Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bagi Yang Bukan Indonesia

Penandatanganan persetujuan tentang hak istimewa dan kekebalan diplomatik sekretariat tetap Asean, tgl 20 januari 1979 hanya berlaku bagi sekjen dan staf sekretariat, tidak berlaku bagi WNI. (nas)

27 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AKHIRNYA persetujuan tentang Hak Istimewa dan Kekebalan Diplomatik Sekretariat Tetap Asean ditandatangani, 20 Januari di Deplu. "Persetujuan itu hanya bersifat bilateral antara Indonesia dan Sekretariat Tetap Asean. Maksudnya, untuk membantu pejabat Sekretariat Tetap Asean supaya dapat melaksanakan tugasnya dengan baik," kata Menlu Mochtar Kusumaatmadja yang menandatangani persetujuan itu bersama Sekjen Asean Datuk Ali bin Abdullah. Persetujuan sebanyak sepuluh pasal itu memberikan hak istimewa dan kekebalan diplomatik kepada Sekjen dan staf Sekretariat beserta keluarga mereka. Juga kantor beserta segala perlengkapannya dan segala milik Sekretariat tersebut memiliki kekebalan diplomatik. Tapi hak istimewa dan kekebalan diplomatik tersebut tak berlaku bagi yang berwarga negara Indonesia. Itu dinyatakan pada pasal VIII ayat 2. Warga negara Indonesia yang menjabat Sekjen atau staf Sekretariat Asean tetap diperlakukan sebagai warga negara biasa sepenuhnya. "Kalau mereka mendapat hak istimewa atau kekebalan diplomatik, seandainya ada kasus dan dia harus dituntut, mau dituntut di mana kalau tidak di negeri sendiri" kata Sekretaris Umum Seknas Asean Umaryadi, yang pernah juga menjabat Sekjen Asean selama 4 bulan, menyambung masa jabatan SekJen pertama, Letjen Dharsono yang diberhentikan sebelum waktunya. Sikap Indonesia tersebut sebenarnya bukan baru. Menjelang pembentukan Sekretariat Tetap Asean 1976, Indonesia sudah menyatakan hanya bersedia memberikan hak istimewa dan kekebalan diplomatik kepada wakil dari 4 negara Asean lainnya. Dan meski sebelum ditandatanganinya persetujuan ini tak ada ketetapan apa pun, namun sejak 7 Juni 1976, ketika Sekretariat Tetap Asean mulai bekerja, hal itu sudah berjalan dengan sendirinya. Seperti kata HR Dharsono kepada TEMPO. "Waktu saya menjadi Sekjen Asean, tidak mendapat hak istimewa dan kekebalan itu, karena saya dianggap warga negara Indonesia sepenuhnya dan bukan seorang internasional servant (pegawai internasional)." Itu yang agaknya menimbulkan "kasus Dharsono" pada Pebruari 1978 lalu. Sebab dengan tak ada hak dan kekebalan diplomatik tersebut, Dharsono berpendapat "Orang Indonesia yang duduk di Sekretariat itu masih berhak memberikan komentar terhadap masalah-masalah Indonesia." Maka setelah mendengar bahwa persetujuan tentang Hak Istimewa dan Kekebalan Diplomatik ternyata tak berlaku bagi yang herwarga negara Indonesia, komentarnya "Saya sayangkan sekali. Mestinya hak itu diberikan juga kepada yang berwarga negara Indonesia. Itu untuk menghindari dia membicarakan negerinya sendiri." Tapi memang ada perkecualian dalam persetujuan sepuluh pasal itu Sekjen dan staf Sekretariat Tetap Asean mendapat kekebalan proses hukum yang berkaitan dengan pendapatnya, baik lisan maupun tertulis, sejauh masih dalam kaitan jabatan resminya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus