Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Suara Itu Terdengar Keras

Ketua FKP Soegiharto melontarkan masalah, al: pemilikan tanah, nasib nelayan & ketidakpastian hukum. Menurut Daryatmo, sebelumnya F-ABRI sudah membicarakan soal ini. (nas)

27 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMINGGU setelah pidato RAPBN 1979/1980, Fraksi Karya Pembangunan melontarkan beberapa masalah. Melalui ketuanya, Soegiharto, fraksi yang selama ini dekat dengan Pemerintah itu membeberkan beberapa kritik keras. Misalnya tentang pemilikan tanah, Fraksi Karya menghimbau Pemeritah agar menyusun program serius dalam Repelita III untuk mengurangi kerawanan sosial akibat keadaan pemilikan tanah, terutama di pulau Jawa. Disebutkannya, para petani di Jawa rata-rata hanya memiliki tanah 0,3 Ha. Bahkan di Jawa Timur hanya 0,1 Ha. "Ini kalau dijumlah rata-rata. Tapi sesungguhnya banyak sekali petani di Jawa yang tidak memiliki tanah," kata Soegiharto. Di lain pihak, banyak sekali tanah pertanian yang pemakaiannya tidak semestinya. Misalnya untuk perumahan dan industri. Soegiharto juga mengungkapkan adanya para pejabat yang memiliki tanah pertanian berlebihan secara absentee. Artinya: si pemilik tidak tinggal di daerah pertanahan tersebut. Mengaku tahu persis siapa nama para pejabat tersebut, pertengahan Januari lalu Soegiharto juga menegaskan bahwa FKP sudah menyampaikan daftar nama para pejabat kepada Opstib untuk diteliti. Dengan nada keras ia menyatakan sulitnya pelaksanaan UUPA karena adanya para pejabat yang vested interest. "Tidak semua pejabat yang duduk di pemerintahan mendukung program pemerintah. Mereka adalah penyabot, " katanya. Soegiharto juga duduk sebagai Ketua Umum Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI). Dia mensinyalir adanya "usaha subversif yang sengaja memelaratkan nelayan." Katanya, "usaha perbaikan nasib nelayan selama ini ternyata banyak dijegal. Misalnya keadaan para nelayan tradisionil di Muncar, Banyuwangi." Suara keras itu ternyata merupakan semacam penegasan dari pemandangan umum FKP terhadap Nota Keuangan dan RUU APBN 1978/1979. Disampaikan oleh jurubicara FKP Oka Mahendra 18 Januari lalu, pemandangan umum bidang umum dan politik FKP setebal 19 folio itu juga mengemukakan hal-hal yang sebelumnya sudah diungkapkan oleh Soegiharto. Beberapa petikan:  Hak Asasi Manusia. Setelah menjalani dua kali Pelita, tiba waktunya untuk lebih menyatakan jaminan terhadap hak-hak tersebut. Perhatian yang kurang terhadap hak-hak manusia itu, akan menciptakan perasaan-diperlakukan secara tidak adil. Puncak perasaan semacam itu jika dibiarkan meluas akan menyebabkan proses radikalisasi massa yang tidak menguntungkan.  Pemilikan Tanah. Naiknya produksi pertanian belum mampu menaikkan derajat hidup para petani miskin, yaitu petani pemilik tanah yang kecil, buruh tani dan petani penggarap. Usaha menaikkan produksi pertanian yang bersifat teknis ekonomis tanpa memecahkan problema sosial politis dan hukum yang menyangkut kehidupan petani hanya akan mempercepat proses pemiskinan di desa. Ketimpangan struktur pemilikan, penggunaan dan penguasaan tanah adalah penyebab langsung dari proses pemiskinan di desa. Yang amat tragis, selain para pemilik modal kuat yang mengadakan pemilikan tanah secara melawan hukum, ada para pejabat yang memiliki tanah di luar ukuran kepantasan.  Hukum dan Keadilan. Ketidakpastian hukum yang menimbulkan keresahan sekarang ini disebabkan masih banyak instansi di luar penegak hukum yang campur-tangan, misalnya dalam proses pemanggilan, penahanan, pengusutan dan pemeriksaan oleh instansi yang berwenang. Dalam hubungannya dengan kepastian hukum dan keadilan, FKP mengharapkan diciptakannya UU Keamanan Nasional menggantikan UU No. 11/PNPS/1963 yo UU 5/1969 tentang subversi yang oleh FKP dianggap banyak menimbulkan keresahan.  SIT. Untuk menjamin kriteria yang pasti dari pers yang bebas dan bertanggungjawab, FKP sejak dulu mendesak agar UU Pokok Pers ditinjau kembali dalam rangka pencabutan SlT. Palu Sekretaris FKP ir. Sarwono Kusumaatmadja menyatakan bahwa fraksinya "tidak pura-pura dan berpretensi." Yang dilontarkan FKP, menurutnya bukan hanya merupakan kebutuhan rakyat tapi juga kebutuhan Pemerintah sendiri. Bekas Ketua DM ITB di tahun 1960-an itu "ngeri bila suatu saat timbul proses radikalisasi karena penggunaan kekuasaan yang semakin meningkat sementara wibawa menurun." Akan halnya lembaga Kopkamtib yang dinilainya bertentangan dengan UUD 45, bagi Sarwono juga kurang efektif. Lebih dari itu, lembaga tersebut baginya tidak mampu memenuhi harapan masyarakat. "Dulu kita menunggu kepastian Opstib akan mampu menegakkan kewibawaan hukum. Tapi nyatanya tidak dapat," kata Sarwono. Suara yang juga terdengar keras dari Sarwono ini, dibantahnya merupakan upaya mengambil hati generasi muda menjelang Pemilu 1982. "Justru FKP berkeinginan hapusnya lembaga ekstra seperti Kopkamtib maka dicetuskan gagasan yang mungkin bisa dinilai keras itu," katanya. Bagi Daryatmo, Ketua DPR-RI yang berasal dari Fraksi ABRI, sikap FKP seperti itu dianggapnya biasa saja. "Di luaran bisa saja ada tanggapan yang serius," katanya pekan lalu kepada TEMPO. Jauh sebelum FKP bicara soal tanah, Fraksi ABRI menurut Daryatmo sudah menegaskan bahwa "tanah adalah soal hidup mati bagi petani." Tentang kepastian hukum, "sebelumnya saya sudah menghimbau FKP agar mengadakan pendekatan dengan Mahkamah Agung atau Menteri Kehakiman." Tentang lembaga Kopkamtib, Daryatmo mengibaratkannya sebagai palu untuk memukul paku, bukan memukul tangan yang memegang paku. "Memang ada unsur-unsur yang menyalah-gunakan kewenangan Kopkamtib, misalnya Koramil. Kalau memang demikian, unsur itulah yang.dibuang. sukan palunya," kata Daryatmo. Mengenai Opstib, baginya "sebenarnya sudah berbuat sesuatu yaitu penertiban, meskipun mungkin belum memenuhi semua harapan."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus