Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DEWAN Perwakilan Rakyat akan mengevaluasi penggunaan senjata api oleh anggota Polri. Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan lembaganya akan mengevaluasi secara khusus mengenai penggunaan senjata api ini.
Politikus Partai Gerindra itu mengatakan kasus penembakan oleh polisi menjadi sorotan dan persoalan di institusi kepolisian. Namun dia mengatakan penyalahgunaan senjata api tersebut dilakukan oleh segelintir anggota kepolisian saja. “Itu kan kasus yang dilakukan oknum, itu kesalahan-kesalahan oleh oknum,” kata dia di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa 17 Desember 2024.
Penembakan oleh polisi memang menjadi sorotan publik karena terjadi dalam waktu yang berdekatan. Pertama, kasus polisi menembak polisi di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, Jumat dini hari, 22 November 2024.
Dua hari kemudian di Semarang, seorang anggota Polri diberitakan menembak pelajar SMK hingga tewas. Korban sempat dirawat beberapa jam di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat dr Kariadi Semarang, tetapi nyawanya tidak terselamatkan.
Tiga hari setelah kejadian di Semarang, seorang anggota polisi diduga membunuh warga di Kalimantan Tengah. Kepala Bidang Humas Polda Kalteng Komisaris Besar Erlan Munaji mengatakan pembunuhan itu diduga terjadi pada Rabu, 27 November 2024. Erlan mengatakan dugaan pembunuhan itu berawal saat pelaku mencoba mencuri mobil korban. Penyidik belum menyimpulkan motif dan penyebab kematian terjadi.
Meski terjadi penembakan oleh anggota Polri, Habiburokhman mengatakan tidak setuju penggunaan senjata api oleh polisi dibatasi. Dia menilai pembatasan senjata api bisa berdampak pada keamanan aparat saat bertugas.
“Jadi solusinya tidak bisa reaktif begitu walaupun ada beberapa anggota kepolisian yang terlibat kasus penyalahgunaan senjata api,” kata dia.
Dia menyebutkan perluasan satuan anggota polisi, termasuk Korps Lalu Lintas, dalam penggunaan senjata api merespons ancaman kejahatan luar biasa seperti terorisme. Karena itu, kata dia, penggunaan senjata api masih diperlukan demi pengamanan masyarakat dan anggota polisi itu sendiri.
“Ada terkait dengan terorisme, perampokan, dan lain sebagainya. Kalau dibatasi, bagaimana polisi bisa melindungi masyarakat kalau dia sendiri terancam,” tuturnya.
Habiburokhman mengatakan akan menggelar rapat bersama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan jajarannya setelah masa reses anggota DPR berakhir untuk mengevaluasi penggunaan senjata api oleh polisi.
Polri Diminta Memperketat Prosedur Penggunaan Senjata Api
Sebelumnya, berbagai kalangan mendesak Polri memperketat prosedur penggunaan senjata api. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, misalnya, meminta agar berbagai desakan untuk mengevaluasi penggunaan senjata api oleh Polri harus sesuai dengan prinsip hak asasi manusia.
Usman mengatakan Polri juga perlu mempertanggungjawabkan kebijakan penggunaan kekuatan maupun senjata api sesuai hukum yang berlaku, termasuk bagi siapa pun yang terlibat pidana melalui sistem peradilan umum berdasarkan bukti yang cukup. Meski demikian, penegakan hukum harus tanpa hukuman mati.
“Sehingga (penggunaan kekuatan) hanya digunakan dalam situasi yang benar-benar diperlukan,” kata Usman di Jakarta pada Senin, 9 Desember 2024.
Dia meminta DPR menggunakan hak-hak konstitusionalnya berupa hak angket atau interpelasi demi menyelidiki tanggung jawab kebijakan strategis polisi karena masih ada kasus penyalahgunaan kekuatan yang tidak perlu.
“Mendesak DPR RI memanggil Kapolri guna dimintai tanggung jawab atas maraknya kekerasan polisi di masyarakat, khususnya yang merefleksikan pola kebijakan represif, bukan perilaku orang per orang,” ujarnya.
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta agar evaluasi senjata api masuk ke dalam agenda visi rencana strategis Polri untuk 2025-2045. Anggota Kompolnas Gufron Mabruri mengatakan adanya penggunaan kekuatan yang berlebihan dalam kasus-kasus terkini yang melibatkan oknum anggota Polri menjadi salah satu agenda pembahasan Kompolnas.
“Nanti akan kami rincikan lagi bahan-bahan dokumen laporan yang bisa kami jadikan bahan untuk memperkuat upaya untuk mendorong perbaikan-perbaikan tadi,” kata Gufron saat diskusi dengan Amnesty International Indonesia di Jakarta, Senin, 9 Desember 2024.
Menurut dia, penyusunan rencana strategis Polri 2024 perlu menjadi ruang bersama bagi masyarakat sipil menyampaikan catatan kritis, terutama bagaimana memutus keberulangan kasus-kasus kekerasan oleh anggota Polri. “Agar secara sistem ada pelembagaan secara internal, memastikan kultur tadi bisa benar-benar diputus,” kata dia.
Dia mengatakan Polri sudah memiliki SOP dan prinsip-prinsip penggunaan senjata api. Sehingga, yang menjadi permasalahan adalah soal pengetahuan, kontrol pengawasan, hingga akuntabilitas. Ketika suatu kasus pelanggaran terjadi, dia ingin penanganannya tak terlalu berfokus pada kasusnya, tetapi fenomena tersebut harus diselesaikan secara tuntas.
Adapun Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Abdul Karim menyebutkan aturan penggunaan senjata api sudah jelas, tetapi masih perlu ada optimalisasi penerapannya di lapangan. “Semua mekanismenya dilakukan oleh kapolda masing-masing,” kata Abdul Karim dalam keterangannya yang dikutip pada Selasa, 3 Desember 2024.
Peraturan penggunaan senjata api oleh anggota Polri tertuang dalam Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian.
Pasal tersebut menegaskan polisi hanya boleh menggunakan senjata api untuk menghadapi keadaan luar biasa, membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat, membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat, serta mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang.
Selain itu, senjata api boleh digunakan untuk menahan, mencegah, dan menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa dan untuk menangani situasi yang membahayakan jiwa di mana langkah-langkah yang lebih lunak dinilai tidak cukup.
Nandito Putra, Dede Leni Mardianti, Ervana Trikarinaputri, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Respons Baleg DPR atas Wacana Pilkada Dilakukan oleh DPRD
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini