Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketika semua mulut dijahit dan semua kepala hanya pandai mengangguk di hadapan Presiden Soeharto, adalah Amien Rais yang berani tampil mengajukan dirisebagai calon presiden pada 1997. Meski belakangan yang terjadi adalah reformasipada Mei 1998—yang kemudian menobatkan B.J. Habibie sebagai penggantiSoeharto—keinginan Amien Rais untuk meraih kursi kepresidenan tak pernahluntur. Belakangan, setelah pemilihan umum menyajikan realitas bahwapartainya, Partai Amanat Nasional (PAN), tak dikenal masyarakat, Amien Raiskemudian banting setir sebagai motor kelompok "Poros Tengah" yang berhasilmengusung K.H. Abdurrahman Wahid ke kursi kepresidenan pada Sidang Umum MPR1999. Karena itu, ketika dia mengungkapkan telah ada dua pertemuan antartokohdari partai Islam, orang langsung berasosiasi bakal ada Poros Tengah jilid II.
Tapi kali ini Hamzah Haz dan Yusril Ihza Mahendra sebagai pemimpinpartai berbasis Islam justru menepis keras. Keduanya menyatakan partaimereka tidak pernah turut dalam pertemuan seperti diungkapkan Amien, juga taksrek lagi dengan model penggalangan kekuatan yang terkesanmendikotomikan Islam dan nasionalis.
Sambil berbuka puasa bersama di kantor redaksi Majalah TEMPO, Rabupekan lalu, Amien menjelaskan latar belakang pernyataannya itu. Dia jugamengungkapkan persiapannya maju sebagai calon presiden dari partai yangdipimpinnya. Berikut ini petikannya.
Sejauh mana persiapan Anda maju sebagai calon presiden?
Saya sadar, kalau saya hanya didukung PAN, tak mungkin (menang). Sayaharus membangun dukungan yang luas. Untuk menang sebagai presiden, sedikitnyasaya membutuhkan 71 juta suara. Dan itu harus dari berbagai elemen kekuatan.Kalau hanya dari elemen santri, itu masih belum (kuat). Kalau kita ingat pada1955, Masyumi, NU, Syarikat Islam, dan Perti itu total hanya meraih 42,5 persen.Padahal saat itu kondisinya masih begitu solid, berbeda dengan sekarang.
Saya, bismillah..., berusaha menjangkau berbagai strata masyarakatsejauh mungkin. Saya ke kelompok wayang kulit, wayang orang Siswo Budoyo, danjuga Slank. Saya bertemu dengan masyarakat Tionghoa di Bandung, Jakarta, danYogyakarta. Saya juga ke Huria Kristen Batak Protestan di Sumatera Utara.Saya harus mendatangi mereka untuk memperkenalkan 17 platform saya.
Siapa pasangan yang bisa mendongkrak Anda?
Kalau saya berpasangan dengan santri juga, itu tidak akan mendongkraksampai separuh lebih. Dengan tokoh Indonesia timur, secara demografis pendudukkita kan 62 persen di (Pulau) Jawa. Jadi, karena saya sudah santri, tanpadikotomi Jawa-luar Jawa, sipil-militer, gender, mungkin kalau mau meraup separuhlebih suara itu, ya, dengan seseorang dari lingkaran militer. Tapi calon tersebutharus paham betul agenda dan kemauan reformasi. Saya kira TNI itu lebihaman kalau di dalam (lingkar kekuasaan).
Bisa berduet dengan Wiranto, dong?
Oh, jangan, bisa langsung kempis saya,ciiit. Pokoknya, sampai sekarang, kita masih menjelajahi terus siapa tokohnya.
Dari 10 calon wakil presiden yang dilirik PAN, siapa yang sudahmemberikan sinyal positif?
Dari 10 nama yang disebut di Musyawarah Kerja Nasional PAN diMakassar, yang tidak marah cuma Aa Gym. Sebab, yang lain rupanya ingin jadi calonpresiden, ha-ha-ha....
Jika PAN tak bisa meraih lebih dari tujuh persen, benarkah Anda akanmundur?
Begini, saya hanya minta PAN harus besar supaya saya percaya diri.Kalau PAN sama atau lebih kecil, tentu saya kurang percaya diri.
Daerah kantong PAN terkuat?
Saya mungkin agak GR, ya. Saya datang ke Indonesia timur (Kendari,Kalimantan Tengah, dan Maluku Utara) itu mendapat sambutan lumayan.Mungkin tidak terlalu hangat, tapi cukup positif. Cuma, mereka itu membedakan:Amien Rais yes, PAN no. Jadi, menjualAmien Rais ke mana-mana itu mudah, tapi menjual PAN sulitnya bukan main.
Soal dua pertemuan antartokoh partai Islam, Hamzah dan Yusril menepisnya?
Begini, pada hari Sabtu, 25 Oktober silam, saya berbicara dalam seminarkepemimpinan di Solo bersama Pak Masdar F. Mas'udi dan K.H. Cholil Bisri.Dalam panel itu, ada beberapa ulama yang bertanya, "Pak Amien, Anda kan diJakarta. Pernahkah ada pertemuan antartokoh Islam? Kami di bawah ingin tahu.Kalau enggak, ya, betapa amburadulnya?" Lantas saya jawab, "Pernah, dua kali.Ada Pak Syafi'i Ma'arif dari Muhammadiyah dan Pak Sholahuddin Wahid(Nahdlatul Ulama). Kami berbincang-bincang mengenai negeri ini ke depan."
Ketika saya menjelaskan itu, ada sejumlah wartawan yang mendengar,dan yang muncul di koran-koran "Lima Parpol Islam Hadang Megawati,"kemudian menyebar ke mana-mana. Saya tidak pernah mengatakan ada konsensusatau apa pun. Saya juga merasa tak etis dengan istilah membendung,menghadang, menjegal, apalagi menyodok. Menurut saya, demokrasi itu kan kompetisi,fastabiqul khairat (berlomba menjadi yang terbaik—Red.).
Yusril mengkritik keras seolah Anda hendak menjadi komandan partai Islam?
Ya, saya kira itu... kan, dia juga calon presiden dari partainya.
Siapa pemrakarsa dua pertemuan yang Anda sebut itu?
Gagasannya memang bukan dari tokoh partai politik, tapi dariteman-teman alumni Pelajar Islam Indonesia (PII)seperti Pak Husnie Thamrin (Wakil Ketua MPR dari Partai PersatuanPembangunan), Husein Umar (Ketua Dewan Dakwah Islamiah), Z.A. Maulani (mantanKepala Bakin), dan Ryaas Rasyid (mantan Menteri Negara Otonomi Daerah), yangjuga hadir. Itu kongko sambil kangen-kangenan karena lama tak ketemu danmembicarakan masa depan negeri ini sambil makan malam.
Bisakah pertemuan alumni Pelajar Islam Indonesia itu menjadifasilitas untuk Anda maju sebagai calon presiden?
Pertemuan itu tidak mengarah ke sana sama sekali. Di antara mereka kanada yang ke partainya Pak Hamzah Haz, ke Partai Bulan Bintang, jadimacam-macam. Belum ada komitmen apa-apa. Betul-betul belum bicara hal yangkonkret sama sekali arahnya mau ke mana.
Menurut Anda, bagaimana peta pertarungan para calon presiden 2004?
Secara riil berdasarkan UUD dan Undang-Undang Pemilihan Presiden,saya melihat paling banter nantinya cuma ada 5 atau 6 paket presiden. Sebab,kan, yang bisa mengajukan calon itu yang perolehan suaranya minimal 3persen, dan 10 persen untuk Pemilu 2009. Nah, dengan melihat perolehan suarapada 1999, enam besar itu ya PDIP, Golkar, PPP, PKB, PAN, dan PBB. Jadi,orangnya ya itu-itu saja. Kita memang ingin darah segar, tapi siapa?Satrio piningit juga belum muncul. Jadi, bagipendatang baru, generasi yang cut-off darigenerasi sebelumnya itu, saya kira agak sulit (mendapat kesempatan—Red.).
Peluang Cak Nur?
Saya kira berat. Untuk menjual wajah kita ke rakyat kecil itu perlu waktubetul. Saya ini sudah macam-macam, ha-ha-ha....
Bagaimana dengan Poros Tengah?
Begini, bicara Poros Tengah itu irelevan. Bicara mempersatukan Islampolitik itu juga hanya menuju kekalahan. Sebab, rakyat kita sudah tak bisa digiringke sana. Kalau Islam politik punya daya tarik, tentu partai-partai berbasisIslam bakal meraup suara banyak, tapi kan tidak. Jadi, kita harus realistismelihat kenyataan di lapangan. Karena itu, saya tidak setuju adanya konvensipartai-partai Islam. Itu hanya menuju kekalahan. Sekarang yang dibutuhkan ituadalah mutual trust.
Saya percaya negeri ini hanya bisa survivekalau semua tokoh dan rakyat memegang teguh enam elemen,yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia, Merah Putih, Bahasa Indonesia,Bhinneka Tunggal Ika, TNI/Polri yang netral, dan Pancasila.
Kalau dikalkulasi, berapa kekuatan yang menolak Mega?
Katanya, ada semacam mitos, jika yang maju Megawati dengan seseorang, seseorang itulah yang akan menang. Asumsinya, Mbak Mega ini tidak ada kans, jadi kalau lima tahun lagi bisa comes to the worst (choice) (bisa akhirnya menjadi pilihan terburuk—Red.). Jadi, "asal bukan Mega" itu luas sekali, katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo