SEKITAR 50 orang berkumpul di Jl. Cik Ditiro 6A, Yogya. Suasana
Jawa terasa tatkala Menteri P & K Daoed Joesoef, seorang di
antara mereka, mencabut gunungan wayang. Maka terbukalah
selubung yang menutupi papan nama Pusat Proyek Javawologi.
Kejadian Senin malam itu (7 Juni) bertepatan dengan HUT
Kotamadya Yogya ke-35. Sebuah proyek yang bertujuan meneliti dan
mengembangkan kebudayaan Jawa diresmikan.
"Diharapkan proyek ini dapat menjadi jembatan antara petguruan
tinggi dengan masyarakat," kata Dr. Soeroso MA, Kepala Badan
Penelitian, Pengembangan, Pendidikan dan Kebudayaan (BP3K) yang
mengelola proyek tersebut. Wakil Kepala Daerah Khusus Yogya, Sri
Pakualam VIII pun menyambut baik proyek ini. "Pemilihan Yogya
sebagai pusat Javanologi sangat tepat, karena dekat dengan
sumber kebudayaan Jawa," demikian sambutannya.
Mengapa Javanologi? Menurut Dr. Soeroso MA yang pernah menjabat
Rektor UGM, kebudayaan Jawa dipandang 'terbesar', mempunyai
dokumentasi lengkap dan punya tenaga ahli yang cukup. "Bila
pusat informasi ini terwujud," katanya, "kita tidak perlu pergi
ke Leiden untuk studi kebudayaan Jawa. Cukup ke Yogya saja."
Irjenbang dan Ketua Kehormatan CSIS Soedjono Hoemardani di situ
mengatakan bahwa kebudayaan Jawa sebagai bagian dari kebudayaan
Indonesia termasuk tua dan terus berkembang. Ia mengharapkan
agar hasil penelitian Javanologi kelak bisa disalurkan ke dalam
program pendidikan formal dan non-formal. "Sastra, kesenian
budi-pekerti dan ilmu pengetahuan daiam tradisi Jawa menjadi
bagian dalam pendidikan termasuk pendidikan keluarga," katanya.
Untuk tahun pertama, ada 7 bidang garapan proyek ini: Membentuk
kerangka Lembaga Javanologi mengumpulkan karya tulis Jawa,
khususnya yang langka mengidentifikasi, mengkualifikasi dan
menginventarisasi khasanah kebudayaan Jawa menyaring
permasalahan dalam skala prioritas mewujudkan pusat informasi
transkripsi dan penerjemahan serta menerbitkan kembali kamus
bahasa Jawa yang disusun C.F. Winter.
Kepada TEMPO, Dirjen Kebudayaan Departemen P & K, Prof. Dr.
Haryati Soebadio menegaskan, "pembukaan proyek ini tidak akan
mengecilkan arti maupun peranan kebudayaan lain seperti Aceh,
Sunda, Bali, Bugis dan sebagainya." Menurut dia, Universitas
Pajajaran sudah mengadakan penelitian khusus tentang kebudayaan
Sunda, Universitas Andalas meneliti kebudayaan Minangkabau,
Universitas Udayana meneliti kebudayaan Bali.
Menurut rencana, penelitian kebudayaan Jawa juga akan melibatkan
para ahli yang tidak memiliki pendidikan formal tapi dianggap
mengerti benar perihal kebudayaan Jawa. "Ini untuk menulis
tradisi lisan yang mungkin merupakan bentuk kesusastraan tertua
di Indonesia," tambah Prof. Dr. Haryati Soebadio. Ia berharap
agar para ahli non-formal dan para ilmuwan dapat saling
melengkapi.
Rencana ini nampaknya mendapat sambutan baik dari kalangan
pamersudi kebudayaan Jawa. Sekjen Senawangi (Sekretariat
Nasional Pewayangan Indonesia) Prof. Pandam Goeritno SH, MA,
mengharapkan agar pusat Javanologi itu mampu menjadi pusat
informasi dan inspirasi bagi pengembangan kebudayaan nasional
Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini