BAJU monyet berwarna biru muda yang dipakainya terkena pelumas.
Pemakainya tak peduli. Suara mesin bubut di bengkel/ruang kerja
politeknik di kompleks Kanayakan, sebelah utara Bandung sedang
ribut. Mahasiswa bekerja tekun sambil belajar.
Penghargaan atas waktu benar-benar dihayati, kata L. Budi
Prastawa, Dosen Kepala Politeknik Mekanik Swiss-ITB. Tapi semua
terpaksa istirahat Sabtu lalu. Politeknik itu merayakan Lustrum
I dan melepas 47 ahli teknik yang telah menyelesaikan
pendidikan. Turut hadir Menteri Pendidikan Dr. Daoed Joesoef
Dubes Swiss (J. Bourgeois) untuk Indonesia, dan Gubernur Ja-Bar,
Aang Kunaefi.
Pemerintah Swiss membantu pembangunan bengkel Politeknik seluas
2.000 meter persegi, lengkap dengan peralatannya. Tak
ketinggalan pula bantuan tenaga ahli dari Swiss sejak dimulai
kegiatan pendidikan (1976).
Pendidikan Politeknik dirancang sedemikian rupa, hingga dapat
mengisi kekosongan jarak antara insinyur dan tenaga lulusan
sekolah menengah. Program tanpa gelar (non-degree) harus
ditempuh mahasiswanya selama 3 tahun.
Sekarang jurusan yang ada baru tiga. Yakni: ahli teknik pembuat
perkakas, ahli teknik perawatan mesin, ahli teknik gambar dan
perancangan. Satu jurusan lagi masih dalam penjajakan, yaitu
pendidikan ahli teknik pengecoran logam.
Calon mahasiswanya adalah lulusan SMA paspal, atau STM, dengan
nilai rata-rata 7. Banyak pelamar tapi Politeknik ini hanya
mampu menampung 52 mahasiswa baru tiap tahun.
Sekarang mahasiswa yang sedang belajar di situ berjumlah 354.
Semua lulusannya berjumlah 184 telah mendapatkan pekerjaan.
"Permintaan cukup banyak, kami kewalahan menerima pesanan," ujar
Ir. M. Iskandar Nataamijaya, asisten direktur.
DIRJEN Pendidikan Tinggi Dr. D.A. Tisna Amijaya mengatakan
pemerintah telah merencanakan pembangun politeknik di tempat
lain September nanti, setelah berhasil pengalaman di ITB itu.
Menurut rencana, pendidikan politeknik akan dibangun pula di USU
Sumatera Utara, Unsri Palembang, Undip Semarang, dan Unibraw
Malang.
Sebanyak 14 dosen dari Swiss (mereka bisa ngomong bahasa
Indonesia) dan 28 dosen dari dalam negeri, memberikan kuliah
pada mahasiswa. Dosen teori mempunyai keharusan juga menjadi
instruktur dalam praktek. "Kami memberi jaminan, mahasiswa dalam
3 tahun harus lulus," kata dosen Budi Prastawa. Hanya 2-3 orang
saja yang drop-out setahun.
Gunawan, anak kelahiran Jakarta, mengatakan: "Di sini saya
dididik menjadi pekerja. Saya senang." Tahun ini dia akan
mendapatkan bea-siswa dari sebuah perusahaan tekstil di Bandung.
"Pokoknya cukup untuk belajar dan makan," katanya.
Bambang Supraptojo, lulusan Paliteknik 1979, kini bekerja
sebagai instruktur di situ. Gajinya? Tak satu pun dari
instruktur yang mau mengungkapkan berapa gaji mereka, tapi lebih
baik dari PGPN.
CV Kaibaru Bandung, yang memproduksi lampu pijar, berani
membayar lulusan Politeknik sebesar Rp 150-Rp 200 ribu setiap
bulan. Ada tiga lulusan Politeknik bekerja di sana.
Selain sebagai lembaga pendidikan, Politeknik Mekanik Swiss-ITB
melayan pesanan peralatan dari berbagai pihak antara lain dari
GIA.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini