Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Muhammad Subkhan, seorang petani asal Desa Tegalglagah, Kecamatan, Bulakamba, Brebes membantah dirinya bersandiwara saat berdialog dengan Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno, Senin, 11 Februari 2019. Saat itu, di hadapan Sandi, Subkhan sempat menangis menceritakan kondisi petani bawang merah di Brebes.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Subkhan tak terima aksinya kemarin dianggap sebagai rekayasa. Dia pun menceritakan kronologi kejadiannya. “Demi Allah itu tidak rekayasa. Saya tahu Pak Sandi datang ke Brebes itu dua jam sebelum acara. Saya sempat telepon Kasat Intel Polres Brebes untuk memastikan. Saat itu saya sedang kerja bakti mengecat musala,” kata Subkhan kepada Tempo, Rabu, 13 Februari 2019.
Setelah mendapat kepastian, dia berangkat dari rumahnya pukul 09.00 WIB. Awalnya Subkhan menerima informasi acara Sandi digelar di Stadion Karangbirahi Brebes. Tapi saat itu sudah geser ke sebuah lapangan di Desa Krasak, Brebes yang tak jauh dari stadion.
Sesampainya di Desa Krasak, dia mendekat ke panggung. Posisinya di belakang. Saat itu dia sempat mendengarkan Sandiaga berorasi di depan audiens yang kebanyakan berprofesi sebagai petani.
Giliran sesi tanya jawab, dia mencoba naik panggung. Tapi sempat tak diperbolehkan panitia. “Saya mau maju enggak boleh sama pembawa acaranya. Karena melihat penampilan saya seperti bukan petani. Tapi waktu itu Pak Sandi melihat saya dan mempersilakan untuk maju,” kata dia.
Sampai di panggung itu, terjadilah percakapan antara Subkhan dan Sandi yang videonya sudah tersebar di media sosial dan viral.
Banyak yang menuding aksinya itu hanyalah rekayasa. Sebab, dia selama ini juga dikenal sebagai Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Brebes. Faktanya, dia memang pernah menjabat sebagai Ketua Divisi Sosialisasi KPU setempat. Subkhan membenarkan kalau dia pernah menduduki posisi penting di KPU Brebes. Tapi dia menampik tudingan bahwa dia bukanlah petani.
“Saya memang pernah menjabat sebagai anggota KPU satu periode (2014-2018). Tapi apakah saya tidak boleh bertani. Sebelum di KPU Saya sudah lama jadi petani. Saya keluarga petani,” ungkap dia.
Untuk meyakinkan publik bahwa dia petani, Subkhan menyatakan saat ini masih menjadi ketua kelompok Tani Sumber Pangan Desa Tegalglagah, Kecamatan Bulakamba. “Akta notarisnya masih ada atas nama saya,” katanya.
Dia juga sedang menggarap lahan pertanian sewa milik orang tuanya di Desa Tegalglagah seluas 4 bau atau sekitar 28.384 meter persegi (1 bau setara 7.096 meter persegi). Selain itu, dia menyewa tanah bengkok seluas seperempat hektare untuk ditanami bawang merah di desa yang sama. “Jadi saya itu jelas-jelas petani.”
Di berbagai kesempatan, Subkhan memang dikenal vokal. Terutama soal nasib petani. Bahkan, saat masih menjabat sebagai komisioner KPU, dia pernah ikut demo bersama ratusan petani di depan Kantor Pemkab Brebes. Saat itu harga bawang merah jeblok hingga menyentuh angka Rp 4.000 per kilogram.
Menurut dia, harga bawang merah turun drastis gara-gara kebijakan pemerintah yang membuka 10 kawasan budi daya bawang merah di sejumlah daerah. “Stok bawang surplus karena panen di mana-mana," ujar Subhan.
Persoalan lain, kata dia, adalah nilai produksi yang cukup tinggi. Menurutnya, untuk menanam bawang merah satu petak sawah atau sekitar 2.000 meter persegi, petani harus mengeluarkan dana sekitar Rp 8 juta. “Satu petak itu menghasilkan 6 kuintal bawang. Kalau dijual Rp 13 ribu saja, maka petani Cuma dapat Rp 7,8 juta. Rugi kan?” kata Subkhan.