PETUGAS itu baru saja meninggalkan rumah Biono. Kedatangannya ke rumah itu untuk menyampaikan surat panggilan Bupati Jepara kepada Biono -- aparat Desa Bondo, Kecamatan Bangsri -- agar menghadap bupati keesokan harinya. Namun, Biono tak bisa ditemui karena sakit. Baru saja ia hendak menuju ke mobilnya, tiba-tiba di belakangnya terdengar Sri, istri Biono, berteriak ke arahnya, "Maling... maling... Pak Biono mau dibunuh...." Keruan saja puluhan penduduk berhamburan mengerubuti petugas itu. Keributan pun terjadi. Mobil yang dikendarai petugas itu ringsek dirusak massa. Buntutnya, Mulyono, salah seorang perusak, ditangkap. Malamnya, sekitar pukul 20.00, Kapolres Jepara, Letkol. (Pol.) Ibrahim Suko, bersama anak buahnya mendatangi tempat kejadian. Mereka juga diserbu penduduk yang lebih beringas. Keempat ban mobil dinas Kapolres dikempiskan, dan topi Ibrahim ikut dicampakkan. Mobil patroli yang dibawa juga dirusak, termasuk mobil pemda yang mendampingi Ibrahim. Lalu penduduk itu melempar dan memukuli petugas tersebut. Mereka menuntut agar Mulyono dibebaskan. Tak terelakkan, korban jatuh. Empat anggota Polres Jepara luka-luka. Koptu. (Pol.) Widi dan Lettu. (Pol.) Sudiono hanya luka-luka ringan. Sedang Koptu. (Pol.) Badri dan Koptu. (Pol.) Bambang terpaksa dirawat di Rumah Sakit Umum R.A. Kartini, Jepara. Keduanya luka parah di kepala karena lemparan batu dan dicekik. Terpaksa malam itu juga diturunkan pasukan Brimob dari Batalyon 410 sebanyak 300 orang. Mereka siaga penuh, terutama di Dukuh Gempoldoyong dan Dukuh Sikatan. Peristiwa yang terjadi Selasa malam pekan lalu itu merupakan puncak kemelut yang menjalar sejak pemilihan kepala desa pada 10 November 1988 silam. Hari itu Desa Bondo yang terletak 19 km sebelah utara Jepara dan terdiri dari 7 dukuh memilih kembali Sri Sudaryati, 42 tahun. Istri Lettu. (Pol.) Lasarun yang memegang jabatan sejak 1975 ini ternyata masih disenangi rakyat. Ibu tiga anak tersebut memperoleh 2.314 suara. Sedangkan kedua saingannya, Rusmanto dan Nurhadi, masing-masing mendapat 2.159 dan 65 suara. Kemenangan Sri itu rupanya tak bisa diterima Rusmanto begitu saja. Dukun berusia 35 tahun ini lalu menghimpun massa di kediamannya di Dukuh Gempoldoyong. Sebagai dukun, ia disegani di situ. Melalui pengeras suara ia menyatakan pemilihan itu tidak sah. Ia juga menuding Sri tak bersih lingkungan. Bukan hanya itu, waktu pelantikan Sri pada awal Januari 1989, Rusmanto bersama 250 orang pengikutnya unjuk rasa turun ke jalan. Pelantikan gagal. Rusmanto terus menjalankan aksinya. Tiga kali lagi pelantikan digagalkannya. Malah, ketika pelantikan keempat pada 29 Desember 1989, kelompok Rusmanto mengepung rumah Sri dan berteriak akan membunuh Sri. Keluarga Sri terpaksa pindah dan minta perlindungan Polres Jepara. Maka, terpaksa pelantikan dilakukan di pendopo Kabupaten Jepara keesokan harinya. Namun, Sri dianjurkan Kapolres jangan pulang dulu ke Desa Bondo, hingga terpaksa menginap dua minggu di markas Polres. Begitupun, Sri tetap disukai mayoritas 7.263 penduduk desa yang terdiri dari 7 dukuh itu. "Dia disukai penduduk. Kepemimpinannya baik, dan selama ini aman-aman saja," ujar seorang penduduk. Di tangan Sri, Desa Bondo pernah menjadi juara II lomba desa se-Jawa Tengah pada 1978, dan juara Karang Taruna se-Jawa Tengah pada 1988. Baru pada 16 Januari lalu Sri kembali ke desanya. Selama itu tugasnya dijalankan stafnya. Rencananya, pada Rabu 14 Maret lalu, ia akan menerima jabatan sepenuhnya. "Sejak awal keributan, tim dari provinsi sudah turun ke lapangan, mengecek. Hasilnya sah, tak ada masalah," kata Soeparman, Kepala Biro Humas Pemda Ja-Teng. Akibat kerusuhan tersebut, 16 orang pegawai negeri -- guru, pamong desa, atau pegawai puskesmas -- diperiksa Pemda Jepara karena diduga ikut memanaskan situasi. Anehnya, Rusmanto dan kelompoknya hingga kini masih belum diapa-apakan. "Kita selesaikan secara fungsional saja. Tindak pidananya akan dipidanakan, sebab kita harus menegakkan hukum dan peraturan," ujar Kapolda Jawa Tengah, Mayjen. Muslihat Wiradipura. Entah kapan serah terima jabatan Sri akan berlangsung. "Menunggu suasana tenang," ujar Soeparman. Muchsin Lubis (Jakarta) dan Nanik Ismiani (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini