Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik
OPM

Berita Tempo Plus

Serangan Fajar di Yalengga

Tinus Murib tewas dalam baku tembak TNI dengan pasukan OPM Wamena. Karena kekuatan tak imbang, ada LSM Papua curiga.

16 November 2003 | 00.00 WIB

Serangan Fajar di Yalengga
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
UDARA dingin menembus tulang tak mengusik tidur lelap warga Kampung Yalengga, Rabu dini hari pekan kemarin. Padahal puluhan tentara bersenjata lengkap mengintai mereka dari kejauhan, bak singa lapar . Mereka lalu mengurung wilayah Kecamatan Bolakme, Kabupaten Jayawijaya, Wamena, Provinsi Papua itu. Dua jam lebih TNI mengendap-endap ke sasaran. Pukul 03.00 WIT, mereka mendekati rumah tempat inap kelompok Tentara Pembebasan Nasional—sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM)—Wamena, pimpinan Yustinus Murib. "Tiba-tiba ada bunyi dua tembakan, langsung saya perintahkan pasukan membalas. Kontak senjata tak bisa dihindarkan," kata Komandan Kodim 1702/Jayawijaya, Letkol Inf. Gustav Agus Irianto K., yang memimpin penyergapan, kepada TEMPO pekan lalu. Senapan otomatis TNI yang menyalak sejadi-jadinya tak membuat musuh, sejauh 10-15 meter di depan, sempat membalas. Sejam kemudian, pasukan Tinus—begitu sang pemimpin biasa disapa—pun keok. Tiada korban dari pihak TNI. Tapi delapan tentara OPM tewas mengenaskan: Ohalinom Tabuni, Yosep Gombo, Penius Wandikbo, Naek Telenggen, Ner Murib, Panohak Wandikbo, Justinus Murib (bukan Tinus), dan Yenggewi Murib. TNI juga menangkap satu anggota OPM dan mengamankan Erius Jikwa, 6 tahun, pelajar kelas 1 SD di Bolakme. Jasad Tinus, 40 tahun, baru ditemukan warga sekitar pukul 11.00, dua kilometer dari perkampungan. Sekujur tubuh lelaki berjenggot tebal dan berambut gimbal ini penuh luka tembak. Satu peluru mengenai dahinya dan tembus ke belakang kepala. Ia ditemukan tewas bersama Atius Murib. Dua rekannya, Itinus Murib dan Jigi Balom, luka parah. "Korban tewas karena kerusakan parah pada organ vitalnya, seperti di perut, dada, punggung, dan kepala," ujar Kepala UGD RSUD Wamena, dr. Berri I.S. Wopari. Tinus, buruan lama TNI, dianggap "otak" pencurian 29 senjata (M-16, mauser, dan revolver) dari gudang Makodim 1702/Jayawijaya Wamena, 30 menit jalan kaki dari Yalengga, 4 April silam. Dari penyisiran tujuh bulan, TNI menemukan 22 senjata, dan 5 lainnya disita Rabu subuh pekan lalu. Tapi dua M-16 dilarikan Ubah Telengken dan Arolik Telengken usai baku tembak. "Ini pengakuan Itinus dan Jigi," kata sumber TEMPO. Danrem 172/PWY, Kolonel Agus Mulyadi, menduga pasukan OPM akan menyerang Polres Jayawijaya di Wamena. Maka, TNI mendahuluinya. Dari laporan intelijen sebelumnya, jumlah mereka 35 orang dengan tujuh pucuk senjata. Ternyata kekuatan mereka hanya belasan, tapi TNI memburunya dengan 58 tentara. Sampai akhir pekan lalu, situasi di pinggiran Wamena termasuk Yalengga tetap mencekam. TNI masih memburu dua anggota OPM lainnya. Namun, "keberhasilan" itu menuai protes. Moses Weror, Ketua OPM di Papua Nugini, tak yakin ada baku tembak. Dari kabar yang beredar, seolah pasukannya berdaya. "Wah! Amat herannya, tidak ada yang tertembak dari pihak anggota pasukan kolonial TNI. Mungkin (mereka) pakai pakaian kebalkah?" ujarnya kepada TEMPO. Kematian Tinus diyakininya malah menambah semangat separatis "bangsa" Papua. Penolakan terhadap versi TNI juga datang dari Dewan Masyarakat Koteka (Demak), lembaga swadaya masyarakat yang aktif membela warga sipil. Menurut Ketua Demak, M. Qhebe, TNI menyerang dengan membabi buta warga sipil dengan dalih menangkap penyerang Kodim Wamena. Menurut versi Demak, TNI mengerahkan sekitar 300 anggotanya, tapi yang diakui 58 orang. Jumlah korban, 10 orang mati dan 6 luka parah. Sedangkan versi TNI, 10 mati, 2 luka, dan 1 ditangkap. Serangan fajar itu memunculkan konflik antarwarga karena TNI memakai warga sebagai informan, katanya. Ben Kilungga dan dua rekannya yang warga setempat mengaku dipaksa jadi informan dengan imbalan Rp 50 juta. Takut diintimidasi, mereka terpaksa memberi informasi tak akurat. "Kami pun mendapat ancaman (penghilangan) nyawa dari keluarga dan masyarakat kami sendiri," kata mereka, seperti dikutip TEMPO dari M. Qhebe. Semua LSM di Papua, kata dia, menolak semua praktek kekerasan dan operasi militer dalam penuntasan kasus pembobolan gudang senjata. Tapi TNI tetap menempuh cara-cara militer. Akibatnya, warga Yalengga tertekan dan takut bekerja. Papua pun tetap membara. Jobpie Sugiharto, Cunding Levi (Wamena), Lita Oetomo (Jayapura)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus