Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti sedang balapan, 90 mesin uzur merek Draper menganyam gumpalan benang menjadi perban. Setiap mesin pemintal digawangi satu pekerja bermasker. Meski warnanya sudah pudar, mesin buatan 1955 itu masih menjadi andalan PT Kasa Husada memproduksi aneka perban berbagai ukuran.
Tahun lalu pabrik perban di Jalan Kalimas Barat, Surabaya, yang didirikan pada 1921 ini meluncurkan produk terÂanyar, kasa hidrofil steril 16/16. Untuk mensterilkan kasa hidrofil itu, pengujiannya dilakukan dengan sinar gamma di Bekasi, Jawa Barat.
Meski tua, Kasa Husada adalah salah satu penopang PT Panca Wira Usaha Jawa Timur (Wira Jatim Group), perusahaan induk badan usaha milik daerah Provinsi Jawa Timur. Wira Jatim membawahkan 13 perusahaan daerah yang bergerak di bidang manufaktur, agrobisnis, industri, farmasi, konstruksi, jasa, transportasi, perdagangan umum, dan perbengkelan.
Perusahaan penopang lainnya adalah PT Karet Ngagel Surabaya dan PT Loka Refractories, yang juga sama sepuhnya dengan Kasa. PT Karet berdiri sejak 1920 dengan nama Inabec Conveyor Belt, memproduksi aneka sabuk karet untuk keperluan industri. Sedangkan PT Loka adalah pabrik semen dan batu tahan api yang beroperasi sejak 1919 dengan nama Netherland Indonesische Charmoteen Klei Industries (NICKI), yang pabrik awalnya berada di Kedurus, Surabaya.
Ketiganya adalah warisan pemerintah kolonial Belanda. Namun perusahaan-perusahaan itu tangguh menghadapi persaingan yang pemainnya adalah pengusaha swasta bermodal gembul. Pabrik warisan Belanda itu dikelola orang-orang yang "jago berakrobat" dan menemukan terobosan baru.
Direktur Kasa Husada Agung Roesmiardi mengatakan "akrobat" utama perusahaannya adalah memodernkan manajemen dan rebranding logo. Dari yang semula mirip logo Keluarga Berencana menjadi dua garis bengkok sejajar warna hijau. "Tujuannya agar lebih dekat dengan masyarakat dan tidak pemerintah-sentris," kata Agung, yang memimpin Kasa sejak 2004, Selasa pekan lalu. Rebranding logo otomatis akan mengubah citra perusahaan.
Kasa Husada punya tiga merek utama, yaitu Kasa Husada, Surya Husada, dan Satya Husada. Menurut Agung, tiap merek memiliki strategi bisnis berbeda dan melayani segmen pasar yang berbeda pula. Kasa Husada bermain di level atas dan mengikuti tender alat kesehatan di rumah sakit. "Dua lainnya mengeluarkan produk serupa dengan harga lebih murah dan untuk memenuhi kebutuhan di luar Jawa."
Terobosan lain adalah inovasi produk. Perban hidrofil steril melengkapi 40 produk aneka alat kesehatan berbahan baku kapas keluaran Kasa Husada. Produk Kasa yang lain adalah pembalut wanita dan berbagai bentuk kapas.
Dalam waktu dekat, Kasa Husada akan mengeluarkan perban dengan ekstrak buah merah, yang bisa mengeringkan luka lebih cepat. Selama ini, ujar Agung, perban Kasa Husada hanya dilapisi vaselin atau parafin agar tidak lengket di luka. "Dengan lapisan ekstrak buah merah, selain tidak lengket, berefek menyembuhkan."
Dengan inovasi itu, kata Agung, penjualan produk naik 20 persen pada 2012 dibanding tahun sebelumnya. "Tapi kami tak bisa dipaksa cepat karena produk kami kaitannya dengan orang sakit."
Akan halnya PT Karet Ngagel punya jurus tersendiri untuk berkembang pesat dalam delapan tahun terakhir. Semula Karet Ngagel mempunyai produk unggulan spatbor karet (rubber fender), slang karet (rubber hose), rol karet (rubber roll), rubber engineering, dan lapisan karet (rubber lining). Sejak 2004, mereka mengembangkan bisnis dengan membangun pabrik rubber conveyor belt atau karet untuk mengalirkan hasil tambang dari tempat eksploitasi ke pabrik. Meski telah menggunakan nama PT Karet Ngagel Surabaya, Inabec tetap dipakai sebagai merek dagang.
Direktur PT Karet Ngagel Surabaya Boedi Harahap mengatakan pengembangan bisnis ini atas perintah Direktur Utama PT Panca Wira Usaha Jawa Timur saat itu, Dahlan Iskan. Untuk kebutuhan pengembangan itu, Boedi mengaku berutang ke Bank BNI Rp 50 miliar. "Sejak tahun lalu sudah balik modal."
Boedi mengungkapkan pabriknya yang kini berada di Karangpilang itu satu-satunya perusahaan di Tanah Air yang berkapasitas produksi conveyor belt 200 meter per hari. Sejumlah perusahaan besar yang menjadi vendor utama Inabec antara lain PT Krakatau Steel, PT Semen Padang, PT Bukit Asam, dan PT Semen Tonasa.
Sedangkan semen dan batu tahan api buatan PT Loka Refractories dipakai untuk membangun cerobong pabrik atau tempat perapian perusahaan pengolahan tambang.
Menurut Direktur PT Loka Emilia Aziz, banyak perusahaan besar menjadi pelanggan hasil produksi perusahaan tersebut, antara lain PT Krakatau Steel, PT Petrokimia Gresik, PT Ispatindo, PT Pertamina, PT Riau Andalan Pulp and Paper, serta hampir semua pabrik gula di Indonesia. "Kami sedang berupaya mengembangkan varian produk yang ada kaitannya dengan produk utama."
Dengan dukungan ketiga perusahaan ini, PT Wira Jatim mencatat pertumbuhan 10 persen. Omzet grup ini pada 2010 tercatat Rp 103 miliar dan menjadi Rp 125 miliar pada 2012. Menurut Direktur Utama Wira Jatim Group Arif Afandi, ketiga perusahaan itu tumbuh rata-rata 20 persen per tahun.
Endri Kurniawati, Kukuh S. Wibowo
Yang Bertahan Yang Menyumbang
PT Kasa Husada, PT Karet Ngagel Surabaya, dan PT Loka RefractoÂries adalah tiga perusahaan yang lolos dari penutupan. Semula Wira Jatim Group memiliki 20 badan usaha yang masing-masing mempunyai puluhan unit produksi. Namun, sejak Dahlan Iskan—sekarang Menteri Badan Usaha Milik Negara—memimpin perusahaan induk tersebut pada 2000, yang dinilai tidak sehat serta tak punya prospek ditutup.
Direktur Utama Wira Jatim Group Arif Afandi mengatakan peran tiga pabrik uzur itu sangat signifikan dalam menopang pendapatan ke induk. Bila keseluruhan pendapatan holding dipersentase, kata Arif, PT Karet Ngagel Surabaya alias Inabec menyumbangkan omzet 40 persen. Omzet terbesar kedua disumbangkan PT Kasa Husada, yakni 30 persen. Selebihnya adalah pemasukan dari perusahaan lain, termasuk industri jasa, yaitu Gedung JX Internasional Expo dan Hotel Bekizaar.
"Total omzet kami Rp 131 miliar pada 2012." Dari total omzet itu, kata Arif, laba bersih yang dibukukan holding company Rp 19 miliar. Tahun ini target omzet didongkrak menjadi Rp 200 miliar.
Arif berharap Cassava Buana, pabrik tepung tapioka yang sedang dibangun di Tuban dan akan diresmikan Menteri Dahlan Iskan pada Mei mendatang, mulai ikut menyumbangkan perolehan. "Melihat tren positif grup, khususnya tiga perusahaan uzur tadi, saya optimistis target tercapai."
Kukuh S. Wibowo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo