarta, pada Kamis, 22 Agustus 2024. Agenda serupa juga digelar di berbagai kota besar di Indonesia seperti Surabaya, Surakarta, hingga Makassar. Saat itu DPR akan menggelar rapat paripurna untuk menggolkan aturan mengadopsi putusan MA.
Di Jakarta, ribuan massa dari beragam elemen menggeruduk Kompleks Gedung DPR, Senayan. Tampak beragam poster berisikan suara masyarakat menghiasi jalannya aksi tersebut. Di antara bertuliskan, “Indonesia Darurat Demokrasi, Matinya Demokrasi Indonesia”, “Lawan Komplotan Pembegal Konstitusi”, dan “Tolak Pilkada Akal-Akalan Penguasa: Kawal Putusan MK”.
Setelah didemo, rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada yang rencananya digelar Kamis, ditunda. Alasannya, anggota DPR RI yang hadir tidak memenuhi kuorum. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengumumkan penundaan didampingi pimpinan DPR lain, Lodewijk Freidrich Paulus dan Rachmat Gobel.
“Sesuai dengan aturan yang ada bahwa rapat tidak bisa diteruskan. Sehingga acara har ini pelaksanaan pengesahan RUU Pilkada otomatis tidak bisa dilaksanakan,” kata Sufmi Dasco di Kompleks Parlemen DPR RI, Kamis, 22 Agustus 2024.
3. #MahasiswaBergerak
Pada 2019, tagar Mahasiswa Bergerak juga ramai muncul di media sosial seiring aksi protes ratusan mahasiswa di Gedung DPR di kawasan Senayan, Jakarta Pusat. Dalam agenda yang dilangsungkan pada Kamis 20 September 2019 itu, mereka berkumpul untuk menyuarakan penolakan atas pengesahan revisi UU KPK dan rencana pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP.
Menurut pantauan Tempo, massa aksi demonstrasi berasal dari sejumlah perguruan tinggi, seperti Universitas Indonesia, Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung, Universitas Paramadina, Universitas Trisakti, Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Universitas Indraprasta PGRI (Unindra), serta berbagai perguruan tinggi lainnya.
Para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi itu menyampaikan mosi tak percaya kepada DPR. Mosi ini disampaikan lantaran parlemen tak menggubris kritik masyarakat soal revisi UU KPK yang akhirnya disahkan DPR. Mereka merasa reformasi telah dikorupsi. Mahasiswa juga mengkritik DPR yang seolah tutup telinga terhadap tuntutan penundaan pengesahan RKUHP.
“KPK dikebiri, KPK dikerangkeng! KPK yang seharusnya bisa bekerja optimal malah dilemahkan,” teriak salah seorang mahasiswa dari atas mobil komando.
4. #GejayanMemanggil
Tagar Gejayan Memanggil juga.menjadi trending topik di X, dulu Twitter, pada Senin, 23 September 2019 menyusul tagar #MahasiswaBergerak beberapa hari sebelum. Viralnya tagar tersebut seiring dilakukannya seruan bagi mahasiswa dan masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya untuk menggelar aksi damai di kawasan Gejayan, Yogyakarta.
Diketahui, Gerakan Gejayan Memanggil merentang sejak era Presiden Soeharto. Tradisi unjuk rasa di bilangan Gejayan, Yogyakarta ini bermula pada 8 Mei 1998. Kala itu, lokasi tersebut menjadi tempat demonstrasi mahasiswa menuntut segera dilakukan reformasi. Peristiwa ini jadi kenangan kelam lantaran berakhir bentrok dengan aparat. Ratusan orang luka dan Moses Gatutkaca meninggal dalam tragedi itu.
Adapun Aksi Gejayan Memanggil digelar pada 2019 untuk memperingati 20 tahun Peristiwa Gejayan dan Peristiwa Semanggi. Serangkaian aksi dari mahasiswa dan sejumlah elemen mewarnai September tahun itu. Mereka mendesak pemerintah membatalkan revisi UU KPK, menunda pengesahan RKUHP, segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dan tuntutan lainnya.
Aksi Gejayan Memanggil kembali bergelora pada Kamis, 8 Oktober 2020. Kali ini, aksi yang digelar oleh kelompok yang menamakan diri Aliansi Rakyat Bergerak tersebut menyuarakan penolakan terhadap Undang-undang atau UU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020.
Aksi Gejayan Memanggil juga digelar pada 2021. Namun kali ini aksi protes bukan dilakukan dengan turun ke jalan. Aksi ditaja dengan membuat mural kritikan kepada penguasa di tembok-tembok pinggir jalan. Kegiatan itu dilakukan sebagai bentuk protes lantaran kepolisian gemar menghapus mural bernada kritik terhadap pemerintah.
Teranyar, Aksi Gejayan Memanggil digelar sejumlah elemen masyarakat di pertigaan Gejayan, Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta pada Senin 12 Februari 2024. Massa aksi sebagian besar mahasiswa memakai jaket almamater. Mereka berangkat dari Bundaran UGM dengan long march ke pertigaan Gejayan yang jaraknya sekitar tiga kilometer.
Massa bergerak membawa sejumlah spanduk hingga poster berisi kritikan terhadap pemerintahan Presiden Jokowi. Dalam aksi itu, mereka menguliti dosa atau rekam jejak hitam rezim Jokowi dan tiga pasangan calon presiden-wakil presiden (capres-cawapres) yang bertarung pada Pemilu 2024.
“Hari ini para elite oligarki menggaungkan bahwa kita sedang berada dalam pesta demokrasi dan kontestasi pemilu, mereka mulai menebar berbagai janji untuk mengait hati dan mendapatkan suara rakyat,” kata Juru Bicara Jaringan Gugat Demokrasi (Jagad), Sana Ulaili, yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak, Gejayan Memanggil, hingga Forum Cik Ditiro itu.
5. #AdiliJokowi
Tagar Adili Jokowi menggema di X beberapa waktu lalu, tepatnya Rabu, 12 Februari 2025. Tagar tersebut digunakan pengguna X untuk mengangkat isu mendesak aparat penegak hukum untuk mengadili Presiden ke-7 RI tersebut. Setidaknya lebih dari 10 ribu Tweet turut yang menyertakan unggahan dengan #AdiliJokowi.
Sebelum tagar #AdiliJokowi viral, sebelumnya telah dilakukan unjuk rasa mengadili Jokowi dan keluarga secara serentak pada Jumat, 7 Februari 2025. Salah satunya massa mengatasnamakan Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) di Polda Metro Jaya. Melibatkan sekitar 500 orang, mereka menuntut Polda Metro mengusut sejumlah pelanggaran hukum yang terjadi di era pemerintahan Jokowi, termasuk kasus dugaan korupsi keluarganya.
Bukan hanya di Jakarta, demo juga dilakukan elemen masyarakat di markas polisi daerah lain. Di Jawa Barat, Polda Jabar didemo ratusan orang mengatasnamakan Masyarakat Tertindas Barat (Martin). Mereka juga membentangkan sejumlah spanduk, di antaranya bertuliskan, “Tangkap Jokowi” dan “adili Jokowi”.
Di Jawa Timur, tuntutan adili Jokowi juga digaungkan elemen mengatasnamakan Gerakan Arek Suroboyo di depan Polda Jatim, Jalan Ahmad Yani, Surabaya. Dalam aksi tersebut, mereka menuntut pengusutan tuntas dugaan kasus Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang diduga melibatkan Jokowi dan keluarganya.
“Teman-teman, saudara-saudara. Masyarakat ini kelaparan, tetapi mereka yang berkuasa malah merongrong dan merusak tatanan,” kata koordinator aksi, Yusak.
Pribadi Wicaksono, Rachel Farahdiba Regar, Budiarti Utami Putri, Egi Adyatama, Rizki Dewi Ayu, Eka Yudha Saputra, Michelle Gabriela, Hendrik Yaputra, Adam Prireza, Andita Rahma, Amelia Rahima Sari, Desty Luthfiani, Sultan Abdurrahman, dan Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Ragam Demo BEM SI dalam Aksi Indonesia Gelap di Berbagai Daerah