SEUSAI sidang kabinet, Kamis pekan lalu, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono tak bisa menghindar lagi. Puluhan wartawan, yang menunggu sejak tengah hari, "mengepung"-nya di samping tangga di Gedung Utama Sekretariat Negara, Jakarta, petang itu. Mereka menanti kepastian langkah pemerintah dalam memperpanjang status darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Yudhoyono sendiri semula menolak memberikan penjelasan khusus tanpa didampingi menteri lainnya. "Sebab, sidang tak hanya membicarakan masalah Aceh," ia mencoba berkilah. Tapi akhirnya Yudhoyono angkat bicara juga. Menurut dia, sidang kabinet memutuskan memperpanjang status darurat militer di Aceh untuk masa enam bulan, terhitung sejak 19 November 2003. Namun setiap bulan pemerintah akan melakukan evaluasi.
Operasi pemulihan ekonomi juga akan digelar melengkapi operasi terpadu, yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti. Untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan dana operasi, pemerintah berencana membentuk tim pemantau terpadu. Amnesti akan diberikan pula kepada anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang menyerahkan diri.
Kepastian perpanjangan status sebenarnya sudah terbaca sejak dibicarakan di Rapat Koordinasi Politik dan Keamanan, Senin lalu. Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, Abdullah Puteh, misalnya, mengatakan GAM masih berpotensi muncul kembali. "Indikasinya, GAM masih ada di lapangan," katanya. Saat itu Yudhoyono pun mengatakan, penguasa darurat militer daerah, kepala daerah, masyarakat, dan ulama Aceh setuju status darurat militer diperpanjang.
Meski operasi selama enam bulan telah mencapai sasaran, GAM dianggap masih berbahaya. Apalagi mereka mengubah taktik menjadi gerilya murni dan membaur dengan masyarakat. "Meski kekuatan personelnya susut 25 persen, mereka masih berbahaya," ujarnya. Panglima Kodam Iskandar Muda, Mayjen Endang Suwarya, menyodorkan data berbeda. Menurut penguasa darurat militer daerah itu, kekuatan GAM tinggal 45 persen.
Menurut pengamat militer dari CSIS, Kusnanto Anggoro, sejak dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2003 tentang Status Darurat Militer di Aceh, pemerintah tak membuat petunjuk pelaksanaan tentang tujuan operasi, target, dan cara yang ditempuh. "Seharusnya juklak dibuat sebelum status diperpanjang," katanya. Ketidakjelasan langkah, biaya, dan hasil operasi selama enam bulan lalu mengundang kritik dari berbagai penjuru.
Menurut Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Abdul Hakim Garuda Nusantara, perpanjangan itu hanya akan meningkatkan biaya sosial ekonomi dan biaya perang. Apalagi pelanggaran hak asasi manusia masih sering terjadi, walau tak separah di masa daerah operasi militer. "Semakin lama operasi, cost yang ditanggung akan makin banyak," ujarnya.
Karena itu, menurut Direktur Eksekutif Imparsial, Munir, pemerintah seharusnya tak memperpanjang darurat militer di Aceh. Adapun tentang alasan GAM bergeser ke taktik gerilya, "Semua orang tahu, sejak 1976, GAM melakukan taktik gerilya," kata Munir. Perpanjangan menjelang pemilu juga dikhawatirkan akan menggiring masyarakat mendukung partai tertentu, seperti di masa Orde Baru dulu.
Beredar pula isu, TNI akan menambah pasukan, melengkapi 30 ribu lebih tentara yang kini berada di sana. Tapi, menurut juru bicara TNI, Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin, masuknya sepuluh batalion Raiders, bulan depan, dimaksudkan menggantikan pasukan yang sudah bertugas selama delapan bulan di Serambi Mekah itu. "Kita tidak berencana menambah pasukan," katanya.
Akan halnya biaya operasi, meski operasi militer ada di tangan Endang Suwarya, kunci pundi-pundi logistik dan biaya ada di tangan Abdullah Puteh. Memang, pagu anggaran operasi militer telah mencapai Rp 2,3 triliun. Sayang, keluarnya seret. Nah, karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Aceh lebih besar dan lebih likuid, biaya operasi kini banyak diambil dari APBD. "Ini membuat Suwarya seperti tersandera sehingga mengikuti kemauan Gubernur," kata Kusnanto.
Dari DPR, fraksi-fraksi Golkar, Kebangkitan Bangsa, dan Reformasi menyesalkan sikap pemerintah yang buru-buru menetapkan perpanjangan itu. "Seharusnya pemerintah menyampaikan hasil evaluasi dalam rapat konsultasi dengan DPR," kata anggota Fraksi Reformasi, Ahmad Farhan Hamid. Tapi Fraksi PDIP mendukung langkah ini. "Saya setuju diperpanjang hingga tuntas," kata tokoh senior PDIP, Soetardjo Soerjogoeritno.
Sayangnya, untuk memastikan sikap DPR, Ketua Komisi Pertahanan dan Keamanan DPR, Ibrahim Ambong, mengatakan bahwa komisinya baru akan menggelar rapat kerja dengan Markas Besar TNI, Markas Besar Kepolisian RI, dan Badan Intelijen Negara pekan ini. "Kami akan menanyakan urgensi perpanjangan status dan berapa lama waktu yang dibutuhkan," ujar anggota Fraksi Golkar itu.
Pemerintah sendiri telah menyiapkan alasan. Menurut Sekretaris Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Letjen Sudi Silalahi, perpanjangan darurat militer akan dikhususkan untuk mengefektifkan operasi teritorial dan intelijen. "Operasi intelijen diarahkan untuk mengetahui posisi pimpinan GAM," ujarnya. Adapun operasi teritorial dikhususkan untuk menggalang partisipasi mayarakat.
Mengenai perkembangan di lapangan, Endang Suwarya mengakui saat ini GAM berada di daerah yang sulit dijangkau. Diperlukan satuan-satuan kecil untuk mengejar mereka. Tapi Suwarya membantah ketergantungan TNI pada APBD dan pemerintah daerah. Menurut dia, pemerintah daerah hanya memberikan bantuan kendaraan, terutama di tingkat komando rayon militer dan komando distrik militer. "Itu pun bukan TNI yang meminta," katanya.
TNI, menurut panglimanya, Jenderal Endriartono Sutarto, tidak akan terus-menerus memperpanjang tugas di Aceh dan mempengaruhi rakyat agar mendukung partai tertentu selama pemilu. Ia berseloroh, dalam keadaan aman pun sebenarnya TNI bisa menekan warga karena memegang senjata. "Ngapain harus pakai keadaan darurat militer?" ujarnya sambil tertawa.
Evaluasi, menurut Endang Suwarya, sebenarnya telah dilakukan TNI. Ia bahkan berani memastikan, kondisi berangsur membaik. Kini tak ada daerah yang ditandai sebagai daerah hitam. Wilayah Pidie, Bireun, Aceh Utara, dan Aceh Timur, yang selama ini menjadi kubu GAM, kini beralih menjadi daerah abu-abu. "Tapi, kalau dikendurkan, perlawanan GAM bisa meningkat lagi," ujarnya. Mungkin itu sebabnya di sana masih ada 13 camat tentara.
Ketika TEMPO berkunjung ke Kecamatan Sawang, daerah paling berbahaya di Aceh Utara itu kini mulai ramai. Warga berani muncul ke pusat pasar tradisional dan bertani. Padahal daerah ini dikenal sebagai salah satu basis GAM. "Di sini (juru bicara GAM) Sofyan Daud dan (Panglima GAM) Muzakkir Manaf sering terlihat," kata Lettu (Mar.) Abdul Barri, Camat Sawang.
Meski Sawang tak lagi menjadi basis GAM, warganya yakin situasi keamanan di wilayah itu bisa cepat memburuk. Apalagi jika camat militer dan pasukan TNI ditarik. "Dalam satu hari GAM bisa kembali," kata Baharuddin Abubakar, 46 tahun, tokoh masyarakat setempat. Ini pernah terjadi ketika pos Batalion Infanteri 502 kosong beberapa waktu lalu. Saat itu GAM turun ke desa dan menembak seorang warga Desa Paya Reubek.
Mengingat kondisi yang berbeda-beda di seluruh kawasan Aceh, Kusnanto mengusulkan agar wilayah yang berstatus darurat militer dipersempit. Menurut dia, sebaiknya hanya status beberapa kabupaten rawan yang diperpanjang, sementara daerah lain beralih menjadi normal atau darurat sipil. "Kekuasaan penguasa darurat militer daerah pun harus diperlonggar," ujarnya. Tapi Suwarya langsung membantah. "Ya, sulit, dong. GAM kan bisa pindah ke daerah itu," ujarnya.
Dari kubu GAM, "Perpanjangan ini tidak akan menyelesaikan masalah," kata Perdana Menteri GAM Malik Mahmud kepada Faisal Assegaf dari Tempo News Room, yang meneleponnya ke Stockholm, Swedia, lewat sambungan internasional. Juru bicara GAM Wilayah Pidie, Anwar Husen, malah mengatakan TNI selama ini hanya mampu mereduksi kekuatan militer GAM dalam jumlah minim. "Di Pidie, TNA (Teuntara Neugara Aceh) yang syahid dalam 6 bulan ini hanya 20 orang," katanya. Menurut dia, korban selebihnya adalah masyarakat sipil dan anggota keluarga GAM.
Hanibal W.Y. Wijayanta, Sudrajat, Sapto Pradityo (TNR), Zainal Bakri (Lhok Seumawe)
Evaluasi Daerah Militer di Aceh
Versi juru Bicara Komando Operasi Militer TNI di Aceh, Letkol CAJ Ahmad Yani Basuki:
GAM yang dilumpuhkan dan menyerah: 2.600 orang.
Senjata yang disita: 456 pucuk.
Versi Penguasa Darurat Militer Daerah Aceh/Pangdam Iskandar Muda, Mayjen Endang Suwarya:
GAM yang dilumpuhkan (mati, tertangkap, menyerah): 2.800 orang.
Masih ada 45 persen GAM.
Senjata masih 60 persen.
Dari 19 kabupaten/kota di Aceh, daerah abu-abu: Kabupaten Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur.
Daerah abu-abu yang lebih aman: Aceh Selatan, Aceh Barat, Aceh Besar, dan Banda Aceh.
13 kecamatan masih dipegang camat dari TNI.
Versi Polda Nanggroe Aceh Darussalam:
876 orang yang diduga anggota GAM ditangkap.
390 anggota GAM diadili dan dijatuhi hukuman penjara 5-17 tahun.
266 orang sedang disidik di kepolisian.
600 orang menyerah dan dilatih bela negara di Aceh Besar dan Aceh Barat.
Versi GAM (di awal operasi militer):
Empat daerah ”hitam” atau basis GAM di Aceh: Aceh Timur, Aceh Utara, Bireuen, dan Pidie.
Di daerah itu, tersebar sebagian besar dari 5.000 anggota GAM.
Posisi Strategis GAM
Kawasan Paya Meuligoe, Aceh Timur.
Keude Geurubak, Idi Rayeuk, Aceh Timur.
Kuala Simpang Ulim, Simpang Ulim, Aceh Timur.
Leupen Sireun, Aceh Utara.
Tempat Latihan GAM
Sungai Leu’i, Aceh Tamiang—tempat latihan bagi tentara baru GAM.
Paya Meuligoe, Aceh Timur—pendidikan lanjutan setelah dari Sungai Leu’i.
Keude Geurubak, Idi Rayeuk, Aceh Timur—pendidikan tingkat perwira tentara GAM. Banyak panglima GAM di berbagai da-erah lulusan kamp pelatihan ini.
Penyebaran Kekuatan GAM
Desa Tanjung Keramat, Kabupaten Aceh Tamiang
Panglima GAM Wilayah Tamiang: Syamsuddin
Kapolda GAM: Rajali
Gubernur GAM: Teungku Dun alias Abu Tapa
Pasukan: 300 orang
Senjata: 10 pucuk
Desa Jambo Meuriti, Kecamatan Jambo Aye, Aceh Utara
Panglima Sagoe: Apacik
Kapolres GAM: Saefuddin
Pasukan: 100 orang
Senjata: 80 pucuk
Desa Matang Ulin, Kecamatan Lhok Sukon, Aceh Utara
Panglima GAM: Muzakkir Manaf
Wakil Panglima Wilayah Pase: Sofyan Daud
Panglima Muda Daerah I Wilayah Pase: Ramli Basam
Gubernur GAM Wilayah Pase: Said Abnan
Pasukan: 100 orang
Senjata: 80 pucuk
Aceh Utara
Panglima GAM Wilayah Batee Iliek: Teungku Darwis Jeunib
Wakil Panglima Wilayah Batee Iliek: Cut Manyak
Pasukan: 1.318 orang
Senjata: standar 815, rakitan 75
Idi Rayeuk, Aceh Timur
Panglima GAM: Ishak Daud
Pasukan: 400 orang Senjata: 217 pucuk
Paya Meuligoe, Aceh Timur
Panglima GAM Wilayah Peureulak: Teungku Sanusi bin Malih
Pasukan: 217 orang
Senjata: tak diketahui pasti
Kecamatan Rantau Selamat, Aceh Timur
Panglima GAM Wilayah Peureulak: Teungku Sanusi bin Malih
Pasukan: 827 orang
Senjata: 344 pucuk
Kuala Simpang, Aceh Timur
Panglima Sagoe: Bahrom
Pasukan: 18 orang. Senjata: 8 pucuk
Paya Meuligoe, Aceh Timur
Panglima GAM Wilayah Peureulak: Teungku Sanusi bin Malih
Pasukan: 217 orang
Senjata: tidak diketahui pasti
Para Tokoh GAM di Luar Negeri
yang Belum Tertangkap
Swedia
Muhammad Hasan Tiro
Wali Nanggroe alias Presiden Aceh versi GAM. Tinggal di Stockholm.
Zaini Abdullah
Menteri Luar Negeri merangkap Menteri Kesehatan dalam kabinet GAM pimpinan Tiro. Tinggal di Stockholm.
Armia
Menteri Keuangan GAM.
Dr. Husaini Hassan
Pemimpin Majelis Pemerintahan (MP) GAM, organisasi di luar Hasan Tiro.
Yusuf Daud
Sekretaris Jenderal MP GAM.
Bachtiar Abdullah
Disebut-sebut sebagai Menteri Penerangan kabinet Tiro.
Denmark
Habib Yusra Abdul Gani
50-an tahun, aktif mencari dana untuk GAM.
Norwegia
Ratusan pelarian Aceh yang diduga anggota GAM tinggal di negara ini.
Amerika Serikat (Washington)
Musanna Abdul Wahab
Menteri Pendidikan dalam pemerintah Hasan Tiro.
Malaysia
Surya Dharma alias Robert
Bekas anggota TNI yang membelot ke GAM pada 1980-an.
Muhammad Nur Juli Bin Ibrahim
Propagandis andal, namanya masuk dalam red notice yang dikirimkan polisi Indonesia ke sejumlah negara.
Singapura
Malik Mahmud al-Haytar
Perdana Menteri GAM, disebut-sebut sebagai salah satu calon pengganti Hasan Tiro.
Thailand
Zakaria Zaman bin Kaman
Menetap di Bangkok. Menteri Pertahanan versi Tiro