DALAM persidangan di Surabaya itu, Hispran kurus Jangkung dan
berkumis, selalu mengenakan stelan jas hitam-hitam dan berpeci.
Ia juga mempergunakan alat pembantu pendengaran. Pernah ikut
berjuang di Jawa Tengah di awal Revolusi, sekitar 1948 ia
bergabung dengan gerakan S.M. Kartosuwirjo. Tapi beberapa saat
setelah "Imam Darul Islam" itu tertangkap, ia menyerahkan diri
dan akhirnya mendapat amnesti dari Pemerintah.
Orang ini, menurut beberapa kenalannya di Brebes, kemudian aktip
dalam kegiatan dagang dan da'wah Islarn. Ia memang cukup
berpengaruh di sana, meskipun tidak begitu pandai pidato. Bahkan
3 tahun menjelang Pemilu 1971, ia menjadi salah seorang pimpinan
Golkar setempat. Setahun kemudian memimpin GUPPI, sebuah
organisasi Islam dalam keluarga besar Golkar.
Dalam Pemilu 1971, ia berkampanye untuk Golkar. Dan menang. Tapi
kabarnya ia sendiri tidak sempat duduk sebagai anggota DPRD
setempat. Dalam Pemilu 1977, ia tidak lagi aktip sebagai orang
Golkar. Ke mana Hispran? Ia hilang dari peredaran. Kabarnya
"berdagang".
Barangkali dalam kegiatan "dagang" itulah ia berhubungan kembali
dengan bossnya: Danu Muhammad Hasan. Dan pihak Laksusda Jawa
Barat pun mencari-carinya. Dalam rangka pengamanan, di bulan
Ramadhan 1 Nopember 1976, Pangdam VI/Siliwangi Himawan Sutanto
menyelenggarakan silaturahmi dengan seluruh bekas DI/TII Jawa
Barat.
Dalam pertemuan itu, sebagaimana diceritakan oleh Ateng Djaelani
pada TEMPO, ada sebuah anekdot. Himawan Sutanto menyatakan
bahwa Hispran yang kembali menghilang harus disadarkan. Belum
selesai Panglima mengucapkan kalimat tersebut, seorang lelaki
tampak mengacungkan tangan di tengah-tengah para yang hadir.
"Saya Hispran, Pak," kata lelaki itu. "Rupanya secara diam-diam
ia juga datang," tutur Ateng. Potret Hispran bersama Himawan
Sutanto, oleh Dinas Penerangan Laksuda Jawa Barat disiarkan pula
kepada pers dan dimuat oleh harian Sinar Harapan Jakarta edisi 4
Nopember 1976.
Betapa pun, ini membuktikan bahwa kontak-kontak di antara mereka
masih sangat erat.
Akhir tahun lalu wartawan TEMPO menjenguk rumah Hispran di
kampung Kauman, Brebes, Jawa Tengah. Di sana tinggal isterinya
yang kedua bersama empat anaknya. Yang terkecil ketika itu baru
berusia tujuh bulan. Isteri kedua ini dikawini oleh Hispran
menjelang Pemilu 1977 lalu. Rumah Hispran ini potongannya kuno,
dengan pekarangan yang luas. Di ruang tamu tampak kursi rotan
yang sudah agak usang. Tapi juga ada satu set meja-kursi tamu
dengan jok yang lumayan. Sebingkai potret Presiden Soeharto
terpampang di ruang tarnu itu. Tembok bercat kuning itu cuma
membalut ruang depan saja, sedang bagian belakang ditutup dengan
gedeg.
Setelah muncul dalam silaturahmi di Bandung itu, Hispran kembali
tak nampak batang hidungnya. Tapi beberapa saat kemudian ia
mendadak tampak bertamu di rumah beberapa orang Islam di Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Sesudah itu kabarnya berangkat ke
Sumatera, ke Lampung.
Lalu beberapa saat tampak keluar masuk sebuah hotel mewah di
Jakarta. Ketika suatu saat muncul di Jawa Timur, di sebuah desa
-- Bendoringgit, kabupaten Blitar -- ia ditangkap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini